Gay Erotic Stories

Corvee mungkin mengandung pengertian seperti "kerja bakti". Karena pada waktu corvee biasanya yang dikerjakan adalah membersihkan gedung, lapangan, atau kendaraan. Istilah corvee biasa digunakan di lingkungan militer, termasuk pendidikan militer. Waktu aku masih jadi Kadet (Taruna) di akademi militer (tidak perlu kusebut di negara mana) corvee hanya diadakan pada 3 bulan pertama masa pendidikan. Periode ini dikenal dengan nama Masa Latihan Dasar Militer dan para Kadet atau Taruna-Baru dalam periode itu masih berstatus Calon Prajurit Taruna (Capratar). Jika berhasil lulus melewati pendidikan ini, maka Capratar akan dilantik jadi Taruna. Para Capratar biasanya diperlakukan dengan kejam dan sadis oleh para Pelatih dan Taruna Senior. Oleh karena itu sebelum masuk Latihan Dasar Militer ini para pemuda yang lulus tes masuk akdemi militer diberi orientasi di Asrama Transito. Maksudnya agar mereka tidak terlalu shock dengan berbagai kekejaman dan penyiksaan, sehingga adanya Capratar yang drop out karena gangguan mental bisa dicegah. Corvee adalah salah contoh dari kejamnya perlakuan kepada Capratar. Corvee dilakukan Capratar setiap sore, pukul 15:00 sampai 17:00. Pada waktu corvee biasanya kantor akademi sudah kosong karena para pejabat dan staf sudah pulang, kecuali beberapa orang. Yang harus dikerjakan para Capratar adalah membersihkan seluruh gedung di kompleks akademi militer, merapikan seluruh halaman dan membersihkan semua kendaran dinas yang di parkir di kompleks akademi. Karena jumlah Capratar 100 orang maka hasilnya cukup baik. Selama 3 bulan itu suasana akademi militer yang sudah rapi itu bertambah rapi, bersih dan indah. Tidak ada yang aneh jika semua kegiatan itu dilakuakan denan cara biasa. Tetapi di akademi militer, corvee ini juga dijadikan sarana "pembentukan" alas "penyiksaan". Pada waktu corvee yang pasti semua Capratar harus telanjang bulat. Jika hanya telanjang bulat saja belum apa-apa. Yang sadis adalah bahwa selama corvee mereka "diawasi" oleh para Pelatih dan Taruna Senior. Tentunya para Pelatih dan Taruna Senior ini tidak mau kehilangan kesempatan untuk menggunakan haknya (untuk menyiksa). Jadilah corvee ini ajang pelampiasan nafsu sadis para Pelatih dan Taruna Senior. Waktu mengawasi corvee, para pelatih masing-masing membawa satu jenis "alat bantu" (nama lain dari "alat penyiksa"). Ada yang memegang cemeti, ada juga yang membawa besi (untuk dipanaskan) atau juga penyengat listrik (atau penyodok ternak yang berlistrik). Ada juga yang cukup menngunakan koppelriem atau ikat pinggangnya sendiri sebagai alat pencambuk. Waktu corvee itu para Pelatih dan Taruna Senior tak putus-putusnya memberi instruksi sambil menghardik Capratar dan sekali-sekali memanfaatkan "alat bantunya". Jika Pelatih atau Taruna Senior belum puas dengan alat bantu itu, mereka masih punya gagasan lain. Seperti memberi hukuman fisik dengan sit up atau push up (biasanya 300 kali) atau disuruh merayap dalam keadaan tangan dan kaki diborgol (telanjang bulat!) sambil tak henti-hentinya dicambuki. Semuanya itu menjadi terasa sadis sekali! Karena waktu corvee semua Capratar dalam keadaan telanjang bulat. Sehingga jika disuruh merayap, maka punggungnya babak belur oleh lecutan dan dada, perut serta kemaluannya babak belur tergores batu, tanah atau aspal. Jika disuruh push up, bnayak Capratar kontolnya jadi tegang atau bahkan langsung terpancar air mani! Karena pada usia 18-20 tahun tentu para Capratar libidonya sedang kuat-kuatnya. Siksaan atau hukuman tambahan juga diberikan jika pekerjaan Capratar sudah selesai. Karena corvee sudah terlaksana maka para Pelatih atau Taruna Senior mudah mencari-cari kesalahan. Seperti mengepel kurang bersih, mengatur ruangan kurang rapi atau meletakkan barang kurang lurus. Kesalahan kecil ini dijadikan alasan untuk menghajar Capratar sejadi-jadinya. Penghajaran ini berdampak positif karena membuat para Capratar menjadi sangat terbiasa dengan bentakan, penghajaran dan siksaan dan akan bertumbuh menjadi Taruna (dan kelak Perwira) yang tabah dan tangguh (tanggon): tahan banting dan tahan siksa! Yang tidak tahan bisa gila dan terpaksa diopname di rumah sakit jiwa. Lokasi akademi militer sangat luas. Karena itu corvee ada yang dilaksanakan di tempat yang agak tersembunyi, seperti garasi mobil (untuk mencuci mobil) atau lapangan olahraga (untuk memotong rumput). Di tempat-tempat seperti inilah sering terjadi siksaan seksual (alias pemerkosaan). Waktu aku masih Capratar, beberapa kali aku dipaksa menghisap kontol sesama Capratar atau pun kontol Pelatih di garasi atau di bak belakang truk, sampai mereka terpancar air mani. Kadang-kadang kami dipaksa melakukan onani tanpa alasan. Beberapa orang Capratar bahkan mengaku pernah dipaksa saling sodomi atau disodomi Pelatih atau Taruna Senior sampai pantatnya berdarah-darah. Belakangan corvee ini dihapuskan di akademi militer karena makin hari makin menggila dan dikhawatirkan berkembang menjadi "orgy" (pesta seks gila-gilaan) dari para Pelatih dan Taruna Senior. Tapi aku pribadi (seorang gay yang gemar S/M) sangat menikmati kegiatan corvee waktu aku masih Capratar (sekarang aku sudah perwira senior). Bayangkan 100 pemuda remaja pilihan yang berumur 18-20 tahunan telanjang bulat semua! Itu adalah pemandangan yang sangat indah! Nafsu S/M-ku menggelegak melihat pemuda-pemuda ganteng dan atletis itu dicambuki dalam keadaan telanjang bulat oleh pelatih-pelatih kekar, berotot dan bertelanjang dada. Aku sendiri sangat menikmati jika dihajar Pelatih kekar dan ganteng dengan cemeti. Tiap lecutan membikin kontolku tambah tegang dan jika pahaku ditempeli besi panas atau puting sususku disetrum aku malah jadi terpancar air mani : CROT! Karena rasa pedih dan nikmat bersatu-padu! Dulu waktu aku masih Capratar belum ada internet dan pemandangan waktu corvee itu persis seperti yang ditayangkan di website gay sekarang yang bertema militer! Asyik bukan?!