Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Asyiknya Digerayangin Yandi

by ITB Guy


Sejak Yandi, temannya sesama mahasiswa di ITB, masuk ke kost-kostannya di daerah Cisitu, Bandung, Irvan selalu membayangkan betapa nikmatnya kalau dia diberi satu saja kesempatan untuk menikmati tubuhnya. Yandi memang cowok yang cukup tampan. Tingginya sekitar 168 dengan berat 60 kg. Badannya lumayan berotot; Irvan tahu karena dia sempat beberapa kali melihat Yandi keluar dari kamar mandi hanya berbalut sehelai handuk. Tiap kali Irvan melihat Yandi dalam keadaan setengah telanjang begitu, dia pasti langsung masuk kamar dan mengocok kontolnya sambil membayangkan tubuh Yandi. Kira-kira satu bulan setelah Yandi jadi anggota kost-kostan yang didiami Irvan, orang tua Irvan datang dari Jakarta untuk menjenguknya. Mereka berencana untuk menginap di hotel malam itu. Tapi Irvan mendesak mereka untuk menginap saja di kamarnya. Dia memang tidak tega melihat orang tuanya menginap di tempat asing, tapi lebih dari itu, dia punya rencana lain. Irvan mendatangi Yandi dan bertanya apakah dia boleh tidur semalam di kamar Yandi, karena orang tuanya hendak meinjam kamarnya. “Sok aja Van. Tapi loe tahu kan tempat tidur gua ukuran single. Jadi bakal sempit-sempitan,” tanggap Yandi. “Gak masalah Yan. Thanks banget ya,” balas Irvan. Irvan tidak bisa menunggu malam itu datang. Tidur di ranjang yang kecil bersama Yandi, dia tentunya akan punya cukup akses untuk menggerayangi tubuh temannya itu. Kontol Irvan langsung berdiri tiap kali dia membayangkan apa yang akan dia lakukan malam itu. Akhirnya malam pun datang. Irvan memakai sepasang boxer short dan kaos oblong; baju tidur standarnya. Ketika dia masuk ke kamar Yandi, dilihatnya Yandi memakai sepasang celana kain batik yang agak gombor dan singlet putih. Tubuh Yandi yang indah tampak tercetak di singletnya. Irvan berusaha agar kontolnya tidak terlalu tegang. Kalau Yandi memperhatikan, bisa gawat. Mereka berbincang-bincang sebentar sampai sekitar jam 10 malam sebelum akhirnya Irvan memutuskan untuk masuk ke dalam selimut duluan. “Gua tidur dulu dah Yan. Ngantuk euy,” kata Irvan. “Iya deh. Sok aja. Gua mo nyelesein tugas gua bentar,” balas Yandi sambil menarik kursi ke depan komputernya. Irvan merebahkan tubuhnya terlentang di tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia memejamkan matanya dan pura-pura tidur. Jantungnya mulai berdegup kencang. Bayangan Yandi dalam keadaan telanjang bulat masuk ke benaknya. Beberapa menit kemudian, Irvan mendengar suara komputer dimatikan. Lampu kamar pun dipadamkan. Di tengah temaram kegelapan, dia merasakan Yandi membaringkan tubuhnya di sampingnya. Irvan dapat merasakan kehangatan tubuh Yandi dan aroma tubuhnya yang harum. Dia berencana menunggu beberapa saat sampai dia benar-benar yakin Yandi pulas tertidur sebelum dia mulai beraksi. Setelah beberapa menit menunggu, Irvan dapat mendengar napas Yandi semakin teratur. “Kayaknya udah tidur nih anak,” pikirnya. Tepat begitu dia hendak mengangkat tangannya untuk diletakkan di atas dada Yandi yang bidang, tiba-tiba saja Yandi duduk tegak di atas tempat tidur. “Sialan!” umpat Irvan dalam hati, “Koq belon tidur juga sih dia? Musti nunggu berapa lama nih gua?” Irvan kembali memejamkan mata dan pura-pura masih terlelap. Pokoknya dia sudah bertekad, mau menunggu sejam pun dia rela asal bisa mencicipi tubuh Yandi sedikit saja. Tapi apa yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaannya. Tiba-tiba saja Irvan merasakan sebuah tangan yang hangat di atas kulit pahanya kanannya. Itu tangan Yandi! “Hah? Ini beneran nih? Ya Tuhan, semoga ini bukan mimpi,” bisik Irvan dalam hati. Tapi ini bukan mimpi sama sekali. Tangan Yandi terus menjamah paha kanan Irvan, masuk ke dalam celana boxernya dari bawah, dan mulai merambat pelan-pelan naik ke selangkangannya. Kemudian, mendaratlah tangan Yandi di atas kontol Ivan yang dibalut celana dalam yang ketat. “Gila, keras banget kontol nih anak. Lagi mimpi apa ya dia?” tanya Yandi dalam hati. Jantungnya berdegup makin keras dan kontolnya sudah mengalami ereksi penuh dalam celana batiknya. Dia lalu mengeluarkan tangannya dari bawah celana Irvan dan kemudian pelan-pelan dia tarik karet elastis di bagian pinggang boxer shorts sekaligus kancut temannya ke atas, dan dia intip apa isinya. Di dalam temaram, dapat dia lihat sebatang kontol cowok yang sudah disunat berdiri sekeras batu. Dengan tangannya yang satu lagi, Yandi meraih ke dalam dan menggenggam batang yang indah itu. Kontol Irvan terasa hangat dan berdenyut-denyut di dalam genggamannya. Dengan lembut, Yandi mulai mengocok kontol di dalam tangannya pelan-pelan. Irvan hampir saja mengerang keasyikan ketika merasakan kontolnya dalam genggaman Yandi. Ini benar-benar diluar dugaannya. Cowok yang dia taksir sedang menggerayangi tubuhnya dan sekarang sedang mengocok kontolnya. Irvan lalu menggerakkan tangannya dan menggenggam tangan Yandi yang masih terus mengocok batang kemaluannya. Yandi terkejut ketika menyangka bahwa Irvan terbangun akibat perbuatannya. Secara refleks, dia lepaskan genggamannya dan dia tarik tangannya dari dalam celana Irvan. Tapi Irvan menahan tangan Yandi sehingga dia tidak dapat melepaskan genggamannya dari kontol Irvan. Kelanjutannya makin asyik... Kirim dong komentar ke girvan@eudoramail.com

###

9 Gay Erotic Stories from ITB Guy

Asisten Dosen, Part 1

Doddy Jadi asisten dosen di Jurusan Teknik Sipil ITB punya keasyikan tersendiri. Di jurusan yang hampir cowok semua gini, asdos seperti aku bisa dibilang punya kuasa penuh atas anak-anak tingkat dua yang mengambil mata kuliah tertentu. Kalau aku bilang tugas mereka gak beres, ya berarti tugas mereka gak beres. Mereka gak akan berani protes atau menggugatku. Berani pergi ke dosen?

Asisten Dosen, Part 2

Doddy Andri meronta-ronta hendak melepaskan diri. Aku bisa merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Teriakannya terbungkam oleh kaus kakiku yang kusumpalkan ke mulutnya. Tindakannya itu malah semakin membuatku bernafsu. Dia ternyata lumayan kuat. Tapi aku tidak sampai kewalahan menguasainya. Himpitanku semakin keras. Andri berusaha meludah dan mengeluarkan kaus kakiku dari mulutnya,

Asisten Dosen, Part 3

Akhirnya aku keluarkan kontolnya dari mulutku dan aku berdiri sambil menatap Andri. Wajahnya tampak sedikit bersemu merah. Aku tak lagi melihat penolakan dari matanya. Aku menarik tangannya dengan lembut ke arah meja belajarku. “Taro tangan loe di atas meja dan condongin badan loe sedikit ke depan,” perintahku. “Terus buka kaki loe sedikit.” Dia menuruti semua petunjukku. Aku

Asyiknya Digerayangin Yandi

Sejak Yandi, temannya sesama mahasiswa di ITB, masuk ke kost-kostannya di daerah Cisitu, Bandung, Irvan selalu membayangkan betapa nikmatnya kalau dia diberi satu saja kesempatan untuk menikmati tubuhnya. Yandi memang cowok yang cukup tampan. Tingginya sekitar 168 dengan berat 60 kg. Badannya lumayan berotot; Irvan tahu karena dia sempat beberapa kali melihat Yandi keluar dari kamar

Asyiknya Digerayangin Yandi, Part 2

Yandi terkejut ketika menyangka bahwa Irvan terbangun akibat perbuatannya. Secara refleks, dia lepaskan genggamannya dan dia tarik tangannya dari dalam celana Irvan. Tapi Irvan menahan tangan Yandi sehingga dia tidak dapat melepaskan genggamannya dari kontol Irvan. Irvan menatap wajah temannya dan dia dapat merasakan keterkejutannya. Irvan memberikan senyuman hangat ke Yandi dan dengan

Berenang di Klub Cinere, Mas 1

Semenjak aku kembali ke Jakarta setelah lulus dari ITB, aku jadi merasa tidak punya kerjaan sama sekali. Aplikasi yang aku kirimkan ke Nanyang Technological University di Singapura belum dijawab. Sementara selama masih belum ada kepastian apakah aku akan melanjutkan kuliahku di seberang lautan sana, aku memilih untuk tidak mengirim surat lamaran bekerja dahulu. Aku kangen sekali

Berenang di Klub Cinere, Mas 2

Aku putar kepalaku kembali menghadap shower yang mengucur deras. Sambil berpura-pura tidak memperhatikan Indra yang sedang menontoni aku mandi, kutuang sabun cair ke tanganku, kujatuhkan botolnya ke bawah, dan mulai menyabuni tubuhku. Tanganku bergerak pelan, menyabuni dada dan perutku. Lalu aku tarik tanganku ke belakang dan kusabuni tengkuk dan punggungku. Kemudian turun kebawah, ke

Hukuman Setimpal

Jam 10 malam. Christian seharusnya pulang sebentar lagi. Aku berdiri agak jauh dari rumahnya di daerah Tubagus Ismail, Bandung, di kegelapan malam. Jalanan sudah sepi. Semoga saja tidak ada yang curiga melihatku berdiri sendirian di dalam gelap, mengintai sebuah rumah. Kalau ada yang melihat, mereka pasti akan menyangka aku hendak merampok. Bukannya mereka tidak punya alasan untuk

Hukuman Setimpal, Part 2

Tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah cam-recorder di atas meja belajarnya. Sebuah ide terlintas di benakku. Aku lepaskan cengkramanku dari rahangnya dan kemudian berdiri sambil terus menatap Chris, memperingatinya untuk tidak teriak. Dan dia memang tidak berani. Aku ambil cam-recorder itu dan mengecek isinya. Masih ada kasetnya. Aku rewind sampai habis dan kuambil tripod yang

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story