Tak perlu kuceritakan bagaimana perjalanan kami. Hari Sabtu pagi kami sudah tiba di tempat mertuaku tinggal. Aku memang sedikit ngebut semalaman. Di situ sudah berkumpul seluruh keluarga besar, paman, bibi, pak de, bu de serta seluruh keluarganya sudah berkumpul. Pada malam harinya, jika di kediaman pengantin perempuan dilakukan midodareni, maka di rumah pengantin laki-laki diisi dengan pengajian, sebagai pengantar bagi pengantin laki-laki menuju gerbang kehidupan barunya dengan berbagai macam wejangan dan petuah..
Usai acara pengajian, kami semua beristirahat, supaya pada acara hajatan besok pagi bisa lebih segar. Meskipun rumah mertuaku cukup besar, namun karena orang yang berkumpul sangat banyak, sehingga rumah itu pun tidak mampu lagi menampung kami semua. Selain pengantin, hanya kaum perempuan dan anak-anak saja yang tidur di dalam rumah. Para lelaki dewasa tidur di serambi depan dan samping rumah dengan dialasi tikar dan karpet secukupnya. Dingin memang, tapi dalam kondisi darurat seperti ini, tidur dimanapun jadilah.
Aku sendiri sebenarnya agak susah kalau harus tidur beramai-ramai seperti ini. Maka, sementara orang-orang lain bersiap-siap untuk tidur, dengan ditemani segelas kopi panas aku beranjak dengan niat ingin duduk-duduk di balai-balai di bawah pohon mangga yang berada di samping namun agak jauh dari rumah sambil menunggu kantukku benar-benar datang. Kalau siang tempat ini biasa dipakai nongkrong anak-anak muda, karena sejuk dinaungi oleh rindangnya dedaunan. Pada malam hari, tempat ini gelap karena jauh dari lampu-lampu rumah, sehingga orang-orang yang berada di beranda rumah tidak tahu apa terjadi di tempat itu, sedangkan dari tempat ini justru bisa melihat dengan jelas situasi di sekitar rumah.
Di tempat itu ternyata sudah ada saudara-saudara istriku yang lain yang katanya sama-sama sulit tidur juga. Ada Herman, suami kakak iparku. Ada Yanto, adiknya Herman yang juga suami saudara sepupu istriku. Ada juga Ronnie, si calon pengantin, yang ternyata turut gabung juga. Maka jadilah kami berempat terlibat dalam obrolan seru, namun tentu saja dengan suara yang direndahkan karena takut mengganggu orang-orang yang beranjak tidur.
Semakin lama obrolan kami semakin seru. Yang berawal dari obrolan biasa-biasa saja, mengenai pekerjaan, anak, dsb, lama-lama menjurus ke obrolan seputar selangkangan. Kami saling menceritakan bagaimana sepak terjang di tempat tidur, berbagi tips urusan ranjang, dan segala sesuatu berbau sex lainnya. Hawa dingin yang menusuk, dan isi obrolan yang menggoda libido, tentu saja membuat selangkangan terasa panas akibat banyak aliran darah yang masuk ke penis. Ronnie, sang calon pengantin, tentu saja menjadi obyek olok-olok kami.
“Ngobrolnya biasa aja donk Ron, tangannya ga usah masuk ke kolor gitu,” seloroh Herman melihat Ronnie mulai meraba-raba selangkangannya.
“Ah… nggak… ini dingin…., kalo di dalem kolor anget.. enak…” kata Ronnie bela diri.
“Koq anget? Emang kontolmu ngaceng Ron?” Tanya Yanto
“Nggak! Biasa aja,” Ronnie cepat menjawab tapi tampak malu-malu
“Coba kupegang,” kataku sambil cepat meraih selangkangan Ronnie. Waktu itu Ronnie berkain sarung dan sepertinya di dalaemnya pakai celana pendek. Ronnie berusaha menghidar, namun tanganku lebih cepat meraih selangkangannya. Dan aku bisa merasakan batang kemaluan Ronnie keras sekali. Rupanya dia sudah membayangkan enaknya malam pengantin besok.
“wah… bener, ngaceng,” kataku tanpa melepaskan peganganku dari kemaluan Ronnie, malah batang kemaluan Ronnie kuelus pelan-pelan. Ronnie sendiri nampak sedikit kegelian. Tangannya agak menarik tanganku ke depan dan menarik pantatnya ke belakang iagar tangaku terlepas dari kemaluannya. Tapi tentu saja usaha tersebut tidak berhasil.
“Gede ga kontolnya?” Tanya Herman, sambil tangannya nimbrung mengelus-elus kontol Ronnie. “Wuih… lumayan juga,” katanya lagi.
Kontol Ronnie emang lumaya gede sih.
“Ah… mas udah donk…,” pinta Ronnie, “geli..,” katanya
“Geli apa enak…???” goda Herman. “Latihan Ron, besok malem pasti lebih enak lagi,” imbuhnya.
Herman malah lebih gila dari aku. Kalo aku mengelus-elus kontol Heri di luar celana pendeknya, tangan Herman malah masuk ke dalam celana, kontol itupun dielus-elusnya di sana.
“Gila kalian!! Udah-udah!!! Tar kalo kontolnya muncrat, si Ronnie udah ga perjaka lagi dah…!!” Yanto yang sedari tadi Cuma nonton melerai.
“Iya nih… udah donk…,” Ronnie serasa dibela.
“Gapapa… Itung-itung pesta bujang,” kataku. Melihat Herman yang berani mengelus-elus kontol Ronnie di dalam celananya, keberanianku pun bertambah. Kusingkap kain sarung Ronnie dan kupelorotkan celana pendeknya, hingga batang kontol Ronnie yang mengacung keras, nampak jelas ke permukaan. Kontolnya panjang, sekitar 18 senti-an dengan lingkaran yang cukup besar, lumayan mantap untuk digenggam. Warnanya coklat muda dengan kepala licin kemerahan, mengacung tegak dan lurus. Rambut yang cukup lebat tumbuh di bagian pangkal. Badan Ronnie memang ditumbuhi bulu-bulu cukup banyak baik di wajah, dada, tangan kaki dan paha. Bahkan baru kami ketahui sekarang, tarnyata bulu dadanya nyambung ke bulu kemaluan. Aku dan Herman masih terus bergantian mengelus-elus batang kemaluannya.
“Mas jangan….,” pinta Ronnie memelas namun agak mendesah. Aku tahu, dia tidak betul-betul ingin hal itu dihentikan. Sepertinya dia juga menikmati elusan-elusan yang kubuat bersama Herman.
“Mas Herman juga tititnya ngacung, koq ga diapa-apain?” protes Ronnie yang menyadari kalo Herman juga sama ngacengnya dengan dia. Waktu itu Herman pake kain sarung tapi ga pake apa-apa lagi dibaliknya yang membuat kontol ngacengnya terlihat dengan jelas. Tangan Ronnie meraih dan menggenggam kemaluan berbalut kain sarung milik Herman.
Herman sama sekali tidak menolak, batang kontolnya dipegang oleh Ronnie. Bahkan dia sedikit melakukan gerakan maju mundur seolah-olah sedang mengentot lingkaran yang dibuat oleh tangan Ronnie. Dengan jail, aku menarik turun kain sarung Herman agar ikatannya terlepas.
Ronnie rupanya satu fikiran denganku. Dia sedikit melepaskan genggamannya, sehingga dengan sekali tarik kain itu sudah jatuh ke bawah. Maka jadilah tubuh bagian bawah Herman telanjang. Kontolnya mengacung keras dengan agak sedikit miring ke kiri. Panjangnya sedkit lebih pendek dari milik Ronnie, paling sekitar 15 senti-an, tapi lingkarannya benar-benar ekstra besar.
Tangan Ronnie hampir-hampir tak mampu menggenggam batang itu. Saya jadi membayangkan bagaimana bentuk kemaluan istrinya setelah didobrak oleh batang sebegitu gedenya.
Seolah-olah ingin membalas perlakuan Herman sama dia, Ronnie pun mengelus-elus batang kontol Herman. Herman dan Ronnie akhirnya terlibat saling elus batang kemaluan. Herman, yang entah karena lebih terangsang atau memang punya keberanian lebih disbanding Ronnie, mengambil inisiatif untuk memeluk Ronnie. Tangan kirinya mengocok pelan kemaluan Ronnie, sedangkan tangan kanannya meremas-remas pantat Ronnie.
Aku yang nggak kebagian, cuma membantu melucuti pakaian mereka berdua sampai mereka berdua telanjang bulat.
“Curang kamu Be, orang kamu telanjangin, kamu sendiri ga mau buka baju,” Yanto yang sedari tadi tidak ikut nimbrung, tiba-tiba meluk aku dari belakang. Tangannya sigap menyergap selangkanganku dan meremas-remas kemaluankua yang masih berada dibalik celana panjang yang kukenakan. Aku membiarkan apa yang diperbuat Yanto padaku, bahkan ketika bibirnya yang dihiasi kumis yang sedang tebalnya mulai menciumi tengkuk dan leherku. Aku hanya semakin merapatkan punggungku ke dadanya dan meremas-remas rambutnya. Daging pantatku bisa merasakan kalau dibalik celana piyamanya, kontol Yanto sudah mengacung keras.
Aku tak lagi bisa memperhatikan apa yang diperbuat Herman dan Ronnie. Aku terlalu sibuk melayani ganasnya birahi Yanto, yang diam-diamnya ternyata sangat memuncak. Aku membalikkan badan supaya kami berhadapan waktu dia mulai berusaha memagut bibirku. Kami pun berciuman sangat dalam, saling mempermainkan bibir dan lidah. Yanto ternyata memiliki keahlian luar biasa dalam berciuman, beruntung aku pun memiliki kemampuan yang sama sehingga berhasil mengimbangi permainan mulutnya.
Meskipun lidah kami sangat sibuk menarik, menjulur, menjilat dan berputar-putar, tak berarti tangan kami diam. Yanto dan aku saling meremas dan menggesek, kemudian berusaha untuk melucuti pakaian masing-masing. Agak sulit memang melucuti pakaian sambil berpelukan erat, apalagi aku masih memakai celana jeans bahkan masih pake ikat pinggang. Tapi sesulit apapun, akhirnya kami berhasil telanjang bulat tanpa melepaskan pelukan dan pautan lidah kami. Setelah telanjang bulat, Yanto agak mendorong badanku agar telentang di balai-balai, lalu badan kekarnya menindihku dari atas. Kembali dia menciumi leher dan belakang kupingku. Lalu pelan-pelan wajahnya turun ke dada. Rasanya nikmaaat bangeeet….. batang kemaluanku kugesek-gesekkan ke kulit perutnya.
“Aaaaarrrghhh……..” tiba-tiba aku menderang rintihan kenikmatan. Rupanya rintihan itu dating dari pasangan Herman dan Ronnie. Ronnie yang sama sekali belum memiliki pengalaman bercinta, rupanya tidak tahan menerima kenikmatan yang dia terima dari Herman. Pejuhnya muncrat ketika Herman baru hendak mengulum batang kontolnya. Maka tak ayal lagi, pejuh kental dan banyak milik Ronnie pun nyemprot persis ke wajah Herman. Aku dan Yanto yang sempat terhenti sejenak cuma tersenyum. Aku tahu pasti Herman pasti kecewa karena Ronnie muncrat duluan, tapi… apa peduliku. Aku kembali berkonsentrasi pada permainanku dengan Yanto. Yanto masih asik menjita-jilat putting susuku. Kuusap-usap rambutnya. Kemudian dia turun menjilat-jilat perutku, rasanya enaaak… banget, aku semakin terangsang. Sekilas kulihat Herman berusaha membangkitkan kembali libidonya Ronnie dengan mencium-cium dan meremas-remas sekujur tubuhnya. Tapi Ronnie tampak kelelahan, dia hanya telentang tak berdaya diliputi berjuta kenikmatan yang mungkin baru pertama kali ini dia rasakan. Ah… betul-betul perjaka tulen, sama sekali tak punya pengalaman bercinta, fikirku.
Sampai di daerah sekitar selangkanganku, Yanto semakin menggila. Dijilat-jilatnya batang kontolku ke atas ke bawah, Aaaaahhhhhhh…… rasanya seperti melayang di surga. Lalu Yanto mempermainkan lidahnya di kepala kontolku. Huh….. rasanya segenap kenikmatan mengalir di sekujur tubuhku. Perlahan-lahan disesapkan batang kontolku senti demi senti. Tapi tentu saja, kontolku yang sepanjang 17 senti dengan keliling 15 senti-an itu tak bisa masuk seluruhnya ke mulutnya. Dikeluarkannya lagi kontolku dari mulutnya, lalu disesapnya lagi perlahan-lahan. Betul-betul perbuatan seorang yang sudah professional, membuatku seperti melayang-layang. Layanan oral istriku saja tak mampu menghasilkan kenikmatan sedahsyat ini.
Sejenak kulirik apa yang tengah dilakukan Herman dan Ronnie. Herman berlutut dekat wajh Ronnie dan menyodorkan kontolnya yang berukuran raksasa itu ke wajah minta dihisap. Ronnie yang rupanya sama sekali belum pernah melakukannya berkali-kali tersedak. Aku jadi ingat ketika pertama kali kuminta istriku melakukan oral sex, seperti itu pula lah kejadiannya.
Sementara itu, Yanto semakin asyik mengeksplorasi kemaluanku. Dijilatnya setiap senti batang kontolku, sedikit dihisap-hisapnya buah pelirku. Bahkan Yanto pun sampai menjilati lubang pantatku, hal yang sama sekali tak pernah dilakukan istriku walau aku meminta dia untuk melakukannya. Ah….. kenikmatan yang luar biasa.
Sementara itu, Herman yang merasa kasihan sama Ronnie, beranjak meninggalkan Ronnie dan membiarkannya beristirahat. Dia kemudian menghampiri Yanto dari belakang. Diremas-remasnya pantat Yanto lagi nungging dari belakang. Sesaat konsentrasi Yanto terpecah, karena kaget. Dikeluarkannya batang pelerku yang sedang memenuhi mulutnya. Tapi setelah tahu bahwa yang meremas pantatnya adalah Herman, kakaknya sendiri, dilanjutkannya kulumannya di kemaluanku.
Herman berjongkong di sisi balai-balai menghisap-hisap batang kontol Yanto. Tapi tak kuperhatikan apa yang dilakukan Herman pada Yanto. Aku lebih konsentrasi pada apa yang Yanto lakukan padaku. Konsentrasi Yanto mulai terpecah. Hisapan dan permainan lidahnya tak lagi sesedap sebelumnya. Maka kugoyangkan pinggangku ke kiri dan ke kanan, lalu kubuat gerakan memutar, kuanggap mulut Yanto sebagai memek istriku yang lagi menunggangi aku dari atas.
“Aaarrrghhh….,” tiba-tiba kudengar Yanto mengerang. Rupanya dia kesakitan, karena dari belakang Herman sedang berusaha memasukkan batang kontolnya yang super gede itu. Aku membiarkan Yanto berkonsentrasi dulu dengan anusnya. Bahkan aku bangun, dan sambil duduk kubantu mengocok-ngocok kontol Yanto agar dia lebih terangsang, supaya otot anusnya bisa lebih rileks menerima entotan Herman.
Setelah kontol Herman benar-benar masuk, dan Yanto sudah agak terbiasa dengan keberadaan kontol Herman di lubang anusnya, aku berlutut di hadapan Yanto dan menyodorkan batang kontolku untuk kembali dia hisap. Yanto sama sekali nggak keberatan.
Herman bergerak sangat teratur mengeluarmasukkan kontolnya. Kadang dia bergerak memutar, kadang bergoyang kri kanan. Badanya tertelungkup di atas punggung Yanto yang seperti sedang merangkak. Matanya terpejam, betul-betul hanyut dalam kenikmatan, sedangkan tangannya melingkari pinggang Yanto dan mengocok-ngocok kontol Yanto membantunya mendapatkan kenikmatan juga. Konsentrasi Yanto betul-betul terpecah. Dia sama sekali tidak menghisap kontolku. Dia hanya mengerucutkan mulutnya agar kontolku tetap berada di dalamnya. Maka kugenjot mulut itu untuk mendapatkan kenikmatan juga.
Satu menit, dua menit, sampai sepuluh menit kami bertahan dalam posisi itu. Sementara itu kami bertiga semakin hanyut dalam kenikmatan. Setelah dua puluh menit kami lalui, rupanya Herman sudah tak tahan lagi. Berkali-kali dia mengerang dan menceracau. Aku memberi aba-aba supaya Herman bisa bertahan sebentar lagi, biar kami bertiga bisa muncrat bareng-bareng.
Mulut Yanto kugenjot semakin cepat, sampai berkali-kali dia tersedak. Aku jadi kasihan sama Yanto, maka kukeluarkan kontolku dari mulutnya dan kukocok sendiri di depan muka Yanto. Sementara itu, Herman juga mengeluarkan batang kontolnya dari anus Yanto dan mengocoknya cepat di atas pantat Yanto. Yanto sendiri kemudian berbalik dan tidur telentang sambil mengocok kontolnya sendiri. Herman berlutut di dekat pahanya, sedang aku berlutut di atas kepalanya. Bertiga-tigaan kami ngocok kontol masing-masing.
Crooot… crooot…. Crooot… tiba-tiba kontol Herman memancarkan pejuh kentalnya dalam beberapa tembakan tepat ke atas dada Yanto yang disertai lenguhan kenikmatan dari Herman. Aku sendiri merasakan tubuhku mengejang dan crooot….. crooot…. Croot… aku dan Yanto muncrat dalam waktu yang hampir bersamaan. Pejuh kami bertiga bercampur dialasi dada dan perut Yanto. Ah…. Sedapnya…
Sementara Ronnie, si calon pengantin, terlelap tidur dalam keadaan masih telanjang, enatah karena kelelahan atau keenakan.
Jum’at menjelang tengah malam, aku sekeluarga (istri dan putra semata wayang kami) berangkat menuju sebuah kota kecil di Selatan Jawa Tengah sebelah timur, ke tempat dimana mertuaku tinggal. Sengaja kupilih waktu tersebut, selain agar perjalanan lebih lancar juga agar sabtu pagi kami sudah sampai di tempat tujuan. Pada hari minggu ini, mertuaku akan melangsungkan pernikahan putra bungsunya,
© 1995-2024 FREYA Communications, Inc.
ALL RIGHTS RESERVED.