Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.2

by VERSUS


KEPUTUSAN PUN KU AMBIL

Pagi itu, tidak seperti biasanya, Arif justru bangun lebih awal dariku. Mungkin karena semalam aku melamun dan berpikir selama beberapa jam, dan baru bisa terlelap menjelang subuh. Bahkan Arif sudah selesai mandi ketika aku berdiri dari pembaringan.

"Maaf Rif, aku ketiduran", ucapku sambil mengucak-ngucak mata.

"It's oke", jawab Arif, "Kamu mandi dulu gih, baru kita sarapan. Aku sudah pesan Mie Sedap pake telor 2 porsi di warung depan."

Singkat cerita, setelah aku selesai mandi dan kami sarapan bersama di kamar kostnya, aku mulai membuka percakapan dengan Arif.

"Rif, aku sudah mengambil keputusan...."

"Ya aku juga sudah bisa menduga", potongnya, "Pasti kamu gak bisa kerja kayak gitu. Yowiz gak apa-apa. Kalo kamu masih mau tinggal di sini, aku gak keberatan kok. Kamu bisa bantu aku bersih-bersih."

"Bukan begitu, Rif. Maksudku, aku sudah memutuskan untuk kerja. Gak mungkin aku pulang ke desa saat ini. Anak istriku sangat mengharapkan aku bisa sukses di Jakarta. Apapun resikonya, aku akan ambil. Tapi terus terang saja au belum bisa apa-apa. Bisa kan kamu bantu aku, Rif?", tanyaku.

Airf tidak langsung menjawabku. Sepertinya dia agak terkejut mendengar perkataanku.

"Hmm, baiklah. Kalo kamu emang sudah pikirkan matang-matang. Tugasnya ya lebih kurang sama kayak aku dengan Om Dewa kemaren. Memang agak sulit awalnya, tapi lama kelamaan kamu akan terbiasa juga.", kata Arif.

"Tapi Rif, aku kan gak tertarik sama lelaki. Jadi jelas kemaluanku gak bisa tegang kalau bercumbu begituan dengan lelaki....", ujarku.

"Ah, itu mah perkara mudah", tanggap Arif seraya mengeluarkan sesuatu dari lemari. 'Ini, pil obat kuat. Kalo kamu sudah negak sebagian aja isinya, dijamin kontolmu bakal tegang kalo dirangsang orang, mo laki kek, mo peremuan kek, yang penting gak sama kambing, hahaha!"

Oh rupanya itu rahasianya! Pantesan saja. Memang sejak awal aku juga bingung, kok Arif bisa saja ngaceng sama lelaki? Padahal dia kan bukan gay? Lha, aku juga bukan. Aku lelaki tulen yang hanya suka perempuan. Tapi kalo ada obat kayak gini sih, aku juga bisa lah. Pantesan kemaren ketika dalam lift si Arif seperti menelan sesuatu. Rupanya ini toh.

"Oke Rif, aku sudah siap.", kataku.

"Tunggu sebentar...", ucap Arif sambil mengelurkan hape dari kantongnya. Sesaat kemudian tampak Arif menelpon seseorang. Dari percakapannya, kayaknya itu Om Dewa yang kemaren. Aku gak terlalu menangkap obrolan mereka, hanya saja Arif menyebut-nyebut kata "threesome". Waktu itu aku belum terlalu paham.

"Oke Yo... si Om Dewa mau terima kamu. Hanya saja aku kuwatir kamu blum bisa apa-apa. Makanya aku tawari ke Om Dewa agar kita main bertiga. Ya udah, kamun siap-siap saja. Pake aja kaos yang aku belikan kemaren di mall. Mudah-mudahan muat. Habisnya, kemaren aku tawarin kamunya kayak orang kesambet. Ya, udah buruan...", seru Arif.

MEMULAI PETUALANGAN SEBAGAI GIGOLO

Kembali kami meluncur dengan taksi, tapi kali ini ke lokasi yang lain, sebuah hotel megah di belakang mall tidak jauh dari Stasiun Senen, tempat aku tiba pertama kali di Jakarta. Sama seperti kemaren, kami harus melewati proses pemeriksaan lalu bisa masuk ke lobi. Namun kali ini kami tidak langsung ke lift. Arif mengajakku duduk sejenak di lobi. Rupanya Om Dewa belum tiba di situ. Sekitar 15 menit kemudian barulah dia muncul.rif tetap tenang di sofa seolah tidak mengenal Om Dewa. Tampak Om Dewa mendekati receptionist, lalu berjalan menuju ke lift. Beberapa menit kemudian barulah Arif mengajakku masuk ke lift. Di dalam lift Arif mengeluarkan kapsul obat kuat, dibuka lalu isinya dibagi dua. Setengah untuknya, setengah lagi untukku. Kami lalu bergantian minum air mineral di botol kecil yang memang sudah disediakan Arif. Rupanya lantai dan nomor kamar sudah di-sms Om Dewa ke hapenya Arif.

Pintu kamar itu sengaja dibiarkan terbuka sedikit. Jadi Arif tidak perlu menekan bel lagi. Kami langsung masuk dan menutup pintu. Om Dewa tersenyum menyambut kami. Ia segera merangkul Arif. Tapi tentunya aku masih canggung, jadi kami hanya bersalaman saja. Terasa jari-jariku diremasnya.

"Om, seperti sms kita sebelumnya, om setuju kan dengan harga itu?", tanya Arif kepada Om Dewa.

"Tenang aja, Aldo! Bahkan aku bisa ngasih lebih. Asalkan beneran ya si Troy ini masih benar-benar baru dan belum pernah dipake pelanggan lain?", tanyanya.

"Percaya deh, om... masa saya berani bohongin Om Dewa? Iya kan, Troy?", balik Arif ke arahku. Aku hanya mengangguk saja. Sumpeh, aku betul-betul kikuk! Gak tau mo bersikap gimana saat itu. Gayaku sangatlah canggung, tapi justru hal itu yang membuat Om Dewa percaya bahwa aku benar-benar pendatang baru.

Mengetahui kekikukanku, Arif berusaha mulai duluan. Dipeluknya Om Dewa dari belakang, sambil meraba-raba dadanya.

"Troy, ke sini dong!", Arif memanggilku agar mendekati mereka. Walau agak ragu, aku melangkah mendekat. Arif menarik tanganku lalu mengarahkannya ke tubuh Om Dewa. Aku taruh tanganku di punggungnya, benar-benar bingung mau gimana nih. Om Dewa juga cepat membaca situasi itu...

'Rileks saja, dik Troy.", katanya sambil mengalihkan pelukannya dari tubuh Arif ke tubuhku. Sekali lagi aku seperti tersengat listrik. Diam kaku seperti orang kehilangan akal. Waduh, gawat kalo aku trus-turan begini, bisa gak suka Om Dewa sama aku!

Om Dewa menyuruhku berbaring di ranjang, terlentang, masih dengan pakaian lengkap.

"Pejamkan aja matanya, dik Troy.", kata Om Dewa setengah berbisik di kupingku. "Berusaha untuk santai dan coba untuk menikmati ya?"

Aku tidak menjawab, hanya mengikuti saja perintahnya. Ku penjam mataku dalam-dalam, belum bisa rileks sedikit pun. Om Dewa mulai mencium pelipisku. Aku menggeliat, geli! Walaupun tipis, tapi kumisnya sangat membuatku geli. Belum pernah aku dicium orang berkumis sebelumnya. Om Dewa lalu mencium telingaku, lalu pipiku. Jujur, aku gak tahan! Aku pun ketawa, membuat konsenstrasi om Dewa kendor.

"Mmm, tunggu sebentar ya.", kata Om Dewa. Ia lalu mengambil segelas air dingin. "Minum aja, dan coba untuk sesantai mungkin, ok?"

Aku mengangguk, lalu memejamkan lagi mataku. Sesaat kemudian terasa nafas Om Dewa menerpa wajahku.Bibirnya mulai menempel ke bibirku. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan rasa geli bercampur aduk dengan sedikit jijik. Apapun juga itu bibir lelaki! Ah... coba aku pikirkan hal lain. Walaupun sulit, ku khayalkan sedang bercumbu dengan istriku. Ternyata khayalan itu bisa membantu. Tapi hanya beberapa saat. Om Dewa kembali berdiri.

"Well, benar-benar masih lugu ya? Aku pikir kamu bohong, Aldo, hehehe", kata Om Dewa kepada Arif, "Baiklah, mungkin ini terlalu langsung. Coba ke sini, Aldo!"

Arif pun mendekatiku.

"Coba kamu mulai dengan Troy. Aku nonton kalian dulu, baru aku gabung. Bikin dia gak terlalu tegang", lanjut Om Dewa.

Dengan sikap profesional, Arif segera berbaring telungkup di sebelahku. Bibir Arif kelimis, tidak berkumis, jadi aku tidak geli. Lagipula aku bisa lebih nyantai sebab aku cukup dekat dengan Arif, ketimbang dengan orang yang masih asing banget bagiku. Arif pun melumat bibir dan lidahku dengan gaya seorang ahli. Aku lebih bisa mengikuti permainan. Arif kemudian mulai membuka pakaianku. Diisapnya putingku sambil meraba-raba daerah kemaluanku. Benar juga, reaksi obat kuat tadi mulai terasa. Kemaluanku mulai menegang hanya oleh permainan tangan Arif. Setelah itu dengan sigap Arif membuka celanaku, meninggalkan celana dalam saja. Dimainkan bibirnya di atas celana dalam itu. Entah kenapa aku sepertinya lebih terangsang. Walaupun aku bukan gay, tapi inilah pertama kalinya kemaluanku didekati mulut orang lain. Tentunya hal itu tidak pernah ku lalukan dengan istriku di desa.

Sesaat kemudian, Arif memelorotkan celana dalamku. Ia juga sudah membuka semua pakaiannya. Terasa hangat ketika perlahan batang kemaluanku dimasukkan ke dalam rongga mulutnya. Aku sempat melihat Om Dewa di dekat kami, mengocok-ngocok kemaluannya Arif. Sedotan mulut Arif ternyata enak sekali... mungkin karena pengaruh obat juga sih. Tapi lama kelamaan aku bisa menikmatinya. Sampai tiba-tiba aku merasa bahwa kemaluanku sudah dipindahkan dari dalam mulut Arif ke mukut Om Dewa. Arif sendiri gantian mengulum kemaluan Om Dewa yang sudah sama tegangnya. Selama beberapa saat kami bertiga dalam posisi itu, sampai Arif kembali lagi mengisap kemaluanku, lalu kemaluan Arif diisap oleh om Dewa. Sejauh itu semuanya masih lancar-lancar saja.

KONTOL PERTAMA DI MULUTKU

Aku terus menikmati permainan lidah Arif, tanpa sadar ada sesuatu yang mendekati mulutku. Rupanya Om Dewa telah mengarahkan kemaluannya, dan dimain-mainkan di atas bibirku. Aku berusaha tetap konsentrasi meskipun terasa aneh bagiku. Tiba-tiba Om Dewa membenamkan kemaluannya ke dalam rongga mulutku. Walaupun sudah ku usahakan sedemikian rupa, ternyata aku gak sanggup menahan rasa jijikku. Tanpa terbendung lagi, tiba-tiba aku muntah! Om Dewa agak terkejut dan melompat menjauh. Aku segera lari ke kamar mandi, mecuci mulut dan wajahku dari tumpahan muntah.

"Maaf... maafkan saya...", kataku kepada Om Dewa setelah keluar dari kamar mandi. Mukaku memerah karena malu. Tapi ternyata Om Dewa gak marah. Dia malah tersenyum nakal.

"Troy, hehehe.... memang benar-benar masih pemula ya?", katanya sambil mengajakku mendekat lagi. "Sekarang coba lagi".

Aku didudukkan di kursi. Om Dewa kembali mendekatkan kemaluannya yang masih tegang ke mulutku. Semakin dia tahu aku benar-benar lugu, semakin ia bernafsu. Disodokkannya batang kemaluannya ke mulutku, lalu memberi instruksi apa yang harus ku lakukan dengan bibir dan mulutku terhadap batang itu. Aku berusaha mengikuti. Kali ini rasa jijik sudah mulai teratasi. Masih kaku memang, tapi aku berusaha untuk bisa memuaskannya. Om Dewa kemudian memintaku untuk berdiri, lalu tidur tengkurap di tepian ranjang. Ia mulai meraba-raba daerah di sekitar lubang duburku. Sungguh aku merasa tidak nyaman. Tapi aku berusaha semua perasaan itu. Aku harus bisa.

Adegan selanjutnya, Om Dewa mengambil kondom dan cairan pelicin seperti kemarin ketika ia main dengan Arif. Dibalurinya daerah lubang duburku dengan cairan itu. Jarinya berusaha dimasukkan ke dalamnya. Tapi tiba-tiba aku merasa sangat perih dan kesakitan. Aku segera berbalik....

"Maaf Om, aku belum bisa!", seruku menahan perih. Padahal itu baru jari-jarinya. Sekali lagi Om Dewa tidak menunjukkan sikap marah.

"Oke, kamu nyantai dulu ya. Aldo ke sini", kata Om Dewa. Aku pun mengerti bahwa Om Dewa ingin menyodomi Arif. Arif dengan lincahnya mengambil posisi, dan tidak berapa lama Om Dewa telah memulai gerakan maju mundurnya di selangkangan Arif. Beberapa saat kemudian Om Dewa memberi kode agar aku mengisap kemaluan Arif. Aku menuruti. Daripada aku ditembak dari belakang seperti itu. Ku naiki tubuh Arif dari atas lalu mengisap kemaluannya. Posisi kemaluanku pun tepat berada tepat di atas mulut Arif. Kami lalu melakukan posisi yang disebut "69", sementara Om Dewa terus menikmati lubang dubur Arif.

KONTOL PERTAMA DI LIANG DUBURKU

Beberapa saat kemudian, Om Dewa mencabut kemaluannya dari dubur Arif. Tampak ia mencopot kondom dari kemaluannya, lalu diganti dengan kondom baru. Ia juga mengambik cairan pelicin. Aku dan Arif masih tengah beraksi 69 ketika Om Dewa mendekatiku dari arah belakang. Posisiku yang sedang nungging di atas wajah Arif merupakan sasaran yang empuk bagi Om Dewa sebab pantatku menhadap ke atas. Tanpa memberi peringatan terlebih dahulu, Om Dewa menghujamkan batangnya ke arah liang duburku. Aku tersentak kaget dan kesakitan. Tapi Om Dewa justru tambah bernafsu. Liangku yang masih super ketat itu diperawaninya tanpa ampun. Ku coba untuk menahan rasa nyerinya ketika batangnya seperti mengebor ke dalam. Aku berusaha konsentrasi pada sedotan dan permainan lidah Arif di kemaluanku, agar ada sensasi yang mengimbangi perih di belakangku.

"Aaaaahhh... ohhhh....", aku merintih kesakitan ketika Om Dewa mulai gerakan maju mundur. Namun ia malah makin menjadi-jadi mendengar rintihanku.setelah beberapa saat kemudian nyeri itu memang mulai berkurang. Aku tetab berusaha bertahan sampai akhirnya....

"Aughhh... aughh....", Om Dewa mendesah seiring tumpahnya air maninya dalam kondom, dalam duburku. Aku tak kuat lagi. Aku berdiri dengan lunglai setelah Om Dewa mencabut kemaluannya dari belakangku. Arif langsung mengocok sendiri kemaluannya sampai keluar air maninya. Dan seperti adegan kemaren, Om Dewa kembali melumat mani Arif yang berhamburan itu. Kali ini aku tidak jijik lagi melihatnya, mungkin karena aku sendiri sibuk menahan rasa sakit yang kembali menguat. Kemaluanku sendiri langsung turun, sebab tidak terasa nikmat lagi. Tanpa disadari, ternyata duburku berdarah! Cukup banyak darahnya, membuat Om Dewa dan Arif jadi agak panik. Aku segera diajak ke kamar mandi. Ku bersihkan duburku dengan air dan tisu.Terasa perih ketika terkena air. Aku tutupi dengan tisu agar darahnya berhenti mengucur. Lalu aku kembali ke kamar dan berbaring di ranjang dalam keadaan telungkup. Tubuhku terlalu lunglai untuk bangun. Makanya aku terus berbaring sementara Om Dewa dan Arif bersih-bersih di kamar mandi.

BAYARAN PERTAMAKU

Singkat cerita, 10 menit kemudian aku telah selesai membersihkan badan dan mengenakan pakaian.Pendarahannya telah berhenti, walau masih tetap nyeri. Om Dewa menyerahkan segepok duit ke dalam genggamanku. Dia juga memberi kepada Arif. Aku tidak memperhatikan duit itu, langsung ku masukkan ke saku celanaku.Arif membantuku jalan perlahan, sebab kawatir kalau duburku berdarah lagi. Jalanku agak canggung juga, seolah-olah masih ada sesuatu menyelip di selangkanganku.

Dalam perjalanan kembali dari hotel, batulah aku mengeluarkan lagi duit yang tadi dikasih sama Om Dewa. Setelah dihitung, ternyata jumlahnya `1 juta! Gile bener, jarang-jarang terjadi aku menggenggam uang 1 juta di tanganku. Rasa perihku agak terobati.

"Gile Yo, aku aja ngucing selama ini gak pernah dikasih sebanyak itu sama tamu!", seru Arif. Rupanya "keperawanan"-ku memang dibayar lumayan mahal. Arif menyuruhku membeli semacam obat untuk mengencangkan duburku lagi. Aku menurut saja. Malam harinya barulah terasa efeknya. Tubuhku demam, menggigil. Arif membelikan obat antibiotik untuk aku konsumsi selama 3 hari. Aku benar-benar harus istirahat. Mungkin cukup itu saja dulu.

Di kamar kost Arif, sambil memegang sisa duit yang masih cukup banyak, pikiranku melanglangbuana lagi. Aku teringat istriku Marni, dan anakku Bayu di desa. Marni, maafkan aku... aku telah bernoda sekarang. Namun biarlah semua ini ku tanggung. Aku hanya punya satu tujuan, membahagiakan kamu dan anak kita. Meskipun sangat berat resiko yang harus ku tanggung.

Tadinya aku berpikir bahwa mungkin cukup sekali itu, dan aku harus kembali ke desa. Tapi uang memang racun. Setelah tahu dan mengalami bahwa kerja begituan dapat mendatangkan uang banyak, aku pun berubah pikiran. Mungkin untuk kali berikutnya aku sudah lebih lancar melayani tamu. Walaupun bayarannya tidak sebesar yang pertama, tapi aku bisa mengumpulkan uang lumayan banyak. Teknik yang diajarkan Arif cukup manjur. Sepertinya lubang duburku telah rapat lagi setelah beberapa hari. Arif sudah sipa untuk menjualku lagi kepada orang lain, dengan jualan bahwasanya aku masih "perawan". Namun aku sendiri tidak tahu apakah aku sanggup berakting. Sebab beda sekali sebelum aku pertama kali mengalaminya, dan yang seterusnya. Tapi demi bayaran yang tinggi, aku coba ikuti arus permainan Arif. Di benakku, sudah kepalang basah, sekalian mandi saja...

BERSAMBUNG

PESAN: Halo, ketemu lagi! Mudah-mudahan kisah yang ku tulis ini dapat menghibur pembaca MOTNES. Ini masih bagian ke-2 pengalaman si Triyo. Penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya? Harap sabar menanti lanjutan kisahnya. Sementara itu, jika ada saran, kritikan, atau sekedar ingin kenal, silahkan email aku ke: versusierra@gmail.com pasti di-reply. Atau add aku sebagai friend di Facebook dengan email yang sama. Aku juga melayani konsultasi psikologi dengan teman-teman yang memerlukannya. Baca juga kisah nyata hidupku di MOTNES, cek pada daftar di bawah ini, semua yang berjudul "A VERSUS STORY" (01-14). Baiklah, sampai ketemu di lanjutan kisah Triyo, atau di kisah-kisah lainnya. Terima kasih!

VERSUS (versusierra@gmail.com)

###

Popular Blogs From MenOnTheNet.com

Please support our sponsors to keep MenOnTheNet.com free.

21 Gay Erotic Stories from VERSUS

! A Abdichandra SH

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

01 Jun 2003

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

A Versus Story 01: Layu Sebelum Berkembang, Part 1

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-3 yang ku tulis di MOTN. Namun kisah yang satu ini seharusnya menjadi yang pertama karena ini adalah pengalamanku yang paling awal. Bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya, mohon maaf karena email address lama tidak aktif lagi. Jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 02: Layu Sebelum Berkembang, Part 2

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-4 yang ku tulis di MOTN. Ini adalah kelanjutan dari Part 1 kisah yang sama. Jika anda belum membacanya, silahkan dibaca dulu sebelum melanjutkan ke Part 2 ini. Terima kasih bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya. Seperti biasa, jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 03: Pengalaman di SMP, Part 1

PESAN: Hai... nama saya Versus, orang Jawa tapi keturunan Prancis. Saya akan menghadirkan secara berkala beberapa kisah nyata yang pernah saya alami sendiri. Judulnya selalu "A Versus Story" diikuti dengan judul artikelnya. Bagi yang ingin kenalan atau komentar, silahkan kirim e-mail ke versusierra@gmail.com dan pasti akan dibalas. KISAH: Namaku Versus. Aku adalah seorang gay 100%

A Versus Story 04: Pengalaman di SMP, Part 2

PESAN: Hi, jumpa lagi dengan Versus. Bagi yang belum membaca bagian pertama, baca dulu deh... biar nyambung dengan yang kedua ini. Judul kisahku selalu dimulai dengan "A Versus Story" lalu dilanjutkan dengan judulnya. Yang ingin kenalan, komentar atau kritik, silahkan hubungi aku di versusierra@gmail.com. Selamat membaca! KISAH: Hari terakhir Ebtanas adalah hari yang paling melegakan.

A Versus Story 05: Gita Cinta dari SMA, Part 1

PESAN: Halo, jumpa lagi dengan Versus. Kali ini aku lanjutkan kisah nyataku dengan pengalaman ketika memasuki SMA. Jangan lupa baca kisah-kisahku terdahulu. Bagi yang ingin sumbang saran, kritik, komentar, atau ingin kenalan, kirim aja email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti semuanya dibalas, thanks! KISAH: Hari pertama di SMA adalah saat yang sangat indah bagiku,

A Versus Story 06: Gita Cinta dari SMA, Part 2

PESAN: Gimana kisahku dengan Raka? Lumayan seru? Ini adalah kelanjutannya, di mana Raka akhirnya bisa bersikap aktif. Pokoknya, baca terus kisah-kisah nyata tentang diriku yang aku muat di MOTN. Bagi yang telah memberi saran, kritik dan komentar, atau yang ajak kenalan, terima kasih ya... Aku akan berusaha membalas semua email yang masuk. Bagi yang belum, silahkan kirim email ke:

A Versus Story 07: Gita Cinta dari SMA, Part 3

PESAN: Wah ternyata rangkaian kisah hidupku banyak diminati. Terima kasih kepada semua yang telah mengirim email, baik itu berisi saran atau sekedar komentar. Yang ingin kenalan, silahkan email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti dibalas! Aku juga bersedia menerima Konsultasi Psikologi bagi anda yang punya masalah. Tanpa biaya dan kerahasiaan terjamin. Nah, sekarang silahkan

A Versus Story 08: Asmara di Puncak Gunung

PESAN: Terkadang seorang sahabat itu lebih dekat dengan kita dibandingkan seorang saudara. Tapi apa jadinya jika persahabatan telah melibatkan birahi? Ikuti kisahku di masa pubertas, sebuah kisah nyata. Bagi yang telah membaca kisah-kisahku sebelumnya dan telah mengirim email, aku ucapkan terima kasih banyak. Bagi yang ingin kontak untuk memberi komentar / saran, atau hanya sekedar

A Versus Story 09: Jadi Pramubirahi, Part 1

PESAN: Jumpa lagi dalam rangkaian kisah nyata hidupku yang ke-9. Khusus untuk edisi yang ini, mungkin tidak ada yang berbau erotis. Kisah erotisnya dimulai di kisah 10 berikutnya (sambungan yang ini) ketika aku menjadi gigolo, tapi tidak lengkap kalau tidak diikuti dari kisah 09 ini. Bagaimana dengan kisahku yang sebelumnya? Silahkan baca seri 01-08, thanks! Seperti biasa, yang ingin

A Versus Story 10: Jadi Pramubirahi, Part 2

PESAN: Terima kasih telah membaca kisahku seri 09, kelanjutannya dapat anda temui di sini. Komentar? Saran? Berkenalan? Hubungi: versusierra@gmail.com, thanks! KISAH: Dalam keadaan setengah mabuk ku lihat pak Liong berbisik dengan salah-seorang pelayan. Setelah itu, sang pelayan mengajakku ke belakang. "Ivan, kamu mau dapat uang banyak, kan?! Nah, aku punya tawaran untukmu, tapi

A Versus Story 11: Jadi Pramubirahi, Part 3

PESAN: Wah, saya tak menyangka sambutan dari pembaca MOTN cukup antusias. Terima kasih. Bagi yang ingin berkomentar atau kenalan, silahkan hubungi: versusierra@gmail.com, pasti dibalas! Sekarang ikuti kelanjutan kisah nyataku sebagai gigolo di Jakarta... KISAH: Tak terasa sudah hampir 6 bulan berlalu sejak aku mendapatkan tamu pertamaku. Aku tetap kerja sebagai penyanyi seperti biasa di

A Versus Story 12: Cinta Bersemi di Kampus

PESAN: Tak disangka rangkaian kisah nyata hidupku sejak kecil sampai masuk kuliah ini sudah mencapai 12 seri. Terima kasih atas dukungan banyak pihak melalui email selama ini. Yang belum sempat, silahkan kirim email ke: versusierra@gmail.com, pasti direply. Thanks! KISAH: Meskipun sekolahku sempat terbengkalai (baca kisah sebelumnya), tapi akhirnya aku bisa tamat SMA, bahkan dengan NEM

A Versus Story 13: Badai Pasti Berlalu

PESAN: 12 seri kisah nyata hidupku sampai masa kuliah telah ku tuliskan. Berikut ini adalah pengalamanku setelah aku lulus menjadi sarjana dan takdir membawaku kembali ke Jakarta. Ada komentar atau sekedar ingin kenalan? Silahkan email ke: versusierra@gmail.com, pasti dibalas. Terima kasih. KISAH: Lulus dengan status suma cumlaude atau A+ tentunya membuat orangtuaku sangat bangga

A Versus Story 14: Di Negeri Orang

PESAN: Aku menulis kisah ini pada bulan Mei 2003. Ini adalah bagian paling aktual kisah nyata diriku sampai sampai saat ini aku telah bekerja di Bangkok. Memang bukan yang terakhir, sebab setelah ada pengalaman baru, aku akan melanjutkan lagi kisah hidupku di masa mendatang mulai seri 15 dan seterusnya. Seperti biasa, aku harapkan komentar atau saran pembaca, atau sekedar ingin kenalan pun

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.2

KEPUTUSAN PUN KU AMBILPagi itu, tidak seperti biasanya, Arif justru bangun lebih awal dariku. Mungkin karena semalam aku melamun dan berpikir selama beberapa jam, dan baru bisa terlelap menjelang subuh. Bahkan Arif sudah selesai mandi ketika aku berdiri dari pembaringan.

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.3

SEBULAN PERTAMASebulan sudah aku berada di Jakarta. Sebagai pendatang baru di dunia kucing (pelacur pria -red), aku tidak sepi dari tamu. Uang yang ku simpan sudah lumayan banyak, meskipun aku tetap harus berbagi dengan Arif. Pasalnya, Ariflah yang mencarikan tamu untukku, sebagai manager-lah ibaratnya, aku tinggal layani tamu aja setelah ada orderan. Aku juga tetap tinggal di kosan Arif,

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.4

BAGAI TERSAMBAR PETIRSetelah sekian lama menunggu tanpa adanya tanda-tanda Mas Doni sama sekali, aq coba untuk mencari bapak penjaga rumah itu guna menanyakan di mana tuannya berada. Baru saja aku berdiri dari sofa, tiba-tiba terdengar langkah kaki turun dari tangga.

Malam yang Indah di Bali

Malam itu, Garuda Indonesia GA-418 yang ku tumpangi dari Jakarta ke Denpasar seharusnya dijadwalkan jam 21.20 WIB dan tiba jam 00.05 WITA, ternyata telat 30 menit. Alhasil, sudah hampir jam 00.01 malam ketika aku melangkah keluar dari Terminal Kedatangan Domestik di Bandara Internasional Ngurah Rai. Meskipun tengah malam, tapi airport itu tampai ramai. Maklumlah, waktu itu bertepatan dengan musim

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story