Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Jakarta-Bandung-Jakarta

by Safenias@yahoo.com


Jakarta-Bandung-Jakarta Hari Jumat jam 15.15 KA Parahyangan melaju dari Stasiun Gambir menuju Bandung, di atas kereta aku berkenalan dengan seorang pemuda ganteng, alis matanya tebal, bibirnya sexy, kesannya seperti Brad Pitt, tapi Melayu punya. Kami saling memperkenalkan diri, namanya Bagyo, lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Ia sendiri tinggal di Jakarta, tapi karena ada keperluan khusus ia pergi ke Bandung. Sedangkan aku sendiri ke Bandung mengunjungi pacarku, yang masih kuliah di ITB. KA Parahyangan tiba di Bandung, semua penumpang turun dan aku dalam semenit sudah melupakan si Bagyo, karena pacarku, Aziz sudah menjemputku. Kami berdua goncengan motor pergi makan di Braga Permai, jalan-jalan sebentar dan pulang ke kost Aziz. Kost pacarku di daerah Cimbeuluit, tempatnya bagus, pemandangannya bagus, udaranya apalagi. Selama di Bandung kami berdua menghabiskan waktu berpelukan di kamar, jarang sekali bepergian. Aziz asalnya dari Aceh, tapi dia Aceh putih, mulus, dadanya berbulu, badannya bagus, maklum masih muda, suka berenang. Tapi yang jelas aku suka banget dengan onderdilnya……waaah, besar, panjangnya pas dan mak…… nyuuus !!! pokoknya memuaskan ! Setiap ketemu kami ngesex habis-habisan, maklum ketemu seminggu sekali bahkan kadang 2 minggu sekali. Aziz paling suka alat vitalnya dioral, aku sering tidur diselangkangannya, pahanya padat, bulu jembutnya aneh…..lurus !! Aku selalu tidur sambil memeluk sebelah pahanya, mulut atau pipi aku tempelkan di burungnya yang gemuk berdenyut-denyut hangat. Malam itu seperti biasa saling melepaskan rindu dan melepas nafsu, kami berciuman lama sekali, bibir Aziz aku cipok dan aku kulum, lidah kami berduet menari-nari, saling menghisap dan dorong mendorong, tangan kamipun sibuk gerilya, meraba, mencubit, meremas dan mengelus alat vital. Akhirnya Aziz menelentangkan tubuhku di ranjang menindihku penuh birahi “gue kangen banget sama isepan Mas ! nikh gue udah simpen air susu seminggu penuh !” kata Aziz, ia berjongkok di atas badanku dan menyodorkan kontolnya. Aku sambar kontolnya yang tegak dan aku cium mesraaaaa banget, aku lebih rindu kontolnya daripada mukanya. Kontol itu aku gigit-gigit halus, aku jilati sampai Aziz keenakan, aku kulum-kulum akhirnya aku masukkan mulut semua, lidahku bermain di dalam mulut mengolesi kepala burung dan batangnya. Aziz ganti posisi rebah di kasur aku semakin aktif semakin gila mengulum kontol kesayanganku itu, biji pelernya yang harum aku klomot sampai Aziz ngikik kegelian. Lubang pantatnya aku garuk-garuk dan aku ciumi, lidahku mengoles duburnya seperti pelukis sedang bermain dengan kuas di kanvas. Aziz mengeluh menggeser-geserkan badannya ke kasur, ia hampir ejakulasi, aku mempercepat manuverku, aku menunduk dan mengisap kontol semakin cepat, kadang Aziz yang kegelian mengangkat pantatnya sehingga kontol itu membuat aku tersedak. Jilatan dan isapan aku imbangi dengan kocokan di pangkal alat vitalnya, Aziz mendesah….”aaaaaaakkkhhh Maaaassss………!!” dan ia menyemburkan susu yang sudah dikumpulkannya selama seminggu cccccccccreeeeeeeeeeetttt air mani meledak dalam mulutku dan kuhirup cepat-cepat, sebagian berleleran di batang kontolnya membasahi bulu jembut, tanpa mau rugi sedikitpun semua susu kejantanan itu aku isap, aku telan, sisanya aku jilati sampai bersih mengkilap ! Aku merasa sangat puas ! aku langsung berbaring dan memeluk Aziz, begitu pula dia memeluk dan menciumku kuat-kuat. “Mas pengen keluar sekarang ?” ia berbisik “nggak nanti aja, kalo kamu udah ronde ketiga” jawabku, ia menggigit telingaku “betul nikh mau isap tiga kali malam ini” ia menyahut, sekali lagi ia menciumku dan mengulum mulutku sampai aku ngos-ngosan. Meski Aziz senang dioral, aku tidak memperbolehkan Aziz mengoral kontolku, dia boleh menyodomiku tapi aku tidak mau menyodominya. Aku berharap dia tidak menjadi homo tulen. Suatu hari ia harus menikah dan berumahtangga, hubungan kami paling lama 2 atau 3 tahun dan ini lebih aman daripada kebutuhan biologisnya dilampiaskan ke pelacur yang menghabiskan uang, atau dengan pacar perempuan yang kadang merongrong apalagi bisa hamil. Mengganggu konsentrasi pendidikan. Siang itu aku makan di Lumpia Semarang berdua, baru mulai mengunyah hidangan muncul seorang gadis cantik, semampai dengan rambut sebahu, kelihatan sekali gadis dari keluarga berada, tak berapa lama aku kaget, muncul si Bagyo sambil menenteng helm. Ia tersenyum segar, melambaikan helm kepadaku, tanpa basa basi ia mengajak ceweknya duduk bergabung dengan kami. Aziz kelihatan agak kurang senang, tapi suasana segera mencair karena si gadis pandai membawa suasana. Hampir setiap hari Minggu Bagyo ke Bandung mengunjungi pacarnya, kami akhirnya ngobrol dengan bersahabat, bahkan kami lantas janjian minum kopi sore nanti di daerah Dago. Acara minum kopi berlangsung dengan santai, ngobrol kanan kiri, kelihatan si Bagyo cepat akrab dengan Aziz, mereka membicarakan konstruksi atau apalah, sementara pacar si Bagyo yang namanya Nina menceritakan kisah perjalanannya ke Sarawak, rupanya cewek ini avonturir juga. Acara kami berakhir, Nina mengusulkan Bagyo pulang ke Jakarta Minggu malam bareng dengan aku, mataku mencari mata Aziz meminta persetujuan, Aziz menganggukan kepala bahkan ia menimpali :”Bareng saja Mas, kemarin datang juga sama-sama” KA Parahyangan terakhir membawa kami meninggalkan Bandung, hampir tengah malam kami tiba di Jakarta. Aku mengambil mobil di tempat parkir dan mengantarkan Bagyo ke rumahnya di daerah Rawamangun lantas aku pulang ke rumahku di daerah Menteng. Sewaktu mau menutup pintu mobil aku melihat sebuah tas kecil milik Bagyo tertinggal “wah gimana nikh” pikirku, mau diantar kembali aku sudah letih, sudahlah akhirnya aku bawa turun dan aku lantas tertidur. Keesokan harinya kamarku diketok pembantu “Sinyo bangun ada telpon, sudah 4 kali orangnya telpon, namanya Bagyo” aku segera loncat lari ke ruang tengah menerima telpon dari Bagyo, zaman itu belum ada handphone. “hai ! ada barangku ketinggalan di mobilmu ?” tanya Bagyo “aku ambil nanti sore ya di rumahmu, atau mau ketemu di mana ?” sambungnya, aku menjawab “nanti sore aku berenang di Hotel Borobudur, kita ketemu jam 7 malam saja di sana” Bagyo datang menemuiku di kolam renang jam 18.00, aku kenalkan dia kepada teman-temanku dan semua terpesona dengan penampilan Bagyo, rapih, bersih terpelihara. “Bagyo olahraga apa kog badan lu bagus” teman-temanku bertanya “cuma lari, push-up…apalagi ya ? udah kog, kadang aja tennis” Bagyo menjawab sambil menunggu aku mandi. Kami berpamitan ke teman-teman, sambil berjalan menuju tempat parkir aku menyerahkan tas kecil kepada Bagyo. “kita makan di Pasar Baru yuk” ajak Bagyo “jangan hari ini, pembantuku masak Rawon kesukaanku, kalau aku makan di luar nanti dia kecewa, kamu ikut aja ke rumahku, mau ngga ?” jawabku. “boleh aja, lagian aku belum pernah ke rumahmu” kata Bagyo. Malam itu dia makan di rumahku, selesai makan aku mengajak Bagyo ke kamarku yang luas, jendelanya besar-besar menghadap pekarangan kami di halaman dalam. “kamar laki-laki seperti ini terlalu rapih” kata Bagyo sambil menghempaskan pantat ke kursi, matanya berkeliling memandang kamarkuku dengan teliti. “foto siapa tukh ?” Bagyo bertanya dan berdiri, “mampus” dalam hatiku, aku tidak terlalu suka memajang foto-foto, apalagi fotoku. Ada 1 foto kakek dan nenekku ukuran sedang dan 3 bingkai kecil dengan foto Aziz bertebaran di meja samping tempat tidurku dan meja kerjaku. Aku tidak sempat menyingkirkan foto-foto itu, “romantis” komentar Bagyo pendek, setelah itu ia duduk diam dan memandang jam tangannya. “hampir jam 10, gue pulang ya” katanya. Ia pulang dan lama kami tidak bertemu, berbulan-bulan tidak ada kabar. Seperti biasa aku berakhir pekan di Bandung, sampai di tempat kost Aziz, kami segera bercumbu melepas rindu, berciuman, seperti di film bokep Melayu melepas pakaian sepotong demi sepotong, masuk kamar mandi dan saling berpelukan. “hari ini gue minta yang itu tukh…..”kata Aziz seperti iklan di tv, mulutnya menunjuk belakangku, “si kecil udah kangen.…ya khan….ya khan !” kata Aziz lagi sambil menggoyang-goyangkan batang kontolnya, kepala kontol itu lantas mengangguk-ngangguk seolah setuju. Aku tertawa, aku berjongkok mengemot alat vitalnya sampai keras seperti bedug Mesjid Baiturahman Banda Aceh. “Test…..test…..test……kendaraan B 5301 WS segera ke depan ditunggu pemiliknya !” kataku bercanda seolah-olah kontol itu sebuah Microphone untuk memanggil sopir mobil. Aziz mendorong-dorongkan kontol itu ke mulutku “nikh pemiliknya…..udah nggak sabar mau masuk, mau duduk” kelihatan sekali Aziz sangat happy, aku sekali lagi memeluknya, ia membalik badanku “Udah deh, jangan kebanyakan manuver, udah nggak tahan nikh” memang ketahuan betul ia sudah nggak sabar, ia mencolek cream dan clep ! dioleskan langsung ke lubang pantatku. “sayang ayo nungging dikiiiit aja !” ia mengarahkan batang kontolnya ke lubang surga dan pelan-pelan bleeeeeeessss……bleeeeeesssseeeeek kepala kontol Aziz dan batangnya membuat rongga duburku hangat. Aziz memelukku dari belakang, menggoyang alat vitalnya perlahan-lahan, kadang kami berdiri tegak, kadang setengah menunduk sesekali sebelah kaki kuangkat supaya batang kontol Aziz bisa bergerak lebih cepat dan leluasa. Tiba-tiba Aziz mencabut kontolnya “huuuuus….jangan protes dulu, ayo gini biar lebih enak” ia mengangkat badanku dan menaruhnya di pinggir wastafel, sehingga kontolnya sejajar dengan lubang anusku. Kami berhadap-hadapan, kakiku sengaja mengangkang, sedikit demi sedikit ia menyorongkan alat vitalnya yang berkepala merah gelap, mengkilap dan berdenyut-denyut ke lubang anusku. Ia menarik tubuhku dan menahan diketiak……blees seluruh kontol Aziz hilang di tengah kedua pantatku. Aku merasa batang itu bergerak-gerak merambat di dalam ususku ada rasa ngilu-ngilu enak, tapi rasa rinduku pada pemuda Aceh ini sangat luar biasa, aku menyayanginya. Jadi terserahlah dia mau apa saja asal dia puas. Aziz menggoyangkan badannya kekiri ke kanan, maju perlahan, ke kiri ke kanan, menarik sedikit dan menusuk lagi perlahan, semua dilakukan penuh perasaan. Tangannya melingkari pinggangku, aku memeluk lehernya, kami berciuman, saling menjilat bibir, aku mengecup matanya, menjilat telinganya, Aziz membalas dengan menggigit leherku, mencium keningku. Hubungan seks yang kami lakukan bukan hanya karena kebutuhan dan nafsu tetapi juga karena saling menyayangi. “Gue kocokin ya…..mau khan sambil dikocokin !” bisik Aziz mesra, ia ingin merancap alat vitalku “sayang …..janji ya….. kita keluar barengan….ayo bilang mau donk” bisiknya lagi, ia menggenggam kontolku yang sudah ngaceng dan mengocok-ngocoknya dengan cream. Sejenak tubuh Aziz terdiam, ia melanjutkan mengocok kontolku….”Jis……Jiiiiiiissss……..enak Jiiiis” aku mendesis, ia menyahut “tadi gue udah mau nyemprot sayang tapi khan janjinya bareng” lidahnya bermain-main dikuduk dan telingaku membuat aku semakin birahi, kocokan Aziz makin cepat dan ia mulai lagi menggoyangkan badannya maju mundur ke kiri ke kanan……….rasa ngilu mulai kurasakan dari ujung rambut sampai ujung kaki……rasa nikmat dan gelora asmaraku sudah di ujung tanduk dan akhirnya…….”Jiiiiiiiiiissssssss gue keluar………” aku menarik lehernya dan menciumi pipinya, Aziz mencapai klimax 3 detik kemudian, ia menjulurkan lidah mencari-cari lidahku…….cccccrreeeeeeeeeet….ccreeeeet…terasa air maninya menyembur di dalam lubang anusku, “Mas…….ooooooohhhhh” Aziz menggigit bibirku, kami saling berpelukan erat. Spermaku meledak di dada dan perutnya, kontolku menjadi kejepit dan tergesek perut kami berdua, rasanya geli sekali, nikmat luar biasa. Aku hampir menjerit-jerit ketika Aziz menggeser-geserkan badannya ke badanku. Kami saling mengelus dan berciuman, kemudian mandi bersama. Selesai mandi, Aziz telanjang bulat di dalam kamar, ia menyalakan lilin, mematikan lampu. Aku merebahkan diri di kasur, Aziz membuka lemari mengeluarkan sebotol white wine dan 2 gelas berkaki. Seperti biasa kami selalu romantis, kami berpelukan sambil bersuap-suapan coklat. Tiada terasa kami terlelap dan bangun subuh-subuh, aku langsung dipeluk dan digenjot Aziz dua kali, kami tidur sampai siang hari. Saat mandi kami main sekali lagi, makan siang di luar sampai jam 15.00. Tiba di rumah kami bercanda telanjang bulat di tempat tidur, alat vital Aziz aku lumuri saus tomat dan aku isap-isap sampai Aziz ejakulasi. Malam begitu lagi, Senin pagi aku pulang. Semua berjalan seperti biasa, berbulan-bulan kemudian. Suatu malam, Duta Besar yang tinggal di depan rumah kami mengadakan Resepsi Diplomatik, jalan rumah kami ramai dengan kendaraan parkir. Kakek dan nenekku termasuk yang diundang, semua pembantu mejeng di depan. Aku baru saja mau ikut ngintip tamu-tamu di depan, seperti disambar gledek aku terkejut melihat Bagyo memasuki halaman rumahku. “eh….itu bokap gue diundang di rumah Dubes, ada minum nggak, gue haus dari tadi duduk di mobil” belum ditanya Bagyo sudah nyerocos. Sungguh mati aku terkejut, aku sudah melupakan Bagyo yang ganteng itu. Aku mengajaknya masuk, tapi tiba-tiba terlintas sebuah pikiran jahat dikepalaku “Bag, kalau mau minum air es atau ice lemon tea kita duduk sini atau di verandah, tapi kalau mau bir pletok ada di kamarku” -“Emang kenapa kalo minum pletok di sini” sahutnya “Astaga Bag lu kayak nggak tau aja, nenek dan kakek gue haji abiiiisss ! bisa ngamuk dia kalo ada alcohol di rumah ini” jawabku santai. “Ya udah di kamar lu aja, gue udah lama nggak mletok, Contreau-nya agak banyak boleh ngga ?” sambung Bagyo. Kami masuk ke dalam kamarku, hati-hati pintu aku kunci tanpa suara, aku mengambil gelas tinggi, dari lemari pendek lantas aku keluarkan bahan bakar membuat bir pletok. Hanya………..Vodka aku ganti dengan Sake + Arak Bali yang jahanam itu, aku menuang Contreau di depan Bagyo “nikh…biar over dosis…” aku berkata, sengaja aku kasih sangat banyak, sedangkan bir sengaja sedikit kutuang. Rasa manis mendorong orang cepat mabok, aku berharap dan berdoa dalam hati supaya Bagyo mabok di kamarku. Siap sudah 2 gelas minuman, aku langsung mereguk minumanku sedikit, segelas kuserahkan pada Bagyo “kemana aja lu” tanyaku, Bagyo, ia menghirup bau alcohol dari gelas, menenggaknya sedikit demi sedikit. Agak lama lantas ia tersenyum dan bertanya “foto pacar lu yang mana” senyumnya makin lebar seolah ia merasa menang membuatku terpojok, aku menjawab “gue nanya lu nggak jawab, sekarang malah lu nanya gue, jawab dulu donk” Bagyo diam beberapa saat, lantas dia menjawab dengan tegas “terus terang gue nggak seneng bertemen sama homo-homo, lu pacaran khan sama si Aziz, mana ada orang laki majang foto kayak gitu” tangannya menunjuk foto-foto Aziz “lu homo khan ! makanya gue nggak hubungin lu lagi” sambungnya. Sebetulnya aku tersinggung berat dengan kata-katanya, tetapi inilah kejujuran yang aku harapkan, lagi pula waktu bertemu pertama dengannya aku suka dengan Bagyo. “Bag, gue punya hidup yang bahagia meskipun lu nggak suka, ada lu nggak ada lu, hidup gue jalan terus, ada Aziz atau orang lain nggak merubah cara hidup gue, yang penting gue nggak bikin orang rugi” kataku dengan suara sehalus mungkin. “emang sikh, tapi khan kodratnya laki kudu sama perempuan, apa sikh enaknya John” sambung Bagyo menggurui. “lu suka sashimi nggak” aku nyeletuk, Bagyo mungkin nggak faham pembicaraanku “apa hubungannya sashimi sama homo, lu nglantur” jawab Bagyo. “Gini banyak orang Indonesia dulu jijik ngeliat ikan mentah di makan, karena belum pernah ngrasain, kalo udah pernah nyoba sashimi khan baru bisa bilang enak atau nggak enak, cocok atau ngga cocok, gitu juga seks !” gantian aku mengguruinya. Selama 30 menit kami ngobrol panjang lebar, alcohol membuat kami saling terbuka, pembicaraan kami akhirnya lebih bersahabat. Aku sengaja menceritakan bagaimana cara aku berhubungan seks, gaya begini atau begitu, juga menceritakan Aziz yang mencintaiku, bagaimana ia merasa puas. Duduk kami tadinya berjauhan tapi Bagyo lantas nimbrung duduk di sebelahku di sofa panjang, aku semakin bersemangat, kulirik isi gelasnya tinggal seperempat. Aku berdiri dan menambah minuman Bagyo, aku duduk semakin merapat ke sebelahnya, sambil ngobrol aku mengambil tangan kanannya pura-pura meramal. “Wah John lu tau palmistry ya ?” kata Bagyo penuh harapan. Aku menebak sesuatu asal-asalan ternyata benar, Bagyo makin semangat, ia merapat ke tubuhku. “Bagaimana dengan jodoh” Bagyo bertanya, matanya begitu penasaran “Bag, lu nanti punya istri cantik, terpelajar baik hati, tapi kebutuhan seks lu terlalu tinggi, ada tanda-tanda di alat vital lu musti diilangin” jawabku ngaco, Bagyo menatapku dalam-dalam “iya John ada tembong dan kutil di batang gue” tangannya reflex menunjuk selangkangan. Hatiku langsung berbunga “di sebelah mana” jawabku seolah tidak tertarik, mataku menatap jauh, Bagyo berdiri, membuka celana sampai ke paha “nikh liat tapi jangan dipegang ya” Bagyo berdiri gagah, celana dalamnya membuat aku tertawa “ya ampun Bag, ganteng kaya gini masa milih celana dalam warna merah muda” Padahal sumpah mampus hatiku deg-degan, aduuuh keturutan juga niat ingsun, Bagyo ikut tertawa “dibeliin Nina, jadi gimana donk kalo ML sama dia khan gue musti pake, ayo nikh katanya mau liat tembong gue” ia menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga burung Bagyo yang seperti belalai gajah putih bergerak kian kemari. Lantas dengan 2 jarinya kontol itu dia jepit, tangan yang lain menunjuk tembong warna abu-abu berbulu di batang leher sebelah kiri, dua buah kutil sebesar caplak menempel di bagian atas dan kanan burungnya. “coba liat pantatnya” aku mengalihkan perhatian dan memutar badan Bagyo, pantatnya nyempluk, indah, putih bersih. Aku langsung jongkok dan pura-pura serius “wah dulu waktu kecil lu pernah kena sakit berat nikh” kataku sambil kembali duduk dan meminum isi gelasku sampai habis, rasa deg-degan semakin kencang. Bagyo hampir menutup celananya “Koq lu tau sikh, emang waktu kecil bokap gue disantet orang, gue yang jadi korban, untung ngga mati” ceritanya bersemangat, buru-buru aku nyambung “wah kalo gitu bekas santet dipantat lu musti dibuang tukh” Bagyo berdiri kaku, celananya lupa ditutup kontolnya yang termasuk besar dan membuat libidoku naik hanya berjarak satu lengan dari wajahku. “jadi gimana caranya” tanya Bagyo dengan muka tolol “udah tutup aja celana lu, ntar gue isap ketagihan lu, kapan-kapan lu kesini bawa uang logam jaman Belanda sama bunga Kamboja” aku menjawab dengan kasar. Bagyo menutup celananya, melihat ke jam tangan “udah deh gini aja besok malem gue ke sini, gue punya banyak koin Belanda, bunga Kemboja juga ada di rumah, sekarang gue musti stand by nikh ! siapa tau bokap gue nyari” jawab Bagyo serius. Kemudian dia keluar menuju mobil, aku buru-buru masuk kamar, mematikan lampu dan onani membayangkan kontol Bagyo yang barusan kulihat, keadaan mati saja segitu ! sebesar apa kalau hidup ! Besoknya kira-kira jam 18.00 Bagyo menelpon, “John jam berapa bagusnya gue datang ? udah gue siapin koin sama Kamboja” suaranya diseberang sana “lu kalo mau ikut makan berangkat sekarang, kalo lu mau makan di rumah datang jam 21.00 aja” jawabku, sebetulnya aku sudah tidak sabar ingin melalap sajen baru, lelaki murni yang burungnya belum pernah disentuh lelaki lain. Menunggu jam 21.00 rasanya menunggu seminggu. Di dalam kamarku aku menyiapkan lilin dan air dalam mangkok porselin cina, di atasnya aku taruh sekuntum Bunga Sepatu, di rumah kami itu hanyalah sekedar dekorasi gaya Timur dan diletakkan kakekku di muka cermin, di bawah patung bahkan di meja ruang tamu. Jam 21.10 Bagyo sudah duduk di ruang tamu, pembantuku mengetuk pintu kamarku “Sinyo, ada tamu namanya Sinyo Bagyo, katanya sudah janjian” Aku keluar kamar dan tanpa basa basi aku mengajaknya ke kamarku. “ngobrol dulu ya, aku baru habis makan, musti minum sedikit biar nggak mual” kataku sambil menuang white wine ke dua buah gelas, padahal maksudku supaya membuat Bagyo lebih santai dan lebih percaya diri. Kami ngobrol sampai isi botol tinggal setengah, tanganku tanpa ragu-ragu mulai memain-mainkan tangannya, lantas telapak kakinya aku tarik ke sofa, aku bolak-balik seperti membaca tanda-tanda lahir. Tapi namanya nafsuku sudah tidak bisa dibendung “Bag, udah deh lepasin celana lu” kataku tanpa melihat wajahnya, Bagyo kelihatan terkejut “terus itu gorden dibiarinin kebuka, gila lu ! kalo ada orang lewat gimana donk, gue khan nggak pake celana !” protesnya, aku langsung menutup gorden, menyalakan lilin dan menyalakan rokok. “udah deh cepetan, keburu bacaannya lupa” jawabku ngaco. Bagyo berdiri, celana panjang dan celana dalamnya dilepas dan disampirkan ke sandaran sofa “terus gimana nikh, biji gue rasanya isis” kata dia risi, mataku yang setengah sayu-sayu mabok menatap alat vital Bagyo, masih seperti kemarin, toolnya bagus, sunatannya rapi, kepalanya agak mancung warnanya merah kehitaman, sayang jembinya nggak dicukur dan kelihatan gondrong. “lu nungging di sofa, aku jongkok di bawah” kataku, lantas aku menghirup rokok dan pura-pura serius mengepulkan asap, dalam hati aku berpikir, apakah aku punya potongan dukun atau pemuda ganteng berpendidikan itu yang memang bego ? Bagyo nungging di sofa, mukanya penasaran bercampur penuh ketakutan “John lu yakin nikh gue nggak bakal kesurupan” ia bertanya penuh selidik, aku menarik nafas panjang “Bag, kalo lu ragu-ragu udah deh jangan !” aku lantas seperti ngambek duduk lagi di sofa. “sorry…sorry…please…please, udah terusin deh, gue nggak tanya-tanya lagi, janji ! terusin deh John !” bujuk Bagyo sambil memelukku meminta maaf, nafasnya hanya sejengkal dari leherku. Aku memandang wajah Bagyo, ronanya merah padam kebanyakan wine, aku tidak tahan melihat caranya menatapku, tajam penuh harapan, ada seberkas kasih sayang “Bag, supaya lu merasa nyaman, baca apa aja deh, udah sana” aku merosot dan jongkok menghadap sofa, Bagyo nungging di atasku. Sekali lagi aku menyalakan rokok, pura-pura komat-kamit, rokok aku hirup dalam-dalam. Mataku menatap tajam penuh konsentrasi, pantat Bagyo betul-betul bagus, pahanya berisi, bersih, bijinya melayang-layang seperti karung beras…tapi batang kontolnya kelihatan panjang dengan kepala mancung, jadi kelihatan dari jauh seperti tokek bergantung di karung beras. Aku meniup asap rokok kuat-kuat ke selangkangan Bagyo, kusedot rokok dan kutiup lagi asapnya persis ke lubang pantat. Tanganku menepuk-nepuk pantat Bagyo yang kenyal, mulutku semakin dekat ke lubang anus Bagyo, kuhirup baunya harum, tidak sedikitpun ada bau tinja. Ketiga kalinya kusedot rokok, asapnya aku sembur kuat-kuat persis satu centi dari lubang anusnya, badan Bagyo bergetar, entah tegang ketakutan atau kegelian, tanpa malu-malu aku menempelkan mulutku ke anusnya, lidahku mulai bermain-main persis di anusnya yang masih super peret. Semenit dua menit lidahku mengelus-ngelus duburnya, aku menyalakan rokok lagi, sebetulnya aku hanya ingin melihat apakah burung Bagyo terpengaruh menjadi tegang atau makin menciut. Asap rokok aku tiup ke paha dan bijinya, sengaja bibir aku dekatkan kadang menempel di kulitnya, kemudian jilatan di anus tahap kedua, lidahku mulai menari lembut, kadang kasar, kedua tanganku sudah mulai berani memegang pahanya. Bagyo mulai terpengaruh “aduuuuuh…..geli banget” bisiknya, batangnya mulai bergerak memanjang. Menyadari hal itu aku semakin berani, jilatanku semakin menjadi, mulai tak beraturan, kadang anus Bagyo aku sedot-sedot kecil, kontol Bagyo menjadi hidup total. Jilatanku semakin ganas, jemariku mulai menyentuh bijinya, lantas lidahkupun mulai menjilati pelernya, lubang anusnya aku basahi dengan ludah sehingga suara lidah dan bibirku terdengar ramai riuh rendah. Lebih dari lima belas menit aku memainkan anus Bagyo, sebelah tangannya berpegangan di sandaran sofa, kepalanya di tempelkan ke sandaran seperti orang meratap, sebelah tangannya lagi mencengkeram kepala kontolnya, Bagyo ngaceng luar biasa, ia sekuat tenaga menahan ejakulasi. Tanganku semakin nakal, maju ke depan memegang perutnya, mendorong badannya maju mundur, tanpa sadar Bagyo menggoyangkan pantatnya mengegol ke kiri ngegol ke kanan kadang maju mundur tanpa disuruh. Tiba-tiba ia menarik tanganku dari perut dan mengarahkan langsung ke alat vitalnya, astaga betapa keras kontol si Bagyo, tanganku digenggamnya supaya mengocok kelaminnya. Aku semakin konsentrasi ke lubang anusnya, mulutku menyedot-nyedot lubang tinja itu sekuat tenaga, tanganku memainkan kepala kontolnya, meremas, memelintir dan mengocoknya. Bagyo merintih-rintih keenakan, badannya berayun-ayun seperti perahu, sungguh ia menikmati permainan ini. Akhirnya setelah lebih dari setengah jam berjuang menahan diri, Bagyo tidak tahan lagi…………”aaaaaaaaaaaaah…….aaaaaaaah” ssreeeeeeeeeeet………...sreeeeeeeeeeeeeet dan ia menyemprotkan spermanya ke sandaran sofa. Tanganku berlumuran peju, sumpah banyak sekali peju si Bagyo, seperti orang tidak tersalurkan berminggu-minggu. Si empunya peju tersengal-sengal membungkuk di sofa, wajahnyapun belepotan peju, ia menyemprotkan sperma ke wajahnya sendiri. Dengan kecapean Bagyo membalikkan badan, ia masih terengah-engah. “I got you” dalam hati aku berkata, aku berdiri mengambil handuk kecil dan membersihkan wajah Bagyo, tangannya, pahanya dan lubang pantatnya yang penuh ludah. Sesaat kemudian Bagyo duduk bersila di sofa mengangkat gelasnya dan menenggak isinya sampai ludes, aku pura-pura ikut minum menuang wine ke gelasku dan gelasnya. Sekali lagi wine itu ditenggaknya habis, ia menarik nafas, menghempaskan punggungnya ke sofa “gila lu John, lu nipu gue, gue sekarang tau, lu dukun cabul !” ia menarik nafas panjang, menyelonjorkan kakinya di sofa sehingga kedua kakinya nangkring dipangkuanku “gue ketipu……gue ketipu” katanya berulang-ulang. “dasar homo……taik lu…… pinter banget lu ya nipu gue…..! Bagyo mengumpat, tapi semua sudah terjadi. Aku diam saja mendengarkan, dengan halus aku memijat-mijat mata kakinya, telapak kakinya dan naik ke betisnya, berusaha membuatnya jadi relax. Bagyo diam saja menikmati pijatanku, mungkin dia menyesal sudah terjebak dengan perbuatanku. Atau mungkin dia berpikir musti ngapain sekarang. “John, asal lu tau aja gue benci banget nikh, tapi jujur ngeseks kayak gini gue belum pernah seumur hidup !” Bagyo menggeleng-gelengkan kepalanya, rupanya ia bingung, baru sekarang dia menyadari seks sejenis memang lebih nikmat daripada dengan lawan jenis, lebih liar, lebih ekspresif ! Dalam keadaan hampir mabok seperti ini terlihat keterus terangan Bagyo, ia menyerocos sedangkan aku hanya diam mendengarkan sambil terus memijat-mijat kakinya. Bagyo terus berbicara, dengan bebas ia selonjoran tanpa celana dalam. Burungnya sudah kembali ke posisi tidur, kelihatan seperti tokek sedang melingkar. “Sebetulnya, sejak gue ketemu lu pertama kali John, gue udah ada rasa lain, rasa pengen deket, ada rasa nyaman, gairah, tapi perasaan itu gue bunuh, gue berusaha hapus !” Bagyo berusaha menerangkan perasaannya “gue pikir gue bisa deket sama lu, ego gue yang bikin gue cemburu sama si najis itu” telunjuknya diarahkan ke foto Aziz. “Aneh, gue punya cewek cakep baik-baik tapi bisa cemburu sama Aceh bangsat itu, padahal lu bukan pacar gue” ia memaki dirinya. “Shit…shit….ngapain gue jadi begini……taik…..taik…lu…..bikin gue kejebak sama homo !!” Ia terdiam lama sekali, lantas ia bicara lagi “ Gini deh John, kita bikin kesepakatan aja, janji jangan dibocorin sama orang lain, tapi si Aceh bangsat itu harus tau ! Gue udah tanggung nikh berbuat sama lu, kita asalnya keluarga baik-baik, gue suka sama lu, gue suka sama seks yang lu bikin, lu musti terusin hubungan lu sama gue ! atau lu tanggung sendiri akibatnya kalo nolak ! Di luar Bandung lu milik gue ! Aceh pungo itu boleh tidur sama lu di Bandung aja.” Kata-kata Bagyo membuatku terperanjat, ia meneruskan “ekh lu pake dukun ya bisa begini ? ayo jujur, gue udah jujur nikh ke elu” kakinya menghentak pangkuanku, aku buru-buru mengumbar senyum, memijit dan mengelus-ngelus kakinya lebih kuat, aku mengambil handuk kecil di meja dan pura-pura mengusap pahanya, mataku pura-pura memeriksa bagian-bagian yang terkena sperma. Aku memindahkan arah kontolnya, mengusap bagian kiri, memindahkan lagi kontolnya ke arah kanan, mengusap-usap pinggulnya dengan handuk. Aku mendekatkan tubuhku ke badannya, aku mengangkat sedikit T-shirtnya yang masih basah oleh semprotan peju, perutnya aku usap-usap dan akhirnya aku merebahkan kepalaku di atas perutnya, gobloknya Bagyo diam saja. Aku mulai mencium perutnya, naik ke dadanya, kucium putingnya. Kini wajahku berhadap-hadapan dengan wajahnya, memang benar-benar ganteng, benar-benar seperti Brad Pitt, bibirnya sexy, hidungnya bangir, pipinya tinggi dengan rahang lelaki yang keras. Aku menatap matanya dan berbisik “kalo itu lu anggap baik gue sepakat, tapi jangan sekali-kali menyakiti orang lain” pipinya aku cium, diluar dugaan, ia lantas memelukku, mencium keningku penuh perasaan. Mulutnya mendekat, ia hampir mencium bibirku, tapi tiba-tiba didorongnya mukaku “sikat gigi sana, kumur, bekas jilat pantat” protesnya, aku tertawa ngakak “pantat siapa barusan yang gue jilat ? udah yuk mandi bareng aja, lu ganti kaos sana” perintahku sambil berdiri dan berlari kecil ke kamar mandi. Aku melepas pakaian dan berdiri di bawah siraman air, Bagyo melempar kaosnya bergabung berdempetan denganku “Lu pake susuk ya” katanya sambil meneliti tubuhku, ia memutar-mutar tubuhku lantas menyentil alat vitalku “dasar dukun cabul…..tukang ngibul !” kepalaku didorongnya berkali-kali “gue nggak bakal lupa hari ini, tanggal ini…..dikibulin sama homo, ayo homo udah kumur belom ? cepet kumur yang bener !” hardiknya, mulutku ditengadahkan, dingangakan supaya air memenuhi rongga mulutku, aku berkumur dan meludah berkali-kali, Bagyo tertawa ngakak. Kemudian ia memelukku dengan mesra, tangannya dilingkarkan ke punggungku, aku juga merangkul pundaknya “Ayo homo kita ciuman yang enak….ajarin gue homo, cara homo ciuman” Bibirnya didekatkan ke bibirku, Bagyo masih melucu “satu…dua…tiga !” bibir kami saling melekat, saling melumat saling menggigit, lidah kami bergumul dan saling mencari-cari. Terasa alat vital Bagyo mengeras dan mendesak alat vitalku yang juga menjadi tegang. Di bawah pancuran air kami saling meraba kontol, untuk pertama kalinya aku memegang alat kelamin Bagyo, jembutnya yang lebat aku sisir dengan jemariku, Bagyo merem menikmati jari-jariku yang bermain di sekitar alat kelaminnya, tangan Bagyo sendiri meremas-remas kontolku. Aku menyuruhnya menjilati pentilku “kalau mau yang lebih enak isepin ini dulu” telunjukku mengarah ke pentilku, Bagyo menurut ia menunduk menjilat pentilku penuh perasaan, dari kanan pindah kekiri, dijilat, diisap dan ditiup-tiup membuat aku menggigil. “Ayo mana janjinya yang lebih enak” ia menagih, aku meremas biji pelernya lantas berjongkok dan menjilati kepala kontolnya yang mancung, menjilati batang kontolnya yang berkutil, lidahku mengulum kepala kontolnya. Sumpah kontol Bagyo panjang keras seperti dahan pohon, barangkali handuk basah tidak akan jatuh digantung disitu. Perlahan-lahan kepala kontol itu aku masukkan mulut, sedikit-demi sedikit sambil kugigit halus-halus, Bagyo menengadahkan wajahnya sambil mendesis “sssssss…..gilaaaaaaa…….John lu emang setaaaan” bisiknya kegelian. Bersetubuh di bawah pancuran merupakan keindahan tersendiri, rasa geli, enak nikmat disirami air hangat menjadi sensasi romantis ! Sambil mengulum kontol aku mengelus dan memijat halus punggung dan bokong Bagyo, dengan tangan kudorong pantat Bagyo ke depan….hegh….batang kontolnya menyentuh amandelku, pelan-pelan aku tarik ke luar lantas pelan-pelan lagi aku dorong masuk dan bleep…bulu mataku nyangkut di jembut Bagyo, seluruh batang kontol mblebes ke dalam mulut. Aku tarik kontol itu sehingga hanya kepala kontolnya yang masih tertinggal di dalam, lidahku mengulum-ngulum seperti mengemut permen. “aaaaaah…….gilaaaa……taik lu dasar homo…….” Bagyo menyumpah-nyumpah kegelian “gue udah nggak tahan lagi nikh…..” ia mulai mempercepat goyangannya, maju mundur dengan cepat, gerakannya membuat aku kelabakan, aku mulai mengimbangi dengan menggenggam kontol itu, setengah masuk mulut setengah kujilat sambil kukocok dengan tangan. Bagyo semakin buas, tangannya menjambak rambutku menekannya sekaligus ke selangkangannya “niiiiiiiiikh… rasain rudal gue………” kontolnya menyodok mulutku semakin cepat, semakin cepat “ssshhhh…..sssshhhhh……ssssssshhhh” desisnya semakin panjang sambil menjinjitkan tumitnya akhirnya ia menekan seluruh kontolnya ke dalam mulutku…. hheegghhh….. crrreeeeeeeeet…… creeeeeett…. Bagyo meledakkan sperma sambil mencengkeram kepalaku kuat-kuat “gilaaa…..nikmat bangeeet” ia setengah menjerit. Aku hampir muntah keseleg kontol plus air mani yang membanjiri kerongkonganku, rasanya seperti tenggelam di kolam, air hangat dari pancuran juga membuatku tersengal-sengal sulit bernafas. Sebagian air mani, masuk ke saluran pernafasan, air mani bahkan keluar dari hidungku. Aku terbatuk-batuk, agak sesak, akhirnya aku bersin dan air mani itu mencelat dari hidungku. Bagyo bukannya kasihan malah menjitak kepalaku “dasar homo tulen, belajar nyedot dari bencong mana lu, nyedot pantat jago, nyedot kontol hebat” Ia langsung mandi tidak menyadari aku yang jongkok tersengal-sengal. “ayo John mandi yuk…..sorry kalo gue kasar” ia menarikku dengan mesra, menyabuni badanku, sekali lagi ia mengulum bibirku “hebaaaat…..baru tau gue rasanya sashimi” Bagyo memandikan aku seperti bayi, mengusap sabun ke punggung, ketiak, perut bahkan mengusap pantat dan lubangku dengan penuh perasaan. Selesai mandi aku mengambilkan kaos ganti, setelah sama-sama berpakaian Bagyo minta minum “segelas lagi, abis itu gue pulang” katanya sambil melihat jam tangan. Aku mengambilkan Amareto, minuman yang paling aku sukai, ditambah 2 buah es batu lantas kami minum segelas berdua “kalo begini nggak bisa segelas, dua gelas ya” mintanya. “lima gelas juga boleh, sanggup nyetir lu ?” kataku menantang “nggak tau deh, gue suka minum tapi bukan peminum berat” ia menghela nafas, ia menarikku sampai mepet, sebelah kakinya digantungnya di pahaku “cabo sayang, udah berapa orang lu tipu kayak gue ? pura-pura jadi dukun, si Aziz juga lu tipu kayak gini ya….lu cabo sekaligus dukun cabul ” Bagyo ngomong seenaknya, sambil mengguncang-guncang kepalaku. “Brengsek lu Bag, lu aja yang bego, sumpah tadinya gue udah benci sama lu, lu aja yang mau dikibulin, orang sekolah koq percaya dukun ! goblok lu” jawabku ketus. Bagyo malah tertawa ngakak mendengar jawabanku “sumpah darling kalo nggak dikibulin begini gue nggak pernah tau ada cara ngeseks begini total, sumpah……enaaaaak….!!” Bagyo sekali lagi mengguncang-guncang badanku, lantas dengan kasar aku diciumnya, digigitnya, kaosku ditarik ke atas ia melomot pentilku dengan ganas, tanganku ditarik ke selangkangannya “sama cewe kita main halus, kalo sama lu John, gue bener-bener bisa main sepuas-puasnya……tai lu ngajarin gue jadi homo” Aku tidak pernah menduga, Bagyo yang ganteng dan anak keluarga terpelajar ternyata mulutnya kasar, baru pertama kali main sama aku sudah ringan tangan, menjenggut, menjambak, menjitak. Entah dia menyesal atau mungkin inilah seks yang dia rindukan selama ini. Aku berusaha tenang, aku mengelus-ngelus selangkangannya, celananya sudah mulai bengkak, aku lantas merangkulnya, mencium lehernya sambil berbisik “gue juga udah mulai suka sama lu, boleh main kasar kalo hanya berdua, kalo lu kasar sama gue di depan orang gue nggak mau ladenin lu lagi, gue bisa kasih lu yang lebih enak dari yang tadi” lantas aku duduk dipangkuannya sambil menggoyangkan pantat sedikit. “janji !...janji bener lu ya !” Bagyo mencengkeram rahangku, mencium bibirku “mana ludah lu…..kasih ke mulut gue……janji lu ! ia menyedot ludah dari mulutku seperti vacuum cleaner dan menelannya “nih telen ludah gue ya…..awas kalo lu sampe nggak ladenin mau gue !” sekali lagi ia merapatkan bibirnya ke bibirku, mendongkrak bibirku dengan lidahnya dan mendorong ludahnya ke mulutku, aku hampir muntah “ ayo telen….biar adil….ayo telen…..hei anjing telen nggak ?......ayo homo telen ludah gue !” plaaak !! tangannya tiba-tiba menamparku, ia memencet hidungku, ludah Bagyo akhirnya kutelan juga. Senyum tersungging di wajah Bagyo, ia memelukku lagi, matanya menatap langsung mataku dengan tajam “ngapain musti dikasarin sikh lu, tinggal telen apa susahnya, udah berapa orang lu telen pejunya” selidiknya sambil mencium-cium leherku lagi, aku menyadari manusia seperti Bagyo pasti pencemburu, pemain seks yang kasar dan orang yang pendendam. Aku harus berhati-hati dengannya. Lewat tengah malam Bagyo pulang, aku mengantarnya sampai gerbang, ia memanggilku dari dalam mobil “ssssst sini aku bisikin” aku mendekatkan telinga ke mulutnya, tiba-tiba ia menjulurkan lidahnya menjilat lubang telingaku “dasar homo…..taik lu, besok gue telpon, sebelum hari Kamis gue datang” lantas ia menginjak pedal gas dan menghilang dikegelapan malam. Hari Kamis barulah ia datang malam, sehabis makan kami berdua masuk kamar, pintu sengaja di buka, kami duduk seolah-olah sibuk membahas kerjaan, kertas bertumpuk, gambar berserakan di meja, supaya kakek dan nenekku serta para penghuni lain tidak curiga. Sekitar jam 22.00 Bagyo sudah tidak tahan, ia menendang tulang keringku :”sampe kapan nikh nunggu…..?” celetuknya, aku mengerti maksudnya, aku mengunci pintu dan bermaksud ganti pakaian, di depan lemari Bagyo memelukku : ”kelamaan udah diujung tanduk” lantas ia menelanjangi dirinya, memeluk dan melahap bibirku dengan rakus. Pantatku diremas-remasnya, badanku dipencet sana sini “mana janjinya……janji lu tepatin ya ! udah 2 hari gue nggak kelewi” Aku tersenyum dan membimbingnya ke tempat tidur, kami berciuman penuh nafsu di atas ranjang “monyet……gue kangen sama seks lu” kata Bagyo sambil mengelus-ngelus kepalaku, “buddy you are my bunny…..ayo isep dulu cepet” sambungnya lagi. Ia menjejalkan kontolnya ke mulutku, sebentar saja kontol itu keras, aku jilat dan kulum-kulum kepalanya, terus aku isap selama 5 menit. Bagyo sudah menggelegak, dari tas renangku ia mengambil lotion dan siap-siap mengoles ke anusku “heit……tunggu dulu ! sabar !” kataku sambil mengangkat tangan “lu musti bikin gue jadi relax dulu, lu musti main-mainin bool gue pake lidah biar nanti masuknya lebih puas” bujukku, muka Bagyo merah padam….plaaaak ! “tai lu homo….pantat cewe aja gue ngga pernah jilat sekarang lu minta dijilatin…dasar anjing tukang jilat pantat” ia menampar dan mulai kasar. Kontolnya dilumuri lotion dan tanpa basa basi ia menarik kakiku dan menjejalkan kontol itu ke anusku, caranya kasar, sebetulnya aku suka juga, tapi Bagyo orang yang sulit diduga. Bagyo sibuk dan berusaha keras memasukkan batangnya ke dalam anusku, ditekan mencelat, dingangakan sulit masuk, sementara ia sudah nafsu tinggi “John, gimana nikh ngga mau masuk, lu jangan main-main kayak taik gini” dia marah-marah, tapi burungnya tetap keras juga. Aku lantas nungging supaya dia lebih leluasa memasukkan alat vitalnya ke lubang duburku. Cepat-cepat ia mengolesi lotion ke anusku dan mengarahkan kepala kontolnya yang mancung tepat di cincin kenikmatan……. bleeeees batang itu dengan cepat masuk dan hilang ditelan kegelapan “wuiiiih…….lebih rapet dari memek” serunya gembira, anusku langsung digoyang-goyang “Anjing bener-bener enak……hi hi hi taik nikh…..enak banget” ia berguman sambil cekikikan, Bagyo menikmati lubang anusku dengan penuh perasaan. Tiba-tiba ia mencabut kontolnya “model begitu bikin gue cepet ngecret, ayo ganti gaya John” Aku menyuruhnya berbaring, aku naik dan duduk di atas alat vitalnya yang langsung menancap….leeep masuk dengan tidak susah-susah, bentuk mancung dan pelicin memudahkan batang kontol itu terbenam. Tapi setelah masuk setengah baru terasa sakit di duburku, karena batang Bagyo panjang dan gemuk di tengah-tengah. ”dasar cabo….. lonte……. homo…..taik…enaakk !” Bagyo mengeluh berkali-kali sambil meremas-remas sprei, meremas dadaku, meremas kontolku nggak karuan, setiap aku menggoyangkan pinggul dan naik turun di atas selangkangannya. Aku menekan kontol Bagyo sedalam-dalamnya lantas dengan cepat mengangkat pantat dan menekan lagi sambil bergoyang seperti pendulum “shiiit….shiiit……!” desisnya, aku tidak memberi kesempatan Bagyo menarik nafas, segala keahlianku ngeseks dan bergoyang aku kerahkan, aku mengangkat pantat tinggi-tinggi dan menekan lagi dalam-dalam dengan cepat, tanganku sibuk meremas, perutnya, dadanya dan pentilnya, putaran demi putaran membuat mata Bagyo mendelik, memejam, mendelik memejam, mulutnya dimonyong-monyongkan, alisnya dikerutkan, wajah Bagyo yang ganteng tidak ada bagus-bagusnya, sedikitpun tidak menarik dalam keadaan seperti itu. Bagyo menggigit bibir bawahnya, ia mencengkeram pahaku sampai merah, pantatnya dinaikkan, diturunkan seperti orang kejang-kejang, keringatnya berleleran. Setiap Bagyo hampir ejakulasi aku menurunkan gairahnya, lantas aku goda lagi sampai dia ngos-ngosan, demikian berulang-ulang selama lebih dari 1 jam, sementara duburku terasa sudah panas dan perih, yang jelas pasti jadi longgar. Duduk mengangkang di atas kontol terlalu lama sebetulnya sama sekali tidak nyaman, tapi apa boleh buat aku ingin memberi pelajaran kepada Bagyo. Sekali lagi aku memutar pinggul dan mengayun pantatku sambil menekan dan mengangkat badan. Bagyo sudah berlumuran keringat, perutnya basah kuyup, paha kami berdua sudah berbunyi nyaring karena becek keringat “gilaaa………John….taik..aaahhh capeee nikh ngaceng teruuuuuss…….!” Dia mengerang-ngerang minta dikasihani, kakinya menghentak ke sana kemari, aku sengaja merapatkan anus dan bermain-main dengan otot cincin duburku, Bagyo semakin marah, mengeluh dan menjerit entah kesakitan atau keenakan. “asyiiik nggak Bag…..? assyiiik ngga sayang ?” tanyaku sambil terus menjepitkan ototku ke batang kontol Bagyo, memutar bergeol ke kiri ke kanan, naik turun, cepat-pelan dan seterusnya. “lu emang lonteeeee…….caboooooo homoooo, udah keluarin gue punya sperma..…nggaaa tahan… beginiiii terussss!” katanya terpatah-patah. Aku mengandalkan jurus terakhir, mencabut kontol Bagyo dan menungging “Bag, ayo donk sodomi gue, terserah deh, sekarang giliran lu goyang” aku meminta, tanpa di suruh dua kali Bagyo berdiri dengan sempoyongan, ia menancap kontolnya di anusku yang nungging di tempat tidur…..bleeeseeeekkk amblaslah alat kelamin Bagyo ke dalam, Bagyo yang dari tadi sudah berkali-kali hampir ejakulasi kini membalas dendam, anusku dihajarnya tanpa ampun…..ia menekan dan menarik batangnya sepuas hati, sekeras-kerasnya, tapi baru 8 kali menekan Bagyo sudah tidak tahan……spermanya meledak bertubi-tubi badannya gemetar, tangannya mencengkeram perutku dengan ketat, bibirnya ditempelkan dipunggungku, giginya gemeretuk seperti mengunyah batu. Aku menjepit kontolnya dengan otot anusku berulang-ulang. Ia berusaha melepas batangnya dari anusku, tapi setiap kali aku ketatkan sehingga ia menjerit “aaaaauuuuuw……..taik lu !” ia kegelian dan kesakitan, aku kasihan dan melonggarkan otot cincin di anusku supaya batangnya lepas. Bagyo menjatuhkan dirinya di kasur, aku buru-buru mengambil handuk membersihkan sisa-sisa sperma dari alat kelaminnya. Bagyo seperti orang habis lari Marathon 25 km, ngos-ngosan, hilang tenaga, dehidrasi, setelah bersih badannya, aku menyelimutinya dan aku mandi bersih-bersih. Aku jongkok membuang semua sperma yang masuk, di lantai kamar mandi yang putih mengalir cairan putih kekuningan yang luar biasa banyak, Bagyo menyemprotkan sperma tidak kira-kira, melihat itu aku merasa sangat puas. Tapi aku juga merasa ada daging-daging yang keluar dari anusku, meski sudah sering disodomi tapi aku belum pernah merasa ada tonjolan seperti begini. Inilah akibat memendam kontol sebesar itu terlalu lama di duburku, akibatnya begini. Dengan hati-hati aku mengoleskan antiseptic supaya tidak radang atau membuatku demam. Aku mengambil air es dan menyuruh Bagyo minum, ia minum setengah gelas, kembali meneruskan istirahat. Aku naik ranjang dan menarik selimut, sengaja membelakanginya, seakan tidak memperdulikan dia. Semenit dua menit, akhirnya tangannya mencolek pinggangku :” Sebetulnya lu sayang nggak sikh sama gue ? atau lu cuma mau ngeseks aja ?” Bagyo membuka percakapan, aku menjawab “terserah lu aja, cuma buat ngeseks kali ya, emang lu pengen pacaran sama lelaki ?” lama tidak ada suara, kemudian Bagyo melanjutkan “gue nggak pernah ngeseks kayak begini, kemarin aja udah enak, hari ini betul-betul gue nyerah..taik bener ! ………taik….sumpah enaaak !” Bagyo memelukku, katanya lagi “gue sayang sama lu…… gue mau lu sayang sama gue, nggak tau deh gimana bilang perasaan gue tapi …….tai gue seneng sama lu anjing homo !” Aku membalik badan sehingga berhadap-hadapan, tanpa permisi Bagyo mengulum bibirku, memeluk seperti orang kesetanan “hei lonte…… lu gila ya, seks lu gila……taik… bener..bener taik ! gue jatuh cinta sama homo…..anjrit !” dia kembali memelukku, aku mengelus-ngelus kepalanya, menciumi lehernya, meremas-remas burungnya. Bagyo menepiskan tanganku “udah……cukuuuup…..ngilu…..anjing tadi enak banget……gue puaaaas banget …. Aduuuh Jooooohn……lu besok jangan ke Bandung……nggaaak..nggak boleh lu ke Bandung…. taiiiiiiikkkk si najiz itu nggak boleh lagi jadi pacar lu ! lu ngga boleh main lagi sama dia …….lu sekarang punya gue !!” Sifat egois Bagyo muncul, aku kuatir dia marah-marah seperti kemarin, main kasar main pukul, aku mikir-mikir apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa mengelus-ngelus dan mencium-cium Bagyo, akhirnya ia kelelahan dan tertidur. Kontolku dari tadi ngaceng lemas, ngaceng lemas, sekarang giliranku membuat kontolku happy, aku memeluk Bagyo dari belakang, dengan lotion aku olesi pahanya supaya licin, aku ciumi tengkuknya, aku semakin merapat dan menyelipkan kontolku diantara pahanya. Sebelah tangan aku merangkul lehernya, sebelah tangan aku memeluk perutnya, menjelajahi jembutnya dan mengusap kontol Bagyo dengan lembut, pantatku bergerak maju mundur. Bagyo tersadar karena kontolnya ngaceng lagi “Jooohnn…..lu bikin gue ngaceng lagi nikh….sialaaaaan……jadi pengen lagi John” aku diam saja konsentrasi menggoyang-goyangkan badan, rasa nikmat menjalari tubuhku, John juga hanyut dalam birahi, ia meremas-remas tanganku yang sedang mengocok kontolnya. Akhirnya aku tidak tahan lagi, aku mencium punggung Bagyo penuh perasaan sambil menyemprotkan air mani di selangkangannya…….preeeeeeeeeeet…..preeeeeeeet ! aku memeluk erat tubuh Bagyo yang padat. Sesaat kemudian Bagyo membalikkan badan, posisi kami berhadap-hadapan, ia menyelipkan alat vitalnya di antara pahaku, aku menyilangkan kaki, ia mengulum bibirku dan mulai menggoyangkan badan maju mundur”sssssshhhhh……ssssssshhh” desisnya, matanya terpejam dan selama 10 menit ia bergerak demikian sambil memeluk sesekali meremas punggungku, tiba-tiba ia menyibakkan selimut, berjongkok dan menyodorkan kontolnya ke mulutku “sayang isap….isap mau nyemprot nikh” katanya sambil mengocok-ngocok burungnya. Aku mengangakan mulut menjulurkan lidah, yang dikocok belum keluar juga tapi Bagyo sudah mendelik-delik sambil menggigit lidahnya, puncaknya Bagyo menggeram sambil mengocok keras-keras kontolnya, ia menadahkan tangan di ujung alat kelaminnya dan preeeeet preeeeeetttt creeeeeeeeeeet pejunya muntah di telapak tangan “aaaaaahhhh…….aaaahhhhhhh…….” ia ejakulasi penuh kenikmatan, lantas ia menarik kepalaku ke telapak tangannya “ayo minum peju gue…. minum…..telan….telan…..jilatin sampe bersih !” aku menurut saja menjilati sperma di telapak tangannya sampai tandas, kontolnya lantas aku kelomoti, sehingga tidak ada peju sedikitpun menempel atau tersisa. Tanpa cuci tangan Bagyo menarik selimut dan memelukku lagi, ia puas, merasa puas dapat melakukan fantasi seksnya yang selama ini tak kesampaian. Kami melanjutkan tidur sampai pagi, berpelukan seperti suami istri. Keesokan harinya, Jumat malam aku nekat ke Bandung, masa bodoh dengan Bagyo. Sampai Bandung malam itu aku masih tidur di rumah Aziz tapi besoknya cepat-cepat dengan berbagai alasan aku mengajak Aziz menginap di Lembang “gue pengen ganti suasana, supaya kita lebih mesra” Aziz senang saja, sepanjang Sabtu kami ngentot habis-habisan, malam Minggu kami duduk makan jagung bakar di luar, kembali ke kamar hotel kami berncinta dan ngentot sepanjang malam. Aku hitung dari aku datang sampai aku pulang Aziz ejakulasi 14 kali, aku ejakulasi 6 kali. Apakah memang orang Aceh demikian kuat dalam hal seks atau Aziz yang hyperseks. Malam itu sambil berpelukan pikiranku menerawang jauh, mengingat alat kelamin lelaki yang pernah singgah di tubuhku. Setahuku selama ini orang Batak Karo pemain seks yang menyenangkan, kontol mereka gede-gede, mainnya bagus, total, begitu juga orang Menado. Aku tidak pernah dan tidak kepingin main dengan orang Papua, meski gede-gede seperti pentungan, badan mereka bau. Lelaki Bali mainnya egois, lelaki Sunda juga enak, akhirnya ingatanku berujung pada Bagyo. Aku jadi tersenyum sambil mengingat “betapa nakalnya aku” membuat Bagyo kasmaran hanya karena seks. Memang seks itu indah, seks itu bagian dari seni, seni bersetubuh, aku memeluk Aziz erat-erat, seks Aziz halus, penuh perasaan, ia mencintaiku tanpa pamrih. Aku sebetulnya juga mencintainya, tapi kenapa sekarang ingatanku melayang pada Bagyo, seksnya kasar, mulutnya kasar, apakah aku memang mulai mencintainya ? Ya aku memang mudah jatuh cinta, betul kata Bagyo aku lonte ! Minggu malam aku pulang, sampai di rumah sudah sepi, mobil langsung masuk garasi dan aku masuk kamar, sehabis mandi aku keluar ke ruang tengah, mencari-cari surat atau pesan di meja marmer di ruangan itu, setiap penghuni rumah mempunyai mangkuk Cina, disitulah pesan-pesan atau kiriman diletakkan. Aku menemukan sebuah bungkusan kecil, kartunya tidak kalah kecil. Aku buka kartunya “from Bug with love” gambarnya seekor bug terbang melayang, kotaknya aku buka sebuah cincin dililit benang ditaburi bunga-bunga kering. Aku terperanjat “hadiah apaan ini”, aku tidak memakainya, meskipun cincin itu sangat indah, bunga-bunga keringnya membuat merinding. Aku hanya menyimpannya di laci mejaku. Bagyo menelpon pagi-pagi, mengajak aku makan siang, aku setuju saja, tapi ia menambahkan”bawain hadiah buat gue ya, gue minta kita tuker-tukeran !” aku bingung mau memberi dia hadiah apaan. Jadi makan siang itu kami bertemu “ma kasih hadiahnya ya” kataku sambil tersenyum seriang mungkin “gimana kabar Aziz ? sudah lu bilang sama dia ?” Bagyo menyelidik. “udah deh kita makan dulu baru ngobrol yang begituan” jawabku, jadi kami makan sambil ngobrol lain-lain, diujung pertemuan Bagyo menagih hadiah dariku, aku mengelak “Bag, mana sempat gue mencari hadiah sekarang, sabar nanti pasti gue kasih” kemudian kami berpisah. Sorenya aku pergi ke Plaza Indonesia, tidak jauh dari rumah, mencari hadiah yang pantas untuk Bagyo, aku hanya menemukan sebuah kartu yang bagus “for my special friend” ada gambar bug hinggap di VW kodok. Di sana aku ketemu teman-temanku kami melanjutkan makan malam di Grand Hyatt. Temanku Budi memakai kalung dengan pendant yang bagus, kelihatan sexy, maskulin, educated. Hal ini memberiku inspirasi mencari barang seperti itu. Selesai makan jam 21.00, aku buru-buru lari ke bawah ke Plaza Indonesia sebelum tutup, untung toko yang kumaksud masih buka, setelah memilih-milih aku membungkus sebuah pendant dari kayu ebony berbingkai perak dengan ikatan tali logam perak halus. Pendant itu hanya merupakan tulisan “new men” yang kalau dibaca terbalik tetap “new men”. Hampir jam 22.00 aku sampai di rumah, meski jarak dari Plaza Indonesia ke rumahku tidak lebih dari 500 meter tetapi Bundaran HI dan macetnya Jakarta membuat mobilku sulit bergerak. Dari jauh aku sudah melihat Honda Accord warna hijau tua milik Bagyo parkir di depan rumahku. Di ruang tamu Bagyo kelihatan cemberut dan penuh kemarahan “hei udah lama Bag ?, sorry gue nyari kado ! tunggu ya “ aku masuk ke dalam kamar, mandi sebentar, menuliskan kartu “to my Bag with love”, membungkus yang baik, lantas keluar menemui Bagyo lagi. “Ayo sudah duduk di dalam saja” ajakku ke kamar. Bagyo menurut, masuk ke dalam dan seperti biasa duduk di sofa, aku menunjuk sebuah bungkusan beralas talam perak kecil di atas meja “hadiah dari ………?” kataku tanpa meneruskan, Bagyo menjawab “dari lonte…….lonte kesayangan…….lonte yang bikin gue sinting” katanya tanpa bercanda, nada-nadanya dia bakal marah-marah nikh. Bagyo membuka bungkusan, senyumnya merekah lantas tertawa terbahak-bahak “nemu di mana nikh ? new men, emang gue sekarang jadi new me new life….bagus….bagus….gue suka !” Bagyo bicara dengan gaya sok dewasa, padahal aku lebih tua 11 tahun darinya. Ia membuka kartu dan tersenyum “balas dendam ya, nemu bug card……..tapi ini…yang ini gue protes…coba liat kartu yang gue kasih, mana cepet… !” Aku membuka laci dan mengambil kartu yang dia berikan “John lu ada begonya, atau lu nggak mau kasih perhatian ? gue mau lu tulis nama gue BUG bukan BAG…..taik lu…..babi dasar homo nggak tau kasih sayang….lu tukh cuman butuh kontol..bukan kasih sayang…. dasar lonte !” ia mulai memaki-maki lagi. “kenapa cincin yang gue kasih nggak lu pake ? lu mau apain tukh barang…… dasar homo kegatelan, nggak menghargai pemberian gue, mau lu apa ha ? lu cuman mau kontol gue ya…..nikh makan nikh….makan nikh kontol gue biar puas “ Bagyo berdiri, membuka celananya, mengeluarkan burungnya dan menggoyang-goyangkannya sambil marah-marah. Ia menarik dan menutup gorden, mengunci pintu, menarik dan melemparku ke sofa, Bagyo mengocok-ngocok kontolnya di depan mukaku, aku melengos dan plaaaaak….plaaaak Bagyo menampar pipiku kanan kiri. “kenapa sombong….kenapa udah kenyang sama kontol Aceh….., udah nggak mau ini, makan…nikh isap…lu cuma perlu kontol khan….ngga perlu sayang gue khan….!” Terpaksa aku menjilati alat vitalnya tanpa semangat, pelan-pelan sampai burung Bagyo bangkit dan keras, aku kocok-kocok dan jilat-jilat, celananya aku turunkan, pantatnya aku remas-remas supaya kemarahannya reda. Lama-lama aku jadi semangat, aku jilati pelernya, pantatnya dan aku menjadi sibuk luar biasa, menjilat depan belakang, tangan lidah, mulutku serempak bekerja barengan, Bagyo mulai merasa keenakan, kakinya sebelah nangkring di sofa, tangannya menarik kepalaku “saaayaaaaaaaaang…….gue paliiing seneng kalo udah begini……sayaaaaang….enaaaak !” Bagyo menggerakkan badannya maju mundur seperti biasa. Di saat aku semakin konsentrasi dan ingin membuat ia ejakulasi Bagyo melepaskan kontolnya dari mulutku “sabaar saaayaaaang gue juga udah pengen ejakulasi…..sabaaar nanti aja ! terbukti khan lu emang doyan kontol gue !” Bagyo mulai bermain-main dan membuat aku penasaran, ia duduk disebelahku, celananya langsung dinaikkan dan sriiiiit…..retsletingnya dirapatkan. “Masih penasaran khan….? Masih pengen khan…….” Kata Bagyo disambung ketawa ngakak, aku berusaha mengelus pahanya dan memegang kontolnya di balik celana “Eiiiit……sabar dasar lonte…..dilarang pegang-pegang, nanti ada waktunya…..” sekarang ia bikin aku penasaran, biar saja nanti akan kubikin dia nyaho ! Jadi aku diam saja, menuruti apa yang dia bilang, daripada nanti bikin ribut di rumahku. Aku berdiri menarik laci dan mengeluarkan cincin hadiahnya “Ini cincin bagus, aku suka, cuma bunga-bunga kuburan itu buat apa ?” tanyaku, Bagyo mengambil cincin itu memakaikan ke jari telunjuk kananku. “mulai hari ini John, kita resmi jadian, gue suka lu, luar dalem, gue suka seks lu, gue harap juga sebaliknya, lu terima gue apa adanya, lu satu-satunya orang yang pas buat gue, bisa muasin gue, gue bisa marah, bisa keras fisik, semuanya deh, harap lu maklum. Tapi inget lu yang mulai ! jadi lu yang tanggung jawab, lu musti terima gue yang udah tanggung kejebak perbuatan lu”. Bagyo menarik tubuhku menciumiku, memeluk erat, mendekap erat, menelanjangi dirinya, menelanjangiku dan mencium tubuhku dari kepala sampai ke kaki, menjilat pentilku, perutku, pantatku. Malam itu seperti betul-betul malam pengantin. Bug, semenjak itu aku menyebutnya, untuk pertama kalinya Bug menjilati anusku, menyedot-nyedot duburku sampai aku gemetar, ia menjilati biji zakarku, lantas lubang pantatku di sodomi dengan penuh perasaan. Bug menghayati persetubuhan kami malam itu, ia betul-betul menunjukan bahwa ia membutuhkanku. Hubungan badan kami malam itu berbeda, halus, indah, ia tidak mengatakan hal-hal yang kasar. Resmilah kami pacaran, Bug akan menjadi kekasihku di luar Bandung, karena di Bandung ada Nina pacarnya dan di Bandung aku sudah punya kekasih, Aziz pemuda Aceh yang rupawan.

###

20 Gay Erotic Stories from Safenias@yahoo.com

24/7/365

Tinggal di Arab merupakan sebuah kenikmatan, berbagai macam barang ada, harganya murah, bahan makanan dan minuman juga lengkap! dan hampir semua orang di sana yang kutemui baik-baik, terlebih para lelakinya selalu menawarkan kemaluannya dengan penuh keramahan.Setiap saat aku mau, selalu dapat kontol, pagi subuh nemu kontol, sarapan pagi….juga kontol ! jam sepuluh ada kontol, siang bolong

6 jam di jogja

Enam Jam Di JogjaIni bukan kisah sejarah perjuangan Pak Harto dalam masa Revolusi, meski judulnya sama tapi ini sejarah tidur dan bergulat dengan seorang Pakistan di atas kasur. Sama-sama seru ! Pak Harto berjuang mengandalkan pestol, cerita yang ini berjuang mengandalkan kontol.Begini ceritanya : Sebuah hotel baru akan diresmikan di daerah Losari, dekat Magelang, gerombolan kami turut di

A Tale From Arabia

A Tale From ArabiaSelama sebulan lebih aku harus bolak-balik Mecca-Medinah, tamu-tamuku bertebaran di kedua kota tersebut. Ada 36 orang di Mecca dan 54 orang di Medinah. Terus terang lebih banyak tamu-tamu menghabiskan waktu di Medinah, karena suasananya lebih damai dan sejuk. Begitu juga orang di sana jauh lebih ramah. Kotanyapun lebih rapih dan menyenangkan.Jarak Mecca -Medinah kutempuh

AKWANG

AKWANG Bulan September 2004 team kami harus mengunjungi tempat pengungsian minoritas Cina, mereka korban Gerakan Aceh Merdeka, letaknya di daerah perindustrian, kota di mana kami tinggal. Kami siap-siap dengan berbagai kebutuhan pendidikan dan obat-obatan. Hari yang ditentukan tiba, kami datang dan disambut ramah panitia pengungsi, kami langsung membagi diri sesuai tugas masing-masing.

arabian night

Sore itu aku baru saja mendarat di Ngurah Rai International Airport, segera check-in di Grand Bali Beach Hotel yang jauh dari hiruk pikuk, terlebih karena setumpuk pekerjaan yang harus kulakukan berada di daerah Renon, dekat dengan Sanur. Belum sempat beristirahat telponku berdering, rekan bisnisku mengajak makan malam di Jimbaran, segera kami meluncur ke sana. Waktu baru saja menunjukkan pukul 7

Bali The Heaven On Earth

Pagi-pagi Tante Ida menelpon dari Jakarta :”Man, anak lelaki sahabat Tante di Denver nanti mendarat jam 11 siang, mau liburan di Bali, maaf ya ! dadakan ! Tante sibuk, lupa kasih tau, nanti sekalian ke kantor, Tante transfer ke rekening BCA kamu buat uang pegangan…...” dan seterusnya…..ia memborong bicara, padahal aku masih ngantuk ! bayangkan aku baru tidur jam 2 dan jam 6 pagi Tante saya

Blitzkrieg !

Blitzkrieg !Halo-halo pencinta cerita homo ! Ini laporan pandangan mata, fresh report dari Dili, “kota sejuta kontol” Sore tadi bersama teman-teman saya pergi ngopi ke Area Branca, atau Pasir Putih, daerah tepi pantai dengan pasir yang warnanya putih. Areanya tidak besar, paling-paling hanya sepanjang 1 km, tapi di sore hari kota Dili tampak cantik dari sana, bukit-bukitnya terlihat biru dan

bread & butter

Pernah suatu kali Iwan Tirta mengatakan kepadaku “relations & sex” ibaratnya seperti bread & butter, tak terpisahkan seperti roti yang harus diolesi mentega. Hmmm….. coba pikirkan ! kata-katanya benar ! Pada pengalamanku, bila seks antara aku dan pasanganku cocok maka hubungan kami menjadi lancar, hal-hal kecil yang bisa menjadi biang keributan akan terselesaikan di atas ranjang. Atau

Dili 2008

Dili 2008Pertama kali aku melihatnya bulan Agustus 2008, di sebuah restoran bagi kalangan menengah di kota Dili, Timor Leste. Aku dan teman-teman sedang makan malam, tidak jauh dari tempat kami duduk rupanya ada perayaan ulang tahun. Sepotong kue taart besar di pasangi lilin digiring ke meja rombongan itu. Suasana penuh senda tawa dan bahagia, tiup lilin dan jepret-jepret mereka berfoto. Yang

Goyang Dombret

Goyang DombretAda sebuah kantor di sebelah ruko aku tinggal. Kalau hari Sabtu, kantor itu setengah hari, setiap Sabtu selewat jam 2 siang selalu kedengaran music dangdut di stel dengan sangat keras dari kantor tersebut, dan baru berhenti Senin pagi saat kantor buka lagi. Bayangkan dari Sabtu siang sampai Senin pagi semua tetangga harus menderita dengan music kampungan yang disetel dengan volume

Jakarta-Bandung-Jakarta

Jakarta-Bandung-JakartaHari Jumat jam 15.15 KA Parahyangan melaju dari Stasiun Gambir menuju Bandung, di atas kereta aku berkenalan dengan seorang pemuda ganteng, alis matanya tebal, bibirnya sexy, kesannya seperti Brad Pitt, tapi Melayu punya. Kami saling memperkenalkan diri, namanya Bagyo, lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Ia sendiri tinggal di Jakarta, tapi karena ada keperluan

Jakarta-Bandung-Jakarta Jilid II

Bagyo menyumpah-nyumpah kegelian “gue udah nggak tahan lagi nikh…..” ia mulai mempercepat goyangannya, maju mundur dengan cepat, gerakannya membuat aku kelabakan, aku mulai mengimbangi dengan menggenggam kontol itu, setengah masuk mulut setengah kujilat sambil kukocok dengan tangan. Bagyo semakin buas, tangannya menjambak rambutku menekannya sekaligus ke selangkangannya “niiiiiiiiikh… rasain

kenangan di masa lalu

Kenangan Di Masa Lalu (I)Hingga aku SMA, aku tinggal bersama orangtuaku di jantung kota Jakarta. Di sebuah rumah lama, peninggalan jaman colonial, rumah itu bagiku sangat besar, luas tanahnya saja 2000 meter. Rumah induk tempat keluarga kami tinggal membuat pembantu ngos-ngosan, karena sehari ia harus menyapu dan mengepel 2 kali. Karena terlalu besar, pavilion di sayap kanan disewakan

kisah cinta nan jauh di rantau

Mungkin aku pacaran sudah lebih dari 19 kali, maksudku pacaran yang serius, bukan sekedar hubungan badan biasa. Kadang menjelang tidur aku membuka-buka buku catatanku dan mengenang pacar-pacarku dulu. Salah satu diantaranya bernama Gandhi, karena ia paling romantic dan paling berbakti. Gandhi adalah salah satu pacar yang paling tidak akan kulupakan.Aku berkenalan dengannya tahun 1996, ketika

Kontol di Museum

Kontol di MuseumKalau kita pergi ke Museum Pusaka Nias, di Gunung Sitoli, kita akan terpesona melihat patung-patung batu berserakan di halaman Museum, di depan, ditengah, di belakang. Rata-rata semua punya gaya yang sama, seorang lelaki dengan kostum traditional berdiri tegap dengan buah dada besar dan alat kelamin berdiri tegak, semua terbuat dari batu.Sudah dua kali aku kesana, hari Sabtu

magnum force jilid I

Magnum ForceDi ujung Jalan Kajeng sedang dibuat Bale Banjar yang baru, tukang-tukangnya sebagian besar dari Jawa. Agak lebih jauh sedikit di teras sawah, tinggal temanku Yoko, seorang perempuan Jepang yang sedang belajar menari di Peliatan. Pondok Yoko bergaya Jepang dikelilingi kolam Lotus…romantis sekali, kalau bulan purnama aku selalu ke sana, mendengarkan music, minum brem atau arak atau

MANDREHE

MandreheMandrehe adalah sebuah desa kecil, di tengah Pulau Nias. Saya menyukai desa tersebut, letaknya tinggi di perbukitan, cuacanya sejuk, dari sebuah tempat di sana kita bisa memandang Pulau Sirombu dan birunya Samudra Hindia yang seolah tak berbatas. Indah !Pertama kali ke sana, saya tercengang melihat tempat saya harus menginap, sebuah kamar di Seminari yang tidak terurus. Perlu 3 jam

Nias Pulau Seribu Kontol Jilid II

Nias - Pulau Seribu Kontol Jilid IIBetul saja, jam 8 lebih sedikit Fasi datang naik sepeda, wajahnya cerah sumringah, ia menyandarkan sepedanya di tiang rumahku. “Bang perutku sakit, habis makan aku langsung ngebut naik sepeda” katanya manja, ia langsung menghempaskan pantatnya ke kursi rotan. Celana pendeknya sudah robek sebelah depan dekat selangkangan, aku perhatikan kakinya panjang dan

singing in the rain

Singing In The RainPerumahan Taman Setiabudi Indah di Medan sedang banyak membangun rumah mewah, bangunan setengah jadi ataupun tahap finishing gentayangan sepanjang jalan. Beberapa bangunan hanya dipagari seng, atau terbuka sama sekali, pemiliknya belum punya cukup dana untuk menyelesaikan rumah tersebut. Di bangunan-bangunan seperti itulah tukang-tukang jualan makanan bergerobak beristirahat

wayan

WayanSebulan sudah aku menetap di daerah Petitenget, Seminyak. Duapuluh tahun lalu tempat ini begitu sepi dan mungkin sebagian besar orang tidak tertarik berkunjung kesini. Tapi Petitenget kini berubah menjadi surga kaum pelancong bule kelas atas. Coba saja lihat Potato Head, W Hotel, Metish, Sardin, Bali Bakery dan semua tempat yang terbilang mahal ada di lokasi ini.Banyak hotel dan

###

Web-01: vampire_2.0.3.07
_stories_story