Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

A Versus Story 08: Asmara di Puncak Gunung

by VERSUS


PESAN:

Terkadang seorang sahabat itu lebih dekat dengan kita dibandingkan seorang saudara. Tapi apa jadinya jika persahabatan telah melibatkan birahi? Ikuti kisahku di masa pubertas, sebuah kisah nyata. Bagi yang telah membaca kisah-kisahku sebelumnya dan telah mengirim email, aku ucapkan terima kasih banyak. Bagi yang ingin kontak untuk memberi komentar / saran, atau hanya sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: versusierra@gmail.com dan pasti ku balas!

KISAH:

Naik kelas 2 SMA, hubunganku dengan Raka (baca kisahku seri 05-07) mulai merenggang, meskipun kami masih sering ketemu dan kadang-kadang having sex juga, setidaknya sampai Raka pindah sekolah. Selain bergaul di sekolah, di rumah pun ada beberapa anak tetangga yang sebaya denganku dan menjadi temanku. Kami sering ketemu terutama di sore dan malam hari.

Adalah Alwi, seorang anak tetangga yang akhirnya menjadi akrab denganku. Padahal sebenarnya aku berteman dengan adiknya, si Joni, yang sebaya denganku. Alwi sendiri baru saja tamat SMA dan tidak terus ke perguruan tinggi sebab orangtuanya kurang mampu. Mula-mulanya tidak terlalu dekat denganku, sebab jika aku main ke rumahnya, yang ku cari tentunya adalah si Joni, adikknya. Perawakan Alwi tinggi dan proporsional, berbeda dengan adiknya. Parasnya pun kelihatan jauh lebih keras ketimbang Joni yang tampak imut. Dari seringnya aku main ke rumah mereka, aku tahu bahwa Alwi pintar bermain gitar. Aku sendiri sebenarnya ingin sekali bermain gitar, tapi jariku selalu saja kesakitan jika menekan dawainya. Namun kalau alat musik piano, boleh dibilang aku sangat mahir. Wajar aja, sejak sebelum aku lahir, di rumah telah ada sebuah piano klasik, benda yang sangat disayangi ayahku. Aku belajar piano secara autodidak karena ayahku hampir tidak punya waktu untuk mengajariku, dan aku tidak pernah mau ikut les sebab rasanya terlalu teoritis.

Setiap kali aku ke rumah Joni dan melihat si Alwi bermain gitar, aku jadi terkagum-kagum. Dia sanggup memainkan melody lagu dengan terampil dan artistik. Justru karena aku tidak terlalu pintar bermain gitar, maka aku minta Alwi mengajarkannya kepadaku. Itulah awalnya kami mulai berteman akrab. Lagi pula si Alwi ingin "tukar ilmu" denganku. Aku sering mengajaknya bermain piano di rumah, tentunya saat ayahku sedang keluar, sebab beliau tidak suka ada yang mengutak-atik piano antik itu, kecuali beliau dan aku. Terkadang aku dan Alwi juga suka berduet, aku main piano dan dia main gitar. Hal itu membuat aku makin tertarik padanya, apalagi wajahnya memang ganteng, dan menurutku posturnya sangat sexy. Anyway, yang paling utama membuatku tertarik ialah kepintarannya bermain gitar.

Persahabatanku dengan Alwi makin lama semakin akrab, apalagi ternyata kami sama-sama suka hiking dan mendaki gunung. Justru adiknya, si Joni, tidak punya hobi seperti itu, sehingga akhirnya aku malah akrab dengan kakaknya. Kalau mendaki gunung bersama, Alwi selalu membawa gitarnya. Aku sih ingin juga membawa piano, tapi bagaimana mungkin? Nah, kalau lagi di puncak gunung, Alwi bermain gitar dan aku menyanyi. Salah satu lagu favorit kami ialah "Always Somewhere". Aku hafal liriknya sehingga tak perlu membawa song book segala.

Suatu hari aku diajak Alwi mendaki gunung. Kami hanya pergi bertiga, aku, Alwi dan seorang temannya lagi yang bernama Edi. Dia bukan tetangga kami, tapi mantan teman sekelas Alwi di SMA. Ketika tengah mendaki, aku sempat tergelincir dan nyaris masuk jurang. Tasku jatuh ke jurang, tapi Alwi dan Edi bisa menyelamatkanku. Kami beristirahat sejenak, lalu terus mendaki sampai ke puncak.

Matahari sudah hampir terbenam saat kami tiba di puncak. Angin dingin behembus cukup kencang, membuat kami merasa lapar. Alwi mengeluarkan bekal makan malam untuk kami bertiga. Malam makin larut, udara dingin mulai menusuk, tapi hembusan angin agak mereda. Tak banyak pendaki gunung lain malam itu, sehingga kami leluasa memilih tempat untuk membuat api unggun kecil. Selama beberapa jam kami bernyanyi bersama di dekat api unggun sambil menghangatkan tubuh. Si Edi yang duluan menyerah, ia segera membuka kantong tidurnya, dan seperti mengacuhkan berisiknya nyanyian kami, hanya dalam beberapa menit dia sudah tertidur. Kira-kira sejam kemudian aku dan Alwi juga memutuskan untuk tidur. Aku sempat bingung juga, sebab kantong tidurku turut jatuh ke jurang bersama tasku. Untunglah Alwi membawa tenda kecil. Memang dia kurang suka memakai kantung tidur. Aku membantu Alwi membuka dan memasang tendanya. Aku merasa tidak enakan juga, sebab tampaknya tenda itu terlalu kecil untuk kami berdua. Namun Alwi dapat ide bagus. Kami tiduran dengan kaki terjulur ke luar tenda. Selimutnya hanya satu, jadi terpaksa kami pakai berdua.

Meskipun sudah beberapa kali kami mendaki bersama, tapi baru sekarang aku tidur setenda dengan Alwi. Aku jadi deg-degan, walau terbungkus jaket dan selimut, Alwi yang terbaring hanya beberapa cm dariku kelihatan sangat menggiurkan di terpa sinar bulan dan cahaya dari sisa-sisa api unggun. Aku gelisah, sulit terlelap, pandanganku tak putus-putusnya ke arah wajah yang tampan dan macho itu.

Lamunanku tiba-tiba buyar ketika Alwi membuka matanya dan menyapa, "Kenapa Ver? Nggak bisa tidur ya? Mungkin kamu kedinginan. Kamu pake sendiri aja selimutnya supaya lebih hangat. Terlalu kecil untuk kita berdua."

"Oh, nggak usah, aku nggak apa-apa kok. Begini aja udah cukup", jawabku.

"Oke, kalau begitu kamu mendekat sedikit ke sini, supaya selimutnya muat", ajak Alwi.

Walaupun aku merasa agak canggung, ku terima tawarannya. Ku geserkan tubuhku mendekatinya, tapi aku terkejut seperti kesetrum ketika Alwi kemudian merangkul tubuhku. Aku tahu Alwi tidak berpikiran macam-macam, sebab dia memang bukan gay. Maksudnya merangkulku ialah supaya aku merasa hangat. Alwi segera meneruskan tidurnya, tetapi aku tidak bisa. Wajahku terlalu dekat dengan wajahnya sehingga hanya dengan satu gerakan kecil saja bibir kami bisa saling bersentuhan. Nafasnya yang memburu namun segar menerpa wajahku, membuat aku menjadi terangsang. Aku jadi gelisah, tapi tidak berani bergerak sedikit pun. Pelukan Alwi bukan hanya memberi kehangatan terhadap tubuhku, tapi juga bathinku. Aku merasa seperti terlindungi.

Malam semakin larut dan akhirnya aku terlelap juga sebab pendakian tadi dan kejadian aku nyaris masuk jurang sudah sangat memeras tenagaku. Menjelang subuh aku terbangun lagi, tubuhku menggigil diserang rasa dingin. Sepertinya tahu aku kedinginan, Alwi mempererat pelukannya. Tanganku terjepit di antara paha kami, tak sengaja menyentuh tonjolan di selangkangannya. Kepala kami yang sudah saling menempel satu sama lain, membuatku tak bisa menahan diri lagi. Sesaat kemudian, ku remas mesra tonjolan yang sudah sejak tadi merangsang tanganku, membuat pemiliknya terkejut.

"Ver, geli ah...", ujar Alwi sambil membuka matanya. Ia pikir aku sedang becanda, jadi ia hanya tersenyum aja.

"Tenang aja...", bisikku, sambil memasukkan tanganku ke balik celana training berkaret yg Alwi kenakan. Ku genggam batang kontol Alwi yang kayaknya sudah ngaceng, mungkin karena subuh. Besar juga! Alwi hanya terdiam, mungkin dia merasa heran sebab baru sekarang ada lelaki lain yang menggenggam penisnya seperti itu. Ku gosok-gosokkan tanganku dengan perlahan dan lembut, membuat Alwi mengerang kecil dan memejamkan matanya. Ku coba menarik tanganku dari selangkangannya, tapi Alwi buru-buru menahan dengan tangannya, seolah memberi isyarat bahwa aku boleh teruskan. Makanya ku serudukkan tanganku makin dalam, mencapai kantung biji zakarnya. Ku permainkan jari-jariku dengan lincah di sana, sehingga Alwi menggeliat keenakan. Rasanya ada yang basah, pasti precum-nya mulai keluar karena rangsangan yang ku berikan. Ku pijat lembut kontolnya dengan gerakan naik turun.

Tak berapa lama kemudian, Alwi memberi kode agar aku mengeluarkan tanganku dulu dari celananya. Alwi memasukkan kakinya yang tadinya terjulur ke luar tenda, dan aku pun mengikutinya, sampai tenda itu benar-benar sesak oleh kami berdua. Aku ingin nyelonong ke bawah agar mulutku mencapai selangkangannya, tapi ruang yang ada terlalu sempit. Lantas aku duduk bersila di dekat tubuhnya. Badanku terpaksa ku jongkokkan demi menggapai kontolnya yang sudah seperti buahan ranum itu. Ketika bibirku menyentuh kepala kontolnya, lidahku langsung berputar-putar di sekitarnya, membuat tubuh Alwi bergetar. Dinginnya udara puncak gunung di subuh hari itu seolah tak terasakan oleh Alwi ketika aku memelorotkan celananya sampai ke batas lutut. Di depanku kini terhampar pemandangan yang indah, kontol seorang lelaki jantan lengkap dengan asesorisnya (jambut halus dan kantong biji zakar). Segera ku santap "sarapan" yang kepagian itu. Mulutku yang sudah terlatih oleh beberapa pengalaman sebelumnya mungkin terasa lebih nikmat daripada memek wanita. Aku sendiri kurang tahu persis kalau dia masih perjaka atau tidak, tapi aku yakin inilah pertama kali ada mulut lelaki yang menggerayangi kontolnya.

"Ah, ah, ah, ah... terusin Ver... terusin...", rintihnya ketika gerakan memompa kontolnya dengan mulut ku percepat. Kini Alwi bahkan berusaha mengangkat-angkat pinggulnya. Gerakanku kian membuas, sampai akhirnya Alwi mendorong kepalaku hingga kontolnya benar-benar tertancap di pangkal lidahku, lalu...

"Aaaa... aaaaa.... aaaa....", rintih Alwi tersendat-sendat seirama dengan semprotan air mani segar beberapa kali yang terasa hangat di rongga mulutku. Ku telan semua "air kelelakian" Alwi. Sampai ia menghempaskan pinggulnya ke tikar, barulah aku membebaskan burung perkasa yang barusan muntah itu dari perangkap mulutku. Ku lihat masih ada sedikit tetesan mani di ujung kontolnya dan ku bersihkan dengan tepian kaosnya yang sedikit nyembul di bawah jaketnya.

Alwi tidak membuka matanya. Dia tertidur saking nikmat dan lelahnya. Namun aku berusaha menarik celananya yang melorot ke lutut itu lalu ku rapikan. Setelah itu aku segera keluar dari tenda untuk melihat keadaan di sekeliling. Aku kuatir jika Edi yang tidur di kantong hanya beberapa meter dari tenda terbangun sebab tadi kami cukup berisik. Ternyata tidak, Edi sepertinya tertidur lelap sekali. Di ufuk timur sudah kelihatan terang walau matahari belum terbit. Aku mengambil air dari termos dan ku kumur-kumur mulutku supaya sisa-sisa mani tidak menimbulkan bau yang menyengat.

Itulah salah satu pengalaman indah yang pernah ku lalui dengan Alwi. Yang jelas, setelah peristiwa itu, aku sering berhubungan seks dengan Alwi setiap kali ada kesempatan, termasuk dalam kamarku sendiri. Di lain pihak, aku juga masih tetap bisa menikmati Raka, walaupun pertemuan kami sudah agak jarang sampai akhir semester III. Alwi hanya salah satu dari beberapa lelaki dalam hidupku di masa pubertas. Akan ku ungkapkan yang lainnya di kisah-kisah selanjutnya.

SELESAI

###

21 Gay Erotic Stories from VERSUS

! A Abdichandra SH

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

01 Jun 2003

PESAN: Kisah ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh dan lokasi, maka itu hanya kebetulan semata dan di luar kesengajaan penulis. Selain beberapa karya fiksi, penulis juga telah memuat di MOTN rangkaian kisah nyata pengalaman pribadi penulis dalam seri "A VERSUS Story". Bagi yang ingin memberi komentar atau sekedar kenalan, silahkan kirim email ke: asmaraku@sctvnews.com

A Versus Story 01: Layu Sebelum Berkembang, Part 1

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-3 yang ku tulis di MOTN. Namun kisah yang satu ini seharusnya menjadi yang pertama karena ini adalah pengalamanku yang paling awal. Bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya, mohon maaf karena email address lama tidak aktif lagi. Jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 02: Layu Sebelum Berkembang, Part 2

PESAN: Hai there, ini adalah kisah ke-4 yang ku tulis di MOTN. Ini adalah kelanjutan dari Part 1 kisah yang sama. Jika anda belum membacanya, silahkan dibaca dulu sebelum melanjutkan ke Part 2 ini. Terima kasih bagi yang telah mengirim email tanggapan atas kisahku sebelumnya. Seperti biasa, jika ingin mengirim komentar, saran atau sekedar kenalan silahkan layangkan ke versusierra@gmail.com

A Versus Story 03: Pengalaman di SMP, Part 1

PESAN: Hai... nama saya Versus, orang Jawa tapi keturunan Prancis. Saya akan menghadirkan secara berkala beberapa kisah nyata yang pernah saya alami sendiri. Judulnya selalu "A Versus Story" diikuti dengan judul artikelnya. Bagi yang ingin kenalan atau komentar, silahkan kirim e-mail ke versusierra@gmail.com dan pasti akan dibalas. KISAH: Namaku Versus. Aku adalah seorang gay 100%

A Versus Story 04: Pengalaman di SMP, Part 2

PESAN: Hi, jumpa lagi dengan Versus. Bagi yang belum membaca bagian pertama, baca dulu deh... biar nyambung dengan yang kedua ini. Judul kisahku selalu dimulai dengan "A Versus Story" lalu dilanjutkan dengan judulnya. Yang ingin kenalan, komentar atau kritik, silahkan hubungi aku di versusierra@gmail.com. Selamat membaca! KISAH: Hari terakhir Ebtanas adalah hari yang paling melegakan.

A Versus Story 05: Gita Cinta dari SMA, Part 1

PESAN: Halo, jumpa lagi dengan Versus. Kali ini aku lanjutkan kisah nyataku dengan pengalaman ketika memasuki SMA. Jangan lupa baca kisah-kisahku terdahulu. Bagi yang ingin sumbang saran, kritik, komentar, atau ingin kenalan, kirim aja email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti semuanya dibalas, thanks! KISAH: Hari pertama di SMA adalah saat yang sangat indah bagiku,

A Versus Story 06: Gita Cinta dari SMA, Part 2

PESAN: Gimana kisahku dengan Raka? Lumayan seru? Ini adalah kelanjutannya, di mana Raka akhirnya bisa bersikap aktif. Pokoknya, baca terus kisah-kisah nyata tentang diriku yang aku muat di MOTN. Bagi yang telah memberi saran, kritik dan komentar, atau yang ajak kenalan, terima kasih ya... Aku akan berusaha membalas semua email yang masuk. Bagi yang belum, silahkan kirim email ke:

A Versus Story 07: Gita Cinta dari SMA, Part 3

PESAN: Wah ternyata rangkaian kisah hidupku banyak diminati. Terima kasih kepada semua yang telah mengirim email, baik itu berisi saran atau sekedar komentar. Yang ingin kenalan, silahkan email ke: versusierra@gmail.com (email yang baru), pasti dibalas! Aku juga bersedia menerima Konsultasi Psikologi bagi anda yang punya masalah. Tanpa biaya dan kerahasiaan terjamin. Nah, sekarang silahkan

A Versus Story 08: Asmara di Puncak Gunung

PESAN: Terkadang seorang sahabat itu lebih dekat dengan kita dibandingkan seorang saudara. Tapi apa jadinya jika persahabatan telah melibatkan birahi? Ikuti kisahku di masa pubertas, sebuah kisah nyata. Bagi yang telah membaca kisah-kisahku sebelumnya dan telah mengirim email, aku ucapkan terima kasih banyak. Bagi yang ingin kontak untuk memberi komentar / saran, atau hanya sekedar

A Versus Story 09: Jadi Pramubirahi, Part 1

PESAN: Jumpa lagi dalam rangkaian kisah nyata hidupku yang ke-9. Khusus untuk edisi yang ini, mungkin tidak ada yang berbau erotis. Kisah erotisnya dimulai di kisah 10 berikutnya (sambungan yang ini) ketika aku menjadi gigolo, tapi tidak lengkap kalau tidak diikuti dari kisah 09 ini. Bagaimana dengan kisahku yang sebelumnya? Silahkan baca seri 01-08, thanks! Seperti biasa, yang ingin

A Versus Story 10: Jadi Pramubirahi, Part 2

PESAN: Terima kasih telah membaca kisahku seri 09, kelanjutannya dapat anda temui di sini. Komentar? Saran? Berkenalan? Hubungi: versusierra@gmail.com, thanks! KISAH: Dalam keadaan setengah mabuk ku lihat pak Liong berbisik dengan salah-seorang pelayan. Setelah itu, sang pelayan mengajakku ke belakang. "Ivan, kamu mau dapat uang banyak, kan?! Nah, aku punya tawaran untukmu, tapi

A Versus Story 11: Jadi Pramubirahi, Part 3

PESAN: Wah, saya tak menyangka sambutan dari pembaca MOTN cukup antusias. Terima kasih. Bagi yang ingin berkomentar atau kenalan, silahkan hubungi: versusierra@gmail.com, pasti dibalas! Sekarang ikuti kelanjutan kisah nyataku sebagai gigolo di Jakarta... KISAH: Tak terasa sudah hampir 6 bulan berlalu sejak aku mendapatkan tamu pertamaku. Aku tetap kerja sebagai penyanyi seperti biasa di

A Versus Story 12: Cinta Bersemi di Kampus

PESAN: Tak disangka rangkaian kisah nyata hidupku sejak kecil sampai masuk kuliah ini sudah mencapai 12 seri. Terima kasih atas dukungan banyak pihak melalui email selama ini. Yang belum sempat, silahkan kirim email ke: versusierra@gmail.com, pasti direply. Thanks! KISAH: Meskipun sekolahku sempat terbengkalai (baca kisah sebelumnya), tapi akhirnya aku bisa tamat SMA, bahkan dengan NEM

A Versus Story 13: Badai Pasti Berlalu

PESAN: 12 seri kisah nyata hidupku sampai masa kuliah telah ku tuliskan. Berikut ini adalah pengalamanku setelah aku lulus menjadi sarjana dan takdir membawaku kembali ke Jakarta. Ada komentar atau sekedar ingin kenalan? Silahkan email ke: versusierra@gmail.com, pasti dibalas. Terima kasih. KISAH: Lulus dengan status suma cumlaude atau A+ tentunya membuat orangtuaku sangat bangga

A Versus Story 14: Di Negeri Orang

PESAN: Aku menulis kisah ini pada bulan Mei 2003. Ini adalah bagian paling aktual kisah nyata diriku sampai sampai saat ini aku telah bekerja di Bangkok. Memang bukan yang terakhir, sebab setelah ada pengalaman baru, aku akan melanjutkan lagi kisah hidupku di masa mendatang mulai seri 15 dan seterusnya. Seperti biasa, aku harapkan komentar atau saran pembaca, atau sekedar ingin kenalan pun

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.2

KEPUTUSAN PUN KU AMBILPagi itu, tidak seperti biasanya, Arif justru bangun lebih awal dariku. Mungkin karena semalam aku melamun dan berpikir selama beberapa jam, dan baru bisa terlelap menjelang subuh. Bahkan Arif sudah selesai mandi ketika aku berdiri dari pembaringan.

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.3

SEBULAN PERTAMASebulan sudah aku berada di Jakarta. Sebagai pendatang baru di dunia kucing (pelacur pria -red), aku tidak sepi dari tamu. Uang yang ku simpan sudah lumayan banyak, meskipun aku tetap harus berbagi dengan Arif. Pasalnya, Ariflah yang mencarikan tamu untukku, sebagai manager-lah ibaratnya, aku tinggal layani tamu aja setelah ada orderan. Aku juga tetap tinggal di kosan Arif,

Maafkan Aku, Marni (Kisah Gigolo dari Desa) Part.4

BAGAI TERSAMBAR PETIRSetelah sekian lama menunggu tanpa adanya tanda-tanda Mas Doni sama sekali, aq coba untuk mencari bapak penjaga rumah itu guna menanyakan di mana tuannya berada. Baru saja aku berdiri dari sofa, tiba-tiba terdengar langkah kaki turun dari tangga.

Malam yang Indah di Bali

Malam itu, Garuda Indonesia GA-418 yang ku tumpangi dari Jakarta ke Denpasar seharusnya dijadwalkan jam 21.20 WIB dan tiba jam 00.05 WITA, ternyata telat 30 menit. Alhasil, sudah hampir jam 00.01 malam ketika aku melangkah keluar dari Terminal Kedatangan Domestik di Bandara Internasional Ngurah Rai. Meskipun tengah malam, tapi airport itu tampai ramai. Maklumlah, waktu itu bertepatan dengan musim

###
Popular Blogs From MenOnTheNet.com

Please support our sponsors to keep MenOnTheNet.com free.

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story