Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.3

by VERSUS


SEBULAN PERTAMA

Sebulan sudah aku berada di Jakarta. Sebagai pendatang baru di dunia kucing (pelacur pria -red), aku tidak sepi dari tamu. Uang yang ku simpan sudah lumayan banyak, meskipun aku tetap harus berbagi dengan Arif. Pasalnya, Ariflah yang mencarikan tamu untukku, sebagai manager-lah ibaratnya, aku tinggal layani tamu aja setelah ada orderan. Aku juga tetap tinggal di kosan Arif, agar pengeluaran kami berdua bisa lebih ringan karena dibayar bersama. Terkadang kami layani tamu bersama (threesome), tapi sering juga aku layani sendiri, hanya saja tetap diantar jemput oleh Arif sebab sebulan di Jakarta belum cukup untukku menghafal pelosok kota yang amat besar ini.

Aku sudah bisa mengirimkan sejumlah uang kepada istriku, Marni. Ku minta istriku tidak lagi bekerja sebagai pencuci pakaian di rumah tetangga, agar dia punya waktu yang cukup untuk mengurus Bayu, anak kami. Marni juga mengabarkan bahwa Bayu sempat jatuh sakit cukup lama. Mungkin dia kangen sama aku. Maklumlah, sebelum ke Jakarta, aku sering menemani Bayu jika Marni sedang bekerja di tetangga. Begitu juga malam hari, aku sering menemaninya sampai tertidur. Seburuk apapun yang ku lakukan sekarang, itu demi masa depan Bayu juga. Aku ga mau jika sudah sekolah nanti, anakku jadi bahan cemooh teman-temannya. Rindu sekali sama anak dan istri, tapi aku belum bisa pulang saat ini. Nantilah bila waktunya tiba, aku justru akan membawa mereka ke Jakarta, agar si Bayu bisa mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik di kota.

MAS DONI

Suatu hari, Arif mengabariku bahwa ada tamu yang mendadak akan mem-booking-ku, jam 4 sore. Padahal sebelumnya sudah ada janjian dengan tamu lain untuk jam 5. Jelas waktunya ga cukup.

"Yo, sudah, batalin aja yg Om Darmo jam 5 itu. Biar aku yang tangani. Kamu ke Kelapa Gading aja. Ada tamu baru. Kayaknya dia demen yang tipe-tipe seperti kamu itu", kata Arif kepadaku. Tamu baru?, pikirku. Hmm... ini berarti tamu yang belum pernah memake si Arif sebelumnya. Ini jarang terjadi, sebab biasaya tamu-tamu yang diarahkan Arif kepadaku justru yang sebelumnya sudah pernah dengannya. Tapi ga apa-apalah. Aku akan coba sebisa mungkin. Kalau tamu yang sudah pernah dengan Arif, setidaknya Arif bisa ngasih gambaran orangnya maunya gimana, aku harus gimana, kayak gitulah! Tapi kalo yang ini berarti aku tidak bisa dapat referensi apa-apa dari Arif tentang tamunya.

Pukul 4 kurang 10, aku sudah memasuki kawasan Kelapa Gading. Jalanan agak macet sebab bertepatan dengan bubaran kantor. Kali ini aku tidak diantar oleh Arif sebab dia sendiri harus memenuhi panggilan yang jam 5 dari Om Darmo di daerah Pamulang. Tapi sebelum berangkat Arif sudah menuliskan alamat yang cukup jelas di sepucuk kertas, dan aku serahkan kepada sopir taksi. Taksi itu berhenti di depan sebuah rumah dalam komplek tertentu di daerah Kelapa Gading. Aku membayar taksinya, lalu menekan bel di samping gerbang rumah berlantai 2 itu.

"Silahkan masuk, Mas!", seorang lelaki setengah baya membukakan gerbang depan dan mengajakku ke dalam. Rupanya bapak itu adalah orang yang bertugas mengurusi rumah itu. Ruang tamunya tampak sangat mewah dengan sofa set merah berukir dan banyak guci dan barang antik terpajang di sana. Setelah sekitar 5 menit menunggu di rumah tamu itu...

"Troy ya?", terdengar sapaan seorang pria bertubuh atletis, keluar dari balik tirai beludru. Pemuda itu berkaos basket dan celana pendek santai. Aku menyebut pemuda, sebab sekilas tampak bahwa usianya paling-paling masih duapuluhan tahun. Aku agak kaget juga, jangan-jangan ini anak si pemilik rumah yang hendak memakaiku! Tapi apa iya Pak Doni membiarkan anaknya mengetahui kedatanganku sementara tujuanku ke situ kan untuk ml dengan bapaknya? Ah, mustahil...

"Iya, saya Troy", jawabku dengan pandangan penuh selidik, "maaf, ini benar rumah Pak Doni, kan?, tanyaku untuk mengkonfirmasi.

"Ah, panggil saja 'Mas", apa aku sudah kelihatan kayak bapak-bapak?" kata pemuda itu, yang ternyata adalah Doni, nama yang disebut-sebut Arif sebagai tamuku sore itu. Aku jadi malu sendiri. Aku juga jadi canggung sebab biasanya tamu yang memanggilku usianya di atas 45 tahun, malah ada yang sudah 68 tahun!

"Maaf Pak, saya tidak sangka kalau yang memanggil saya adalah Bapak.", ujarku tersipu.

"Ehh, tadi kan aku sudah bilang panggil 'mas' saja, bisa kan?", tukasnya.

"Oh iya, Mas Doni, maaf..."

"Hmm... kita ngobrol-ngobrol di kamar aja yuk, biar lebih nyantai", ajak Mas Doni. Tanpa menunggu lama, aku langsung mengikutinya ke dalam, sebab aku risih juga ada bapak yang mengurus rumah itu di luar. Nanti apa ya pikirannya jika ia tahu bahwa aku ke kamar berdua dengan Mas Doni?

Kamar Mas Doni sangat luas di lantai atas. Sepetinya itu adalah kamar utama. Berarti tidak ada orangtuanya di rumah itu. Kalau orangtuanya di situ, pastilah mereka yang menempati kamar utama itu. Kamar Mas Doni bukan hanya luas, tapi juga diisi dengan berbagai barang mewah. Ada tv plasma yang lebar banget, ada komputer, sound system, lemari es kecil, sofa dan lain-lain. Terdengar sayup-sayup musik saxaphon dari Kenny G, ketika aku memasuki kamar itu bersamanya.

"Silahkan Troy, nyantai aja dulu di sofa. Mo minum apa?", tanya Mas Doni.

"Apa aja deh", jawabku singkat.

PERMAINAN YANG ROMATIS

Ternyata Mas Doni orangnya romantis sekali. Lampu dalam kamarnya diredupkan, musik tetap sayup-sayup. Diletakkannya segelas minuman dingin berwarna merah di depanku. Aku mau berbicara, tapi tiba-tiba di meletakkan jari telunjuknya di depan mulutku, yang artinya pasti: diam saja. Aku menurut, duduk diam di sofa itu. Mas Doni mengambil gelas minuman itu dan mengarahkannya ke mulutku. Aku minum sedikit, lalu didekatkan bibirnya ke bibirku, mengecup sisa-sisa minuman yang masih tampak basah di sana. Lalu melumat bibirku, perlahan namun penuh perasaan. Tiba-tiba aku ingat bahwa aku belum minum obat kuat untuk membuat aku terangsang (maklum, pada dasarnya aku bukan gay). Aku hendak berdiri meminta waktu ke toilet sebentar, tapi aku tidak mendapatkan kesempatan itu. Mas Doni telah terbawa dengan permainannya yang romantis, aku khawatir untuk menghentikannya sejenak. Waduh, gimana nih? Apa yang harus ku perbuat? Nanti dia tahu bahwa aku tidak terangsang dengannya? Ah, sudahlah... ikuti saja permainannya. Nanti kalo dia protes kenapa burungku ga bisa berdiri, barulah aku minum obat itu.

Mas Doni menarikku ke atas ranjangnya yang super nyaman. Aku seolah tenggelam dalam lautan bulu angsa nan halus. Entah kenapa, aroma parfum yang dipakainya membuat aku tenang, bahkan aroma itu membuatku terhanyut juga. Ketika Mas Doni mulai menyentuhkan ujung lidahnya ke putingku, aku merasakan kenyamanan yang dalam. Berbeda dengan tamu-tamu lain, orang ini sungguh berkelas dan berseni tinggi! Rabaan-rabaan tangannya ketika membuka seluruh pakaianku sampai polos, juga terasa beda sentuhannya. Lembut, gentle, entah apa rasa itu... yang pasti membuatku sangat tenang dan nyaman.

Musik pun tetap mengalun dengan lagu "Can You Feel The Love Tonight", ketika Mas Doni berbaring di dekatku. Di dekapnya tubuhku, dan tidak mempermasalahkan burungku yang belum tegang juga. Seolah-olah itu tidak penting baginya. Bibirnya kembali melumat bibirku. Aku memejamkan mataku. Entah kenapa, aku merasa seperti sedang memeluk seorang wanita. Atau setidaknya pikiranku terbawa ke arah sana, mungkin karen pengaruh aroma parfum itu, yang jelas, untuk pertama kalinya aku bisa mulai terangsang tanpa minum obat terlebih dahulu. Kemaluanku pun mulai mengeras ketika Mas Doni mempermainkan tangannya dengan lembut di daerah itu. Gerakannya seakan tarian yang mengiringi lantunan musik Elton John yang terdengar merdu, seperti berasal dari kejauhan.

Entah kenapa, birahiku semakin menggejolak tatkala Mas Doni mulai mengisap kemaluanku. Permainan lidahnya seperti tidak bernafsu, tidak mengejar, tidak menuntut... Tapi justru sebaliknya, aku merasa sangat relaks, seperti tidak ada kewajiban bagiku untuk memuaskannya, tapi semuanya berjalan lancar seperti yang ia mau. Kemaluanku semakin mengeras ketika ujung lobang kencingku digelitik oleh ujun lidahnya, kemudian mengitari topi helm di bawahnya, trus ke bawah membelah dua penampang kemaluanku, lalu berakhir di kantong zakarku. Ini benar-benar beda! Seperti seniman yang sedang melukis dengan ujung lidahnya!

Kehangatan mendekap seluruh permukaan batangku ketika dengan perlahan Mas Doni membenamkannya ke dalam mulutnya.

"Aaaaahhhh....", lirihku sayup tatkala gerakan mulutnya mulai berkreasi di batangku, nikmat sekali. Membuat jantungku berdetak makin cepat. Sedotan demi sedotan mulut Mas Doni seakan membuatku lupa bahwa aku sedang ml dengan seorang pria. Begitu lembut, nikmat dan... entah bagaimana digambarkan dengan kata-kata. Pinggangku menegang... Aku gak kuat lagi menahan gairah, dan....

"Ooooohhhh......", jerit halusku menyertai semburan maniku, memenuhi rongga mulut Mas Doni. Lalu aku luluh lemas di atas ranjang. Mas Doni segera ke toilet untuk membersihkan mulut dan wajahnya. Akun tetap terbaring di ranjang, memejam kedua mataku. Musik indah itu masih terus mengalun, kali ini lagu "Don't Sleep Away"-nya Daniel Sahuleka, membuai aku sangat nyaman di ujung kenikmatan.

SESUATU YANG BERBEDA

Nyaris aku terlelap di sana, tanpa busana, dan sisa-sisa air maniku masih belepotan di sekitar kemaluanku. Tiba-tiba aku merasakan pelukan Mas Doni di sampingku. Rupanya ia sudah selesai bersih-bersih. Aku mau berdiri ke toilet, tapi Mas Doni menahanku. Mas Doni menindih tubuhku dari samping. Meskipun wajahnya menunjukkan kepuasan, namun matanya seolah memendam kesedihan. Benar saja, tak berapa lama kemudian matanya mulai basah, dan ia merangkul dadaku sampai terasa ada tetesan airmata yg jatuh ke tubuhku. Entah kenapa, tanganku merangkul punggungnya, dan mulai mengelus seperti hendak memberi ketenangan. Sesuatu yang berbeda dibanding dengan tamu-tamu lain, aku mulai merasakannya. Mungkin waktu itu yang muncul adalah rasa kasihan dan iba, tapi aku telah terpengaruh secara emosional.

"Mas, aku tak tahu apa kesedihan Mas saat ini, tapi aku mengerti perasaan Mas. Jadi, apapun juga itu, luapkan saja saat ini, agar perasaan Mas bisa lebih lega", entah kenapa pula aku bisa tiba-tiba berkata begitu kepada Mas Doni. Anyway, sebagai reaksi terhadap kata-kataku itu, Mas Doni merangkul tubuhku erat-erat, lalu melepaskan tangisan sebisa-bisanya. Membuatku semakin iba. Ku elus belakang lehernya dengan lembut, seolah itu adalah Marni, istriku. Aku juga tidak tahu kenapa kemudian aku spontan menarik tubuh Mas Doni ke atas sampai wajah kami sejajar. Ku hapus airmatanya, lalu ku kecup bibirnya dengan mesra. Mas Doni pun membalas kecupan itu, tapi kali ini yang terasa bukan nafsu. Ia melakukannya dengan penuh perasaan.

Kami berdua tetap berdekapan di sana untuk beberapa saat. Mas Doni pun mulai menceritakan tentang kehidupannya. Bagaimana ia bisa mencapai kesuksesan karir di usianya yang masih begitu muda, kurangnya perhatian dari orangtuanya yang hanya mengenal materi sebagai wujud kasih sayang, dan bagaimana dia kehilangan orang yang paling dicintai dalam hidupnya selama ini, serta semua kesedihan yang meliputi dirinya, meskipun ia hidup di tengah materi yang berkelebihan. Dan, sekali lagi, entah kenapa, kali aku terbawa perasaan. Mungkin hanya kasihan semata, tapi ini adalah awal dari kebingunganku.

Singkat cerita, aku telah selesai bersih-bersih dan mengenakan pakaianku. Aku hendak pergi sebab kemungkinan masih ada tamu lain malam harinya sebagaimana pesan Arif tadi di kosan sebelum aku berangkat ke Kelapa Gading. Tapi entah kenapa pula, kali ini perasaanku agak berat untuk beranjak pulang. Bahkan ketika Mas Doni menyerahkan sejumlah uang kepadaku, malah aku jadi malu. Aku merasa tidak nyaman dengan diriku sendiri. Akhirnya aku pamit juga setelah Mas Doni meninggalkan nomor teleponnya.

Dalam perjalanan balik sampai tiba di kosan, Mas Doni tetap terbayang di pikiranku. Ah, aku kan pria normal yang sudah beristri. Aku menjalani ini hanya sebagai tuntutan pekerjaan, tapi kenapa kali ini tamuku tetap terbayang di kepalaku? Apakah mungkin aku sudah berubah menjadi gay atau biseks? Ah, tidak mungkin! Aku hanya kasihan saja. Ya... kasihan, ini bukan cinta.

GEJOLAK HATI DAN PIKIRAN

Dua hari telah berlalu. Seperti biasa, jadwalku cukup padat dengan beberapa tamu. Entah kenapa aku berharap bisa mendapatkan tamu seperti Mas Doni, kalaupun aku terlalu gengsi untuk bilang bahwa aku sebenarnya berharap Mas Doni mau memanggilku lagi ke rumahnya. Tamu-tamu yang ku hadapi begitu menjemukan. Seperti pada umumnya, mereka hanya mau membeli tubuhku, tanpa mau menghargai jiwaku. Namun aku tidak keberatan, sebab bukankah memang uang yang selama ini aku kejar dari mereka? Yang penting kiriman rutin ke Marni tetap lancar.

Sore itu aku duduk merenung di kamar kosan sendirian, saat Arif sedang ada panggilan. Ku pandang foto istri dan anakku yang selalu ku simpan dalam dompet. Tapi entah kenapa, setelah itu pikiranku menerawang kembali ke Mas Doni. Padahal setelah dua hari ini aku berusaha menghapusnya dari pikiranku. Tiba-tiba aku teringat bahwa mas Doni waktu itu memberikan nomor hapenya kepadaku. Ku cari lembar kertas itu di dalam dompet. Aku terpikir untuk meneleponnya walau hanya untuk bilang 'halo' atau 'apa kabar'.

"Ah, ga usah!", sekejap terlintas pikiran lain di benakku, jangan-jangan dia lagi bermesraan dengan kucing lain. Itu pasti hanya bagian dari gaya mainnya saja. Mana ada orang muda dan kaya seperti dia mau sama gigolo? Pikiranku memang jadi galau. Konsentrasiku untuk tetap bekerja secara profesional menjadi agak buyar juga. "Triyo, ingat! Kamu di sini untuk mencari uang guna menghidupin anak istrimu di kampung!", kata hatiku mengingatkan diriku sendiri.

Arif pun rupanya sudah membaca perubahan diriku belakangan ini. Mungkin karena ia sering melihatku melamun sendiri bila malam tiba. Ia pernah menanyakannya, tapi aku tidak berterus terang. Malu, nanti diketawain sama si Arif.

DAN KISAH ITU PUN BERLANJUT

Suatu pagi, ketika aku baru saja bangun dan belum sempat mencuci muka, terdengar hape Arif berbunyi. Arif yang masih terlelap sontak terbangun. Jarang ada yang nelpon sepagi itu.

"Halo", suara Arif yang masih sangat berat itu menjawab panggilan telepon.

"Oh, iya, iya... ga apa-apa.", tiba-tiba Arif bangun dari rebahan lalu duduk, "Baiklah Pak! Tidak sampai sejam orangnya sudah tiba di sana. Ditunggu aja ya? Terima kasih".

"Ada apa Rif, pagi-pagi begini?", tanyaku keheranan, sebab kelihatannya si Arif langsung hilang ngantuknya.

"Yo, kamu siap-siap aja. Masih ingat tamu yang di Kelapa Gading itu kan? Dia mau booking kamu lagi. Pagi ini juga!", seru Arif.

Aku seakan tak percaya dengan kata-kata Arif. Pasti maksudnya Mas Doni. Tapi kenapa pagi begini? Tapi aku tidak banyak bertanya lagi. Diam-diam ada perasaan senang mendengar Mas Doni memanggilku lagi. Tanpa menunggu komando leih lanjut, aku bergegas pergi mandi dan ganti pakaian.

"Hey, Yo... jangan lupa bawain makanan buat aku ya?", teriak Arif ketika aku buru-buru keluar dari pintu kamar kos. Aku hanya membuang senyum ke arahnya. Gayaku sudah seperti anak SMP yang lagi kesambet cinta monyet saja! Namun Arif tidak memahami suasana hatiku. Yang dipikirannya ialah aku begitu gembira karena pagi-pagi sudah dapat orderan.

Seperti beberapa har sebelumnya, lelaki setengah baya itu membukakan pintu gerbang ketika aku memencet bel di depan rumah Mas Doni. Tanpa banyak basa basi, aku segera diarahkan ke ruang tamu. Aku diminta menunggu di situ. Beberapa saat kemudian penjaga rumah itu muncul lagi membawakan segelas minuman dingin. 10 menit berlalu, Mas Doni belum kelihatan juga. Aku ingin segera naik tangga ke lantai atas menuju kamarnya, tapi aku tidak berani bersikap lancang. Kenapa ya Mas Doni belum menjumpaiku atau menyuruhku ke atas?

BERSAMBUNG

PESAN:

Hai! Maaf banget, aku baru bisa meneruskan kisah si Triyo bagianke-3 setelah sekian lama menghilang. Maklum, ada banyak sekali kesibukan. Kisanya belum selesai lho! Silahkan tunggu bagian ke-4nya. Mudah-mudahan tidak terlalu lama. Seperti biasa, jika ada saran, kritikan, atau sekedar ingin kenal, silahkan email aku ke: versusierra@gmail.com pasti di-reply. Atau add aku sebagai friend di Facebook dengan email yang sama. Aku juga melayani konsultasi psikologi dengan teman-teman yang memerlukannya. Baca juga kisah nyata hidupku di MOTNES, cek pada daftar di bawah ini, semua yang berjudul "A VERSUS STORY" (01-14). Baiklah, sampai ketemu di lanjutan kisah Triyo, atau di kisah-kisah lainnya. Terima kasih!

###

21 Gay Erotic Stories from VERSUS

! A Abdichandra SH

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

01 Jun 2003

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

A Versus Story 01: Layu Sebelum Berkembang, Part 1

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-3 yang ku tulis di MOTN. Namun kisah yang satu ini seharusnya menjadi yang pertama karena ini adalah pengalamanku yang paling awal. Bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya, mohon maaf karena email address lama tidak aktif lagi. Jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 02: Layu Sebelum Berkembang, Part 2

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-4 yang ku tulis di MOTN. Ini adalah kelanjutan dari Part 1 kisah yang sama. Jika anda belum membacanya, silahkan dibaca dulu sebelum melanjutkan ke Part 2 ini. Terima kasih bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya. Seperti biasa, jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 03: Pengalaman di SMP, Part 1

PESAN: Hai... nama saya Versus, orang Jawa tapi keturunan Prancis. Saya akan menghadirkan secara berkala beberapa kisah nyata yang pernah saya alami sendiri. Judulnya selalu "A Versus Story" diikuti dengan judul artikelnya. Bagi yang ingin kenalan atau komentar, silahkan kirim e-mail ke versusierra@gmail.com dan pasti akan dibalas. KISAH: Namaku Versus. Aku adalah seorang gay 100%

A Versus Story 04: Pengalaman di SMP, Part 2

PESAN: Hi, jumpa lagi dengan Versus. Bagi yang belum membaca bagian pertama, baca dulu deh... biar nyambung dengan yang kedua ini. Judul kisahku selalu dimulai dengan "A Versus Story" lalu dilanjutkan dengan judulnya. Yang ingin kenalan, komentar atau kritik, silahkan hubungi aku di versusierra@gmail.com. Selamat membaca! KISAH: Hari terakhir Ebtanas adalah hari yang paling melegakan.

A Versus Story 05: Gita Cinta dari SMA, Part 1

PESAN: Halo, jumpa lagi dengan Versus. Kali ini aku lanjutkan kisah nyataku dengan pengalaman ketika memasuki SMA. Jangan lupa baca kisah-kisahku terdahulu. Bagi yang ingin sumbang saran, kritik, komentar, atau ingin kenalan, kirim aja email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti semuanya dibalas, thanks! KISAH: Hari pertama di SMA adalah saat yang sangat indah bagiku,

A Versus Story 06: Gita Cinta dari SMA, Part 2

PESAN: Gimana kisahku dengan Raka? Lumayan seru? Ini adalah kelanjutannya, di mana Raka akhirnya bisa bersikap aktif. Pokoknya, baca terus kisah-kisah nyata tentang diriku yang aku muat di MOTN. Bagi yang telah memberi saran, kritik dan komentar, atau yang ajak kenalan, terima kasih ya... Aku akan berusaha membalas semua email yang masuk. Bagi yang belum, silahkan kirim email ke:

A Versus Story 07: Gita Cinta dari SMA, Part 3

PESAN: Wah ternyata rangkaian kisah hidupku banyak diminati. Terima kasih kepada semua yang telah mengirim email, baik itu berisi saran atau sekedar komentar. Yang ingin kenalan, silahkan email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti dibalas! Aku juga bersedia menerima Konsultasi Psikologi bagi anda yang punya masalah. Tanpa biaya dan kerahasiaan terjamin. Nah, sekarang silahkan

A Versus Story 08: Asmara di Puncak Gunung

PESAN: Terkadang seorang sahabat itu lebih dekat dengan kita dibandingkan seorang saudara. Tapi apa jadinya jika persahabatan telah melibatkan birahi? Ikuti kisahku di masa pubertas, sebuah kisah nyata. Bagi yang telah membaca kisah-kisahku sebelumnya dan telah mengirim email, aku ucapkan terima kasih banyak. Bagi yang ingin kontak untuk memberi komentar / saran, atau hanya sekedar

A Versus Story 09: Jadi Pramubirahi, Part 1

PESAN: Jumpa lagi dalam rangkaian kisah nyata hidupku yang ke-9. Khusus untuk edisi yang ini, mungkin tidak ada yang berbau erotis. Kisah erotisnya dimulai di kisah 10 berikutnya (sambungan yang ini) ketika aku menjadi gigolo, tapi tidak lengkap kalau tidak diikuti dari kisah 09 ini. Bagaimana dengan kisahku yang sebelumnya? Silahkan baca seri 01-08, thanks! Seperti biasa, yang ingin

A Versus Story 10: Jadi Pramubirahi, Part 2

PESAN: Terima kasih telah membaca kisahku seri 09, kelanjutannya dapat anda temui di sini. Komentar? Saran? Berkenalan? Hubungi: versusierra@gmail.com, thanks! KISAH: Dalam keadaan setengah mabuk ku lihat pak Liong berbisik dengan salah-seorang pelayan. Setelah itu, sang pelayan mengajakku ke belakang. "Ivan, kamu mau dapat uang banyak, kan?! Nah, aku punya tawaran untukmu, tapi

A Versus Story 11: Jadi Pramubirahi, Part 3

PESAN: Wah, saya tak menyangka sambutan dari pembaca MOTN cukup antusias. Terima kasih. Bagi yang ingin berkomentar atau kenalan, silahkan hubungi: versusierra@gmail.com, pasti dibalas! Sekarang ikuti kelanjutan kisah nyataku sebagai gigolo di Jakarta... KISAH: Tak terasa sudah hampir 6 bulan berlalu sejak aku mendapatkan tamu pertamaku. Aku tetap kerja sebagai penyanyi seperti biasa di

A Versus Story 12: Cinta Bersemi di Kampus

PESAN: Tak disangka rangkaian kisah nyata hidupku sejak kecil sampai masuk kuliah ini sudah mencapai 12 seri. Terima kasih atas dukungan banyak pihak melalui email selama ini. Yang belum sempat, silahkan kirim email ke: versusierra@gmail.com, pasti direply. Thanks! KISAH: Meskipun sekolahku sempat terbengkalai (baca kisah sebelumnya), tapi akhirnya aku bisa tamat SMA, bahkan dengan NEM

A Versus Story 13: Badai Pasti Berlalu

PESAN: 12 seri kisah nyata hidupku sampai masa kuliah telah ku tuliskan. Berikut ini adalah pengalamanku setelah aku lulus menjadi sarjana dan takdir membawaku kembali ke Jakarta. Ada komentar atau sekedar ingin kenalan? Silahkan email ke: versusierra@gmail.com, pasti dibalas. Terima kasih. KISAH: Lulus dengan status suma cumlaude atau A+ tentunya membuat orangtuaku sangat bangga

A Versus Story 14: Di Negeri Orang

PESAN: Aku menulis kisah ini pada bulan Mei 2003. Ini adalah bagian paling aktual kisah nyata diriku sampai sampai saat ini aku telah bekerja di Bangkok. Memang bukan yang terakhir, sebab setelah ada pengalaman baru, aku akan melanjutkan lagi kisah hidupku di masa mendatang mulai seri 15 dan seterusnya. Seperti biasa, aku harapkan komentar atau saran pembaca, atau sekedar ingin kenalan pun

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.2

KEPUTUSAN PUN KU AMBILPagi itu, tidak seperti biasanya, Arif justru bangun lebih awal dariku. Mungkin karena semalam aku melamun dan berpikir selama beberapa jam, dan baru bisa terlelap menjelang subuh. Bahkan Arif sudah selesai mandi ketika aku berdiri dari pembaringan.

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.3

SEBULAN PERTAMASebulan sudah aku berada di Jakarta. Sebagai pendatang baru di dunia kucing (pelacur pria -red), aku tidak sepi dari tamu. Uang yang ku simpan sudah lumayan banyak, meskipun aku tetap harus berbagi dengan Arif. Pasalnya, Ariflah yang mencarikan tamu untukku, sebagai manager-lah ibaratnya, aku tinggal layani tamu aja setelah ada orderan. Aku juga tetap tinggal di kosan Arif,

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.4

BAGAI TERSAMBAR PETIRSetelah sekian lama menunggu tanpa adanya tanda-tanda Mas Doni sama sekali, aq coba untuk mencari bapak penjaga rumah itu guna menanyakan di mana tuannya berada. Baru saja aku berdiri dari sofa, tiba-tiba terdengar langkah kaki turun dari tangga.

Malam yang Indah di Bali

Malam itu, Garuda Indonesia GA-418 yang ku tumpangi dari Jakarta ke Denpasar seharusnya dijadwalkan jam 21.20 WIB dan tiba jam 00.05 WITA, ternyata telat 30 menit. Alhasil, sudah hampir jam 00.01 malam ketika aku melangkah keluar dari Terminal Kedatangan Domestik di Bandara Internasional Ngurah Rai. Meskipun tengah malam, tapi airport itu tampai ramai. Maklumlah, waktu itu bertepatan dengan musim

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story