Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (8)

by Tri Sugihantoro


Pagi hari setelah peristiwa terbaik sepanjang hidupku ...

Ada keributan di depan sekolahku. Fizkar dikeroyok Doni dan belasan temannya. Dia berdarah-darah. Namun, tiga orang dari belasan lawannya sudah terkapar kesakitan. Aku tak berani mendekat. Seharusnya aku membantu Fizkar menghadapi Doni dan teman-temannya. Namun, aku tidak pernah berkelahi. Kalaupun pernah bertengkar pasti berakhir dengan tangisanku. Dasar banci!

Fizkar dan lima orang teman Doni dibawa ke rumah sakit. Selebihnya diberikan pengobatan di sekolah. Doni melihatku. Wajahnya penuh dendam dan ancaman. Hey! Aku tidak terlibat, Don! Aku menggigil ketakutan. Bencong pengecut!

“Anak itu sudah terkena batunya!” sebuah bisikan. Aris berdiri menjajariku. Siapa yang dia maksud?

“Masih sekolah sudah merusak rumah tangga orang ...” lanjut Aris agak bergumam. Oooo ... Fizkar yang dia maksud ...

“Kamu tidak pernah tahu permasalahannya, Ris!” dengusku penuh kemarahan. Kutinggalkan dia mematung. Aku benci sekali padanya!

Pagi menuju siang dengan lambat ...

Satu orang teman Doni tewas! Seisi sekolah riuh. Seluruh siswa berkumpul di lapangan. Tidak mau belajar. Mereka menuntut Fizkar dikeluarkan dari sekolah! Aku hanya terdiam di pintu kelas. Jangan lakukan itu, padanya!

“Kamu masih menganggapnya baik-baik saja?” Aris menghampiriku. Aku tidak menjawab. Ini tidak adil! Aku pandangi wajah Aris. Penuh kemarahan ...

“Aku tidak akan pernah memaafkan orang-orang yang berusaha menyakitinya!” geramku. Aris terperangah. Barangkali ia tidak menduga kalau aku akan bereaksi seperti itu.

“Toro! Kamu ...”

“Pergi kamu dari sini! Kamu tidak pernah ada dalam kehidupan saya ...” usirku pada Aris.

“Ro ...”

“PERGI!” kugebrak pintu kelas dengan sekuat tenaga. Tanganku sakit tetapi lebih sakit melihat orang-orang telah mengadili Fizkar dengan tanpa perasaan. Aris menjauh. Wajahnya masih penuh ketidakpercayaan. Aku puas. Setidaknya ada orang yang tahu bahwa aku masih mendukung Fizkar.

Sepulang sekolah ...

Fizkar dikeluarkan dari sekolah. Belasan siswa yang mengeroyoknya hanya diberikan skorsing dan peringatan keras. Karena dianggap telah membunuh orang, Fizkar pun kemungkinan akan masuk penjara.

Perih ...

“Seharusnya kamu bersyukur, Ro! Tuhan membukakan matamu ... Segala keburukan Fizkar apakah belum cukup sebagai bukti kalau ...”

PLAKKK!

Kugampar pipi Aris. Ia langsung terdiam. Kutatapi wajahnya penuh kebencian.

“Kamu berani menamparku?!” nada pertanyaan Aris terdengar mengancam. Aku tidak takut. Kutentang dia sambil berkacak pinggang.

BRUGHH!!!

Ia mendorongku dengan keras! Aku tidak menyangka. Dengan gerakan tidak terkendali aku coba melepaskan diri dari tumbukan tubuhnya. Aris tidak mengendurkan cengkeramannya. Dan aku ... bukan tandingannya ...

Aku menangis. Aris membetot rambutku ke belakang. Ia ludahi wajahku. Aku tidak terima. Kubenturkan wajahku ke wajahnya. Sekeras mungkin. Ia menonjokku. Aku menjerit kesakitan. Kulemparkan benda apa pun yang terdekat ke arah Aris. Aris tambah kesetanan.

“Bencong banyak ulah, kamu!” hinanya sambil memelintir tanganku. Aku menjerit lagi. Tanganku seperti mau patah!

Aris akhirnya melepaskan pelintirannya. Aku tetap menangis. Tangis kesakitan dan ketakutan. Sakit karena aku memang tidak terbiasa dengan kekerasan fisik. Takut karena aku segera sadar bahwa Aris jago karate. Aku? ...Banci kerupuk!

Sesorean aku menangis di kamar. Pertanyaan ibu dan bapakku tak aku pedulikan. Aris sendiri hanya diam saat ditanya. Akhirnya, orang tuaku beranggapan aku bertengkar dengan Aris. Namun, mereka hanya beranggapan pertengkaran biasa karena kami masih berada di kamar bersama-sama.

Malam ...

“Toro! Maafkan Aris, ya? Aris tadi berlebihan menyakiti Toro ...” Aris sudah memelukku dari belakang. Aku hanya diam. Namun, kurasakan air mataku menetes. Kurasakan ketulusan dan kelembutan hati Aris saat mengucapkan kata-kata itu. Dia jago karate. Melumpuhkan aku hanya satu kali gebrakan saja pasti dia sanggup. Dia tidak melakukannya. Justru aku yang membabi buta menyerangnya. Padahal, jurusku hanya cakaran, jeritan, dan tangisan. Dasar bencong!

“Kalau Toro memang membenci Aris, minta saja pada Bude dan Pakde buat mengusir Aris! Aris banyak dibantu di sini tetapi Aris tidak pernah membuat Toro senang, malah sering menyakiti Toro! Sekarang Aris mau berikan apa yang Toro pernah inginkan dari Aris ...” Aris mengusap punggung tanganku. Dibimbingnya tanganku ke belakang. Ia sentuhkan tanganku pada kontolnya yang masih bercelana. Ia rela mengorbankan kontolnya hanya untuk maafku. Aku tarik tanganku. Kubalikkan tubuhku menghadap tubuhnya. Kupeluk tubuhnya dan kusungkurkan wajahku ke dadanya. Aku menangis sejadi-jadinya. Aris menciumi kepalaku bertubi-tubi.

Malam merangkak menuju pagi ...

Aku masih dalam pelukan Aris. Rupanya aku tertidur dalam rengkuhannya.

“Baru jam satu ... tidur saja lagi ...” bisik Aris lembut. Ia tidak tidur.

“Ris ... kamu tetap di sini, ya! Jangan pulang ...” ratapku sendu. Aku tidak ingin kehilangan lagi. Baru tadi siang aku kehilangan Fizkar.

“Kalau itu baik buat kamu, aku masih betah di sini ...” Aris menghela nafasnya. Berat.

Sunyi sesaat.

Aris membuka bajunya. Gerah? Ia juga membuka celananya. Aris? Kontol yang dulu pernah aku kocok itu berjuntai kenyal. Lebih besar dari sebelumnya. Cepat sekali perubahannya ...

“Kamu kini memiliki aku utuh, Ro!” Aris terbaring tengadah. Aku tak berani bergerak. Hanya berani memandangi keindahan itu dalam keremangan lampu kamar.

“Ayo, Ro! Aku ikhlas ...” Aris pasrah. Namun, tidak ada ajakan di sana. Tidak ada birahi Aris padaku. Aku menggeleng.

“Ayolah ...!” Aris meraih tanganku. Aku sudah tertelungkup di atas tubuhnya. Kosong.

“Lakukan seperti yang pernah kamu lakukan pada Fizkar, Ro!” pintanya.

“Fizkar menerimaku tanpa keterpaksaan ...” hindarku.

“Aku salah seorang yang membuat Fizkar harus pergi dari kehidupan kamu, Ro! Aku harus menebus kesalahan itu ... Aku akan memberikan apa pun yang pernah Fizkar berikan padamu!” janjinya.

“Aku terasing dalam kelemahanku, Ris! Fizkar tersisih dalam kekerasannya! Kami saling mengisi kesunyian kami masing-masing ...” mataku menerawang. Fizkar! Apa yang kamu rasakan di sana?

“Biarkan aku menggantikan Fizkar sesaat, Ro! Kalau dia kembali, aku akan pergi ...” suara Aris melemah. Benarkah kamu akan kembali, Fizkar?

Aris mencumbuiku dini hari itu. Aku berusaha tidak membalasnya. Kuandaikan diriku hanya sebuah bangkai yang bebas ia perlakukan sepuasnya. Namun, Aris tidak menyerah. Kepasifanku justru memancing rasa penasarannya. Benarkah aku tak menginginkan dirinya?

Seorang hansip memukul tiang listrik sebanyak dua kali ...

Aris menindihku. Kami sudah sama-sama bugil. Permainannya selembut Fizkar. Ia sungguh-sungguh ingin menggantikan Fizkar.

“Sakit, Ris! ...” ucapku saat kurasakan kontolnya hendak dihujamkan ke anusku. Sisa Fizkar kemarin masih terasa sakitnya.

“Aku masukin pelan-pelan, kok!” bujuknya. Meskipun kontolnya tidak sebesar Fizkar, tetapi ukuran Aris termasuk super juga. Apalagi baru kemarin Fizkar merojok duburku.

“Kasih pelicin dulu ...” pintaku. Aris mengambil sebotol lotion. Lotion yang sering kugunakan untuk merancap sendirian.

...

“Enak?” tanya Aris sumringah. Kontolnya sudah mondar-mandir di pantatku. Gerakannya lebih bebas. Dengan lotion itu lubang pantatku lebih mudah ditembus. Apalagi diameter kontol Aris lebih kecil dibandingkan kontol Fizkar. Kondisi ini sangat menguntungkan. Nikmatnya jauh lebih besar daripada sakitnya.

Oooouch ... kontolku yang terbanting ke sana ke mari akibat sodokan kontol Aris mulai mengeluarkan peju. Ejakulasiku yang pertama ...

Aris terus menggenjotku. Ia telah terbakar dalam nikmat homoseksual ...

“Sudah, Ris! Aku sudah keluar lagi ...” ujarku kepayahan. Aris menghentikan entotannya. Ia tarik perlahan kontolnya ke luar. Aku terkapar tak berdaya. Aris pun menghempaskan tubuhnya. Tetap telentang. Kontol itu tetap mencuat.

“Keluarkan aku, Ro!” pintanya memohon. Akh, nafsunya belum terbebaskan. Kudekati tubuhnya. Kubersihkan kontol itu dari cairan anus dan lotion dengan bajuku. Setelah kurasa bersih segera kukocok perlahan ...

“Isep, Ro!” mohonnya lagi. Aku teringat Paman Arjo. Ach! Air cucuran atap itu akhirnya jatuh ke pelimbahan juga. Paman Arjo sangat senang kontolnya aku isep. Sekarang, Aris, anaknya juga minta diperlakukan sama!

Tak kupungkiri kontol Aris lebih segar dibandingkan bapaknya. Bahkan, ukurannya sudah menyamai. Beberapa tahun mendatang kontol Aris akan lebih besar daripada kontol Paman Arjo.

“Ro! ... mau keluar, Ro!” ceracau Aris bergetar. Hanya sepersekian detik setelah ia bicara kontol itu telah meledak. Cairan keperjakaannya mengisi ruang kosong di mulut dan tenggorokanku. Kehangatan itu mengalir ...

Masih jam tiga ...

Kami berbaring berpelukan. Tanpa pembatas. Aku ingin bermimpi indah pagi ini. Aris menggigit telingaku perlahan ...

“Maaf ... kalau aku tidak sehebat Fizkar ...” desisnya.

Aku merangkulnya lebih rapat. Aku tidak ingin membandingkan Fizkar dengannya. Aku bahagia dengan Fizkar. Aku pun nyaman bersama Aris. Aku ingin Aris tahu hal itu.

Aris balas merengkuhku. Sepertinya ia tahu hal itu ...

(bersambung)

###

9 Gay Erotic Stories from Tri Sugihantoro

1001 Kisah : Dosa-Dosaku

Ramadhan ini aku coba mengingat-ingat sudah berapa kontol yang aku dapatkan dalam hidupku. Ternyata sudah sangat banyak! Itu pun kemungkinan besar masih banyak yang kelupaan. Berikut aku coba sebutkan berdasarkan urutan kejadian:1. Seorang tukang rokok keliling. Siang itu sedang tidur di teras sebuah muholla kecil di kampusku di Rawamangun. Keadaan yang sepi memancing birahiku untuk

1001 Kisah : Si Juragan Kos (2)

Selama dua minggu ini Andri sudah tiga kali tidur di kamarku. Selama itu selalu berulang kejadian pertama tersebut. Namun, tidak lagi diawali dengan taruhan. Andri sudah mengerti keadaanku. Setiap dia ingin menuntaskan nafsunya, tinggal datang ke kamarku. Masih sebatas oral dan berjalan satu arah. Aku yang mengoral kontolnya yang besar itu. Jakarta, 18 Desember 2006 Kamar tengah akhirnya

1001 Kisah Gay: (1) Ketua Kelasku, Aries

Masuk sekolah baru. Aku yang sangat pemalu tentu saja sangat tersiksa. Selain orientasi seksualku yang sangat menyimpang, aku juga terlahir dari keluarga yang sangat miskin. Malu bergaul dengan teman-teman yang

1001 Kisah: Di Pos Satpam

“Siapa kamu!?” Pertanyaan Pak Satpam tersebut sangat mengejutkanku. Aku rasa lebih tepat jika disebut dengan hardikan. Kalau bertanya kok nadanya sadis amat? “Ssss…” tentu saja aku sangat gugup untuk menjawab pertanyaan (hardikan) tersebut. “Siapa!!” kali ini benar-benar berupa hardikan. “Tri, Pak…” dengan susah payah kukumpulkan keberanianku untuk menjawabnya. “Mau apa di sini!?”

1001 Kisah: Manfaat Kerja Bakti

Minggu pagi. Minggu yang cerah. Sebagian besar kaun bapak di RT-ku bergotong royong membersihkan lingkungan yang rutin dilaksanakan sebulan sekali. Rutinitas bulanan yang sangat aku sukai. Selain berolahraga aku juga bisa memanfaatkannya untuk memanjakan selera homoku. Bagaimana tidak? Para bapak itu umumnya hanya mengenakan celana pendek yang bias menunjukkan kekekaran paha dan betis mereka. Dan

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (10)

Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kontolnya seharian. Aku memenuhi keinginannya dengan senang juga akhirnya. Aku tinggalkan kontol yang terus ngaceng itu jika ada pembeli. Di hari lain ia akan menggenjot anusku sampai ia muncrat dua atau tiga kali. Padahal aku sudah kepayahan melayani nafsunya.

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (8)

Pagi hari setelah peristiwa terbaik sepanjang hidupku ... Ada keributan di depan sekolahku. Fizkar dikeroyok Doni dan belasan temannya. Dia berdarah-darah. Namun, tiga orang dari belasan lawannya sudah terkapar kesakitan. Aku tak berani mendekat. Seharusnya aku membantu Fizkar menghadapi Doni dan teman-temannya. Namun, aku tidak pernah berkelahi. Kalaupun pernah bertengkar pasti berakhir

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (9)

Aris tidak bermain-main dengan janjinya. Ia gantikan Fizkar dalam hidupku. Kamar tidur kami sudah berulang kali menjadi saksi kehangatan cinta kasih sepasang remaja lelaki. Selama dua tahun semuanya berlangsung. Fizkar tetap tidak ada berita. Kami lulus dengan nilai cukup baik. Aris mengikuti pesan bapaknya untuk langsung bekerja. Bukan hal yang sulit baginya yang memiliki banyak kelebihan.

1001 kisah: Si Juragan Kos (1)

Jakarta, 19 November 2006 Adalah sebuah anugerah yang tak ternilai yang kudapatkan di usiaku yang ke-30 ini. Rumah yang selama ini kukontrak sebesar enam juta rupiah per tahunnya kini telah menjadi milikku. Berawal dari jumlah hutang pemilik kontrakan yang terus bertambah padaku, keinginan naik haji, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya, membuat pemilik kontrakkan terpaksa menjualnya padaku

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story