Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (10)

by Tri Sugihantoro


Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kontolnya seharian. Aku memenuhi keinginannya dengan senang juga akhirnya. Aku tinggalkan kontol yang terus ngaceng itu jika ada pembeli. Di hari lain ia akan menggenjot anusku sampai ia muncrat dua atau tiga kali. Padahal aku sudah kepayahan melayani nafsunya.

Hari yang membahagiakan adalah ketika Iwan, Jaka, dan Harun turut berpartisipasi. Kadang mereka datang bersama-sama. Kadang hanya berdua. Bahkan tak jarang hanya sendirian. Jaka yang paling sering kelihatannya sangat bernafsu menyetubuhiku. Aku pun merasa lebih nikmat bila mengemut atau dientot oleh kontol Jaka daripada dua temannya itu.

Aris sendiri sampai sekarang sudah tidak pernah kudengar suaranya. Kami tak lagi berkomunikasi. Ia sudah lupa janjinya barangkali. Aku sendiri sudah ada Bang Samsul, Jaka, Iwan, dan Harun yang siap menyumbat lubang mulut dan duburku dengan ketangguhan kontol mereka.

Pagi itu di hari Minggu ...

“Ro! Nanti Aris mau datang ke rumah ... kamu jangan pergi ke mana-mana!” Hah! Kami bisa bertemu lagi. Kupikir ia benar-benar melupakanku ...

Aris datang. Ia memelukku erat sekali. Aku pun sebenarnya tak ingin melepaskan dekapannya. Aku merindukannya! Setelah melepaskan diri dari dekapanku ia mencium tangan Mbak Laras takzim. Bang Samsul terlihat dingin menerima jabat tangannya. Cemburu?

Kami izin keluar rumah. Mbak Laras memaklumi kekangenan kami. Ia memberiku libur dari menjaga warung Minggu itu seharian. Kulihat Bang Samsul sekilas. Ia memandangi kami penuh curiga. Biarlah ... Aris lebih berhak atas diriku daripada pria Betawi berkontol besar itu.

Aris mengajakku ke tempat kosnya. Sepetak kamar sangat sederhana. Ia sekamar dengan teman kerjanya, Wisnu. Namun, hari itu Wisnu pulang ke rumah orang tuanya di bilangan Ciledug. Kami hanya berdua.

“Aku kangen banget sama kamu, Ro!” bisik Aris sambil menyelipkan tangannya yang kian kekar ke balik kemejaku. Kubalas bisikannya dengan merogoh celananya di bagian depan. Oh, my God! Kontol itu semakin besar saja!

“Buat kamu ...” ujar Aris menjawab kekagumanku. Aku mencumbui kontol itu penuh hasrat. Jauh lebih membara perasaan ini kepada Aris daripada kepada Bang Samsul. Yah, tentu saja! Dengan Aris aku merasakan kasih sayang dan kelembutan serta kekaguman. Ia pria yang mandiri dan penuh tanggung jawab. Bang Samsul? Tahu sendiri lah! ...

Pergumulan terus berlangsung. Hingga tengah hari Aris memintaku mengisap kontolnya. Dua kali ia keluar. Banyak sekali pejunya. Selama berjauhan denganku ia tidak berhubungan dengan siap pun. Ia juga tidak suka bermasturbasi. Kuat sekali. Setelah tengah hari ia mengentoti pantatku. Cukup lama kami sama-sama bertahan. Ia menunggu yang ketiga sedangkan aku yang pertama.

“Kamu tidak keluar, Ro? Biasanya baru dimasuki kamu sudah muncrat!” tanyanya heran.

“Aku tiap hari onani, Ris! Kamu jauh, sih ...” dustaku. Aris percaya. Sebelum kami berhomoan, ia sering memergokiku sedang melancap. Kadang ia menasehati tapi sering pula pura-pura tidak melihat.

Menjelang sore kami berhenti. Kami keluar bersamaan. Tidak ada pengaturan. Hati kami memang sudah terpaut.

“Sebenarnya aku ingin kamu tinggal dengan aku, Ro ...” ucapnya lirih sebelum mengantarku pulang.

“Yah, aku juga inginnya begitu, Ris! Namun, kasihan Mbak Laras ...” Aku ceritakan segala keburukan sifat dan sikap Bang Samsul kepada Aris. Namun, perselingkuhan kami sengaja kusembunyikan. Aris pun nampaknya tidak curiga. Ia bahkan memberiku seamplop uang.

“Buat daftar UMPTN (sekarang SPMB -Pen-)!” senyumnya penuh perhatian. Ia tahu kalau aku sangat ingin kuliah. Aku menangis. Betapa jahatnya aku yang telah mengkhianatinya.

Sepulangnya Aris, Bang Samsul sengaja mengajak aku pergi memancing. Mbak Laras pun tidak curiga. Ia benar-benar ingin memberiku libur sehari ini.

“Aris sudah sering ngentotin elo, kan?!” desis Bang Samsul di perjalanan. Kami tidak pergi memancing!

“Sejak dulu dia sekamar denganku, Bang ...” ujarku membela diri. Ia tidak puas dengan jawabanku. Ia mengajakku menuju persawahan di pinggir kampung dekat rumahku.

“Tadi seharian elo dientotin lagi, kan?” tanyanya lagi sambil meremas buah pantatku. Aku tak ingin berterus terang tetapi aku takut dengan Bang Samsul. Aku hanya menangis. Ia terus membawaku ke tengah sawah melewati pematang.

“Gue sange seharian, elo tahu?!” gugatnya padaku lagi. Ia berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah.

“Kan, ada Mbak Laras ...” ucapku pelan. Aku hendak duduk di sampingnya. Bang Samsul mengangkat tubuh dan memangkuku.

“Gue sudah lama nggak main sama dia. Dia sudah garing. Ngewe sama dia seperti ngewein bangkai!” cacinya penuh kekesalan. Ia membuka dan melepaskan celanaku. Aku menengok ke sekitar. Takut terlihat orang.

“Gue lebih demen sama bo’ol elo! Nggak ngentotin elo sehari bisa bikin gue puyeng ...” desis Bang Samsul. Kontolnya sudah masuk ke duburku. Akh, bekas Aris tadi memudahkannya membobol anusku. Ris! Maafkan aku ...

Dengan posisi berdiri Bang Samsul menusuk-nusukkan kontolnya ke pantatku. Aku digendongnya. Bang Samsul kuat sekali. Entah mengapa dengan posisi ini aku puas sekali. Apakah Bang Samsul ingin menunjukkan bahwa permainannya lebih dahsyat dibandingkan Aris?

Sepertinya ya! Kali ini ia benar-benar memberikan seluruh kejantanan dan keromantisannya padaku. Biasanya dia lebih suka dipuasi. Bahkan, kadang ia tidak peduli apakah aku menikmatinya atau tidak.

Bulan mulai kelihatan.

Bang Samsul terus menggojlok pantatku. Dua kali aku dibuatnya keluar. Ia sendiri tidak memuntahkan pejunya. Aku memintanya segera menyudahi. Gila! Seharian ini aku sudah tiga kali keluar dengan dua lelaki yang berbeda.

Aku kepayahan ...

“Gue selesaikan tetapi elo janji nggak akan main dengan lelaki lain tanpa seizin gue!” Bang Aris berbisik di depan wajahku. Tidak ada ancaman. Bahkan, yang kudengar ada nuansa permohonan di suaranya. Benarkah?

“Ya, bang ...” janjiku. Ia menciumi wajahku dengan lembut. Kontolnya terus melesak dalam ke duburku. Tangan kanannya menopang tubuhku yang bertengger di depan perutnya. Tangan kirinya memainkan kontolku yang kecil hingga mencapai ereksi 100%!

Multirangsangan yang diberikan Bang Samsul kepadaku membuatku tak mampu lagi menahan ejakulasiku. Aku mengerang. Bang Samsul pun sama.

AAAARRRGGGGHHHH ...

Bulan terus menyaksikan.

Malam itu Bang Samsul mencoba memberikan hatinya padaku. Ia pun berharap aku mau memberikan hatiku padanya. Aku belum bisa. Aku senang Bang Samsul berubah. Namun, separuh hatiku ada di Aris. Separuhnya lagi ... Fizkar, aku masih sering bermimpi tentang kamu!

(bersambung)

###

Popular Blogs From MenOnTheNet.com

Please support our sponsors to keep MenOnTheNet.com free.

9 Gay Erotic Stories from Tri Sugihantoro

1001 Kisah : Dosa-Dosaku

Ramadhan ini aku coba mengingat-ingat sudah berapa kontol yang aku dapatkan dalam hidupku. Ternyata sudah sangat banyak! Itu pun kemungkinan besar masih banyak yang kelupaan. Berikut aku coba sebutkan berdasarkan urutan kejadian:1. Seorang tukang rokok keliling. Siang itu sedang tidur di teras sebuah muholla kecil di kampusku di Rawamangun. Keadaan yang sepi memancing birahiku untuk

1001 Kisah : Si Juragan Kos (2)

Selama dua minggu ini Andri sudah tiga kali tidur di kamarku. Selama itu selalu berulang kejadian pertama tersebut. Namun, tidak lagi diawali dengan taruhan. Andri sudah mengerti keadaanku. Setiap dia ingin menuntaskan nafsunya, tinggal datang ke kamarku. Masih sebatas oral dan berjalan satu arah. Aku yang mengoral kontolnya yang besar itu. Jakarta, 18 Desember 2006 Kamar tengah akhirnya

1001 Kisah Gay: (1) Ketua Kelasku, Aries

Masuk sekolah baru. Aku yang sangat pemalu tentu saja sangat tersiksa. Selain orientasi seksualku yang sangat menyimpang, aku juga terlahir dari keluarga yang sangat miskin. Malu bergaul dengan teman-teman yang

1001 Kisah: Di Pos Satpam

“Siapa kamu!?” Pertanyaan Pak Satpam tersebut sangat mengejutkanku. Aku rasa lebih tepat jika disebut dengan hardikan. Kalau bertanya kok nadanya sadis amat? “Ssss…” tentu saja aku sangat gugup untuk menjawab pertanyaan (hardikan) tersebut. “Siapa!!” kali ini benar-benar berupa hardikan. “Tri, Pak…” dengan susah payah kukumpulkan keberanianku untuk menjawabnya. “Mau apa di sini!?”

1001 Kisah: Manfaat Kerja Bakti

Minggu pagi. Minggu yang cerah. Sebagian besar kaun bapak di RT-ku bergotong royong membersihkan lingkungan yang rutin dilaksanakan sebulan sekali. Rutinitas bulanan yang sangat aku sukai. Selain berolahraga aku juga bisa memanfaatkannya untuk memanjakan selera homoku. Bagaimana tidak? Para bapak itu umumnya hanya mengenakan celana pendek yang bias menunjukkan kekekaran paha dan betis mereka. Dan

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (10)

Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kontolnya seharian. Aku memenuhi keinginannya dengan senang juga akhirnya. Aku tinggalkan kontol yang terus ngaceng itu jika ada pembeli. Di hari lain ia akan menggenjot anusku sampai ia muncrat dua atau tiga kali. Padahal aku sudah kepayahan melayani nafsunya.

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (8)

Pagi hari setelah peristiwa terbaik sepanjang hidupku ... Ada keributan di depan sekolahku. Fizkar dikeroyok Doni dan belasan temannya. Dia berdarah-darah. Namun, tiga orang dari belasan lawannya sudah terkapar kesakitan. Aku tak berani mendekat. Seharusnya aku membantu Fizkar menghadapi Doni dan teman-temannya. Namun, aku tidak pernah berkelahi. Kalaupun pernah bertengkar pasti berakhir

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (9)

Aris tidak bermain-main dengan janjinya. Ia gantikan Fizkar dalam hidupku. Kamar tidur kami sudah berulang kali menjadi saksi kehangatan cinta kasih sepasang remaja lelaki. Selama dua tahun semuanya berlangsung. Fizkar tetap tidak ada berita. Kami lulus dengan nilai cukup baik. Aris mengikuti pesan bapaknya untuk langsung bekerja. Bukan hal yang sulit baginya yang memiliki banyak kelebihan.

1001 kisah: Si Juragan Kos (1)

Jakarta, 19 November 2006 Adalah sebuah anugerah yang tak ternilai yang kudapatkan di usiaku yang ke-30 ini. Rumah yang selama ini kukontrak sebesar enam juta rupiah per tahunnya kini telah menjadi milikku. Berawal dari jumlah hutang pemilik kontrakan yang terus bertambah padaku, keinginan naik haji, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya, membuat pemilik kontrakkan terpaksa menjualnya padaku

###

Web-01: vampire_2.0.3.07
_stories_story