Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Viktor 02: Kakak Pramuka

by Bellogetti


Viktor 2: Kakak Pramuka

Peringatan: Karangan ini tidak dibuat untuk semua pemirsa. Beberapa bagian di dalamnya dapat dibilang mengejutkan karena menggambarkan kegiatan seksual antara pria dewasa dengan Viktor, karakter yang masih berada dalam usia pra-remaja. Apabila hal ini bukan tulisan yang dapat Anda terima/ nikmati, silakan tekan back-button dan pilih ceritera lainnya.

Penulis tidak mendorong atau menganjurkan Anda untuk melakukan kegiatan ini dengan siapapun yang belum dewasa. Nikmatilah dengan akal sehat karena karangan ini memang sengaja dibuat untuk memuaskan fantasi Anda. Kejadian berikut tidak pernah terjadi dalam kehidupan nyata penulis. Silakan nikmati!

Terimakasih atas perhatiannya,

Fred (frederico@toughguy.net).

“Kakak Pramuka”

Ternyata permintaan Ayah di malam sebelumnya tidaklah begitu mudah untuk diwujudkan. Bagaimana caranya saya bisa menghubungi Bayu, kakak pramuka yang tampan itu? Dia tidak berasal dari sekolah kami. Belum lagi, apa dia mau begitu saja saya tarik ke rumah saya?

Hampir tanpa membuahkan hasil apapun, sudah satu minggu ini saya habiskan untuk mencari kakak pramuka itu. Sayapun mendudukkan diri di trotoar jalanan sembari menyeruput sebotol teh kemasan dingin pada siang bolong yang super terik itu. Tiba-tiba dari belakang saya seseorang mengacak-acak rambutku yang berwarna coklat tua itu.

"Hey adik kecil! Masih ingat Kakak?"

Saya terkejut dan seketika menolehkan pandangan kepada sumber suara tadi.

"Wah Kakak Pramuka!!" saya berucap setengah berteriak.

"Iya, apa kabarmu? Viktor kan? Viktor si bule imut!"

Aku hanya bisa tersipu malu.

"Ngapain kamu di sini? Aku barusan pulang sekolah dari sekolah yang itu tuh! Panas-panas gini bukannya ngadem aja di rumah?"

Aku harus segera berpikir untuk mengajukan jawaban yang tepat.

"Mmm, males ah di rumah sepi, aku tinggal di apartemen berdua dengan Ayah saja. Lagipula, sekarang Ayah masih di kantor, ngapain pulang?"

"Lho kamu kan bisa aja bikin PR atau apa kek?"

"Biasanya juga gitu cuman kalau PR matematika aku harus nunggu dibantuin Ayah dulu... Mmm, apa Kakak mau bantu?"

"Wah, bisa ngga ya... udah lama lulus SD..."

"Pasti bisa lah, gampang mungkin malahan untuk kakak. Yah? Ayo lah Kak! Apa kakak sibuk siang ini?"

"Engga sih..."

"Ya udah makanya.... kita cuman naik KWK sekali aja udah nyampe kok... ngga terlalu jauh dari sini..."

"Okeh, tapi kakak ganti baju dulu di rumah ya!"

"Sip deh!" lega rasanya di hati.

Setengah jam kemudian kami tiba di rumah Bayu. Ibunya menyambut kami berdua dan memaksa aku untuk menyantap hidangan tengah hari yang beliau sudah persiapkan.

"Ayo Nak Viktor jangan malu-malu ya... Kenal Kak Bayu dari mana Nak? Duh kamu ini lucu banget tampangnya, Ibu sampe gemes!"

"Bu jangan gitu ah, nanti dia takut lho, haha... Aku kenal Viktor pas kemping pramuka kemaren, kebetulan aku yang jadi pemandu kelompoknya dia. Barusan aku mau pulang ke rumah eh ketemu dia di pinggir jalan, jadi ya udah aku ajak aja dia ke sini dulu, nanti abis ini aku udah janji mau bantuin dia bikin PR matematikanya di rumahnya."

"Oh kalo begitu cepet makan dulu kalian, pasti sudah lapar deh"

Siapa yang bisa menahan liur bila melihat ikan gurame goreng kering yang disigarkan itu telah mengangkang di tengah-tengah meja makan mereka dengan posisi yang sangat menarik...

"I... iya Bu, makasih..." jawabku sok malu-malu.

Tidak berapa lama kemudian dengan perut yang kenyang saya sudah berada di kamar berdua dengan Kakak Pramuka.

"Kak saya boleh salin juga? Panas sekali hari ini, kebetulan saya bawa baju ganti"

"Oh silakan aja..."

Dengan memastikan bahwa pandangannya sudah terarah pada tubuhku. Perlahan-lahan aku menanggalkan pakaian seragam sekolahku. Mulai dari rompi, kemeja lengan pendek, kemudian celana pendekku sehingga kini hanya menyisakan kaos kutang dan celana dalam yang seragam berwarna putih-putih itu.

Aku sengaja mengajaknya berbicara sehingga pandangannya tak lepas dari wajahku. Sesudah itu aku bersantai-santai saja duduk di ranjang Bayu, menaikkan belahan kaki kiriku di atas ranjang sehingga mungkin bola kecilku sudah keluar sebelah dari bukaan kaki celana dalamku yang sudah longgar itu. Sedikit liur dari ujung bibirnya hampir menetes keluar jika ia tidak sadar diri pada saat itu.

"Eh, kamu itu pakai celana dalam jangan yang terlalu longgar gitu dong, liat bijimu itu sudah keluar satu!" ujarnya sembari tertawa ringan.

"Lho ngga papa dong Kak, supaya adem" jawabku sembari mempermainkan biji kelereng itu di antara jari ibu dan telunjukku.

Aku harus mulai memicu hasratnya dan membangkit rasa ingin tahunya, "Iya apalagi baru aja aku numbuh bulu-bulu di sekitar situ, rasanya gatel banget. Dulu kakak pas baru numbuh gatel ngga sih?"

"Oh iya tapi ya aku cuekin aja paling" jakunnya sudah mulai naik-turun menahan napsu. Sebuah gundukan di depan celana abu-abunya sudah mulai terlihat.

Kemudian aku berdiri membelakanginya dengan pura-pura "masih polos" (well, actually secara fisik tubuhku memang bisa dibilang masih polos) dan kembali menaikkan sebelah kakiku lagi ke atas ranjangnya.

Aku menarik bagian bokong dari celana dalam itu ke arah tengah sehingga ia seharusnya mulai samar-samar dapat melihat sebagian dari lubang anusku yang menawan itu.

"Iya Kak, kadang-kadang gatalnya masak terasa sampai di sini..." aku mengusap-usap garis di belakang testisku yang menghubungkan dengan lubang kecil kenikmatan sejati itu.

"Oh... ehm... i.. iya... memang dulu Kakak juga... juga begitu..." jawabnya terbata-bata.

Aku mengeluarkan pakaian ganti dan segera mengenakan celana pendek dan kemeja santai yang sudah saya bawa dari rumah.

Bayu kemudian segera memutar tubuhnya dan menanggalkan pakaiannya satu persatu. Aku yakin ia tidak berani menghadap ke arah saya karena pasti ia malu karena burungnya sedang berkibar tegak lurus. Saya pura-pura tidak menyadari hal itu untuk melanjutkan akting "masih polos" ku.

Ah, tubuh yang indah sekali Kak Bayu! Ucapku dalam hati. Seluruh sentimeter raganya sekal karena ia sangat berolahraga, tetapi tidak besar seperti binaragawan. Hanya tubuhnya sangat indah dan kencang. Ingin sekali aku memeluknya pahanya yang kencang itu dan menjilati buah pantatnya dengan rakus.

Setelah jeans dan kaos itu ia kenakan, aku ajak Kak Bayu berbicara sejenak untuk menurunkan voltase pada selangkangannya. Aku takut nanti ibunya berpikir bahwa kami melakukan hal yang tidak-tidak (padahal memang begitu rencananya, tapi itu kan nanti...).

Ketika kami tiba di apartemen kami, aku segera menanggalkan pakaian santaiku dan kembali menyisakan kaos kutang dan celana kolor kedodoran ku itu tadi. Putingku yang juga mulai mengeras malah terlihat malu-malu mengintip dari balik kaos kutangku yang juga terlihat kebesaran untuk tubuhku itu.

"Eh, kamu kok telanjang-telanjang lagi? Nanti dimarahi Ayahmu lho..." ia memberi peringatan. Padahal aku tahu bahwa ia takut mendadak kesetrum lagi seperti tadi.

"Ah, ngga papa, emang aku biasanya juga begini. Malahan Ayah..." aku menunjukkan wajah bule gantengnya yang terpampang di tembok, "kalau sudah kepanasan biasanya bugil total jalan-jalan ngga pake apa-apa di sini..."

"Oh ya?" jawabnya bingung. Ia tampaknya kehabisan kata-kata.

Aku kemudian berpura-pura izin ke kamar mandi untuk mengirimkan pesan sms pada Ayah bahwa "mission accomplished" dan menyuruh Ayah menyusun rencana untuk bersama-sama mengerjai Kakak Pramuka ku yang ganteng (dan yang sepertinya jauh lebih polos daripada aku itu). Ayah kemudian membalas pesan itu dengan berjanji akan kembali ke apartemen kami dengan segera.

"Yok, bantuin aku buat PR di kamar Kak" aku merayunya sekali lagi.

Aku mendudukkannya di satu-satunya kursi yang ada di depan meja belajarku. Sementara aku mengerjakan tugas itu dengan bantuannya sembari berdiri di sampingnya. Sesekali aku menempelkan tubuhku yang hampir telanjang itu pada tubuhnya yang sudah berkeringat dingin. Terkadang aku topangkan kedua siku tanganku pada meja belajar sehingga bokongku terlihat menjulang ke arahnya.

"Kak, pangku aku ya... capek nih berdiri gini...."

Tanpa memperdulikan jawaban apa yang akan ia berikan aku kemudian duduk di paha kirinya. Perlahan-lahan posisi dudukku aku naikkan semakin mendekat pada selakangannya. Sebuah benda tumpul sudah mengeras di sana dapat kurasakan dari balik celana dalam tipisku.

Akhirnya pekerjaan rumah yang membosankan itu selesai juga. Cukup cepat ternyata dengan bantuan Kak Bayu yang ternyata masih ingat pelajaran kelas lima SD itu (thanks to mencongak ala Cerdas Tangkas!).

"Ah, akhirnya selesai Kak... Makasih ya! Gila capek banget..."

Aku berpura-pura menguap dan merentangkan kedua tanganku sehingga ketiak polosku sekelebat melewati hidungnya. Kemudian aku merebahkan diri di tubuhnya dan melingkarkan kedua tangannya yang kekar di pinggangku.

"Seneng deh ketemu Kakak hari ini... boleh sering-sering main sini Kak... temenin aku kalau siang sendirian gini..." ucapku sembari menggosok-gosok tangannya yang mulai berbulu itu.

Aku merebahkan diriku sedemikan rupa sehingga dagunya kini bersandar pada pundak kananku. Pipinya yang mulai ditumbuhi rambut yang halus mengusap lembut pada pipiku.

"Iya... ga papa... Kakak juga seneng bisa bantuin kamu..."

"You're the best! Aku berasa punya kakak baru deh... maklum anak tunggal!" kemudian aku mengecup pipinya dengan cepat.

Mwah.

"Idih... kayak ibu-ibu banget sih kamu..."

"Biarin ye..." jawabku asal.

Tiba-tiba bel pintu itu berbunyi, "Ting Tong... Ting Tong..."

"Ah, kayaknya Ayah pulang cepet hari ini, bentar ya aku buka pintu dulu..."

Aku bergegas dengan tak lupa menyapukan seluruh pantatku pada tenda besar di depan selangkangannya terlebih dahulu sehingga ia terkejut dan hampir melompat dari kursi itu.

"Siang Oom..." ujarnya sembari memberikan jabat tangan pada Ayah ketika kami menemui beliau di ruang tengah

"Oh ada tamu ternyata? Silakan Nak... siapa namanya?"

"Bayu Yah! Kakak Pramuka aku yang aku ceritain dari kemping kemarin!!"

"Oh oke... Ayah inget deh. Kamu tahu ndak Nak Bayu... sebelum ketemu kamu, dia biasanya paling males kalo disuruh ikut pramuka... kali ini sampai ngga sabar nunggu kemping kwartal depan katanya!"

"Ah Ayah jangan malu-maluin gitu dong..."

Kemudian aku beranjak ke atas sofa dan membukakan dasi Ayahku. Ketika kancing kemeja itu satu persatu aku lepaskan dari lubangnya, Bayu nampak agak sedikit gugup.

"Duduk duduk Bayu... ga papa kan? Oom biasanya suka kepanasan kalo di rumah, jadi biasanya Oom ga pake apa-apa... iya padahal udah pake AC gini..."

Seperti sudah kuduga, Bayu terkesima dengan tubuh kekar Ayah yang coklat terbakar mentari itu. Ayah masih "berbaik hati" dengan menyisakan sepotong celana dalam yang ternyata juga kedodoran itu.

Ayah kemudian duduk di depan Bayu dan dengan strategis mengangkangkan kedua kakinya yang kokoh sehingga muncullah dengan bebas sebuah biji empuk yang besar dari lubang kaki yang kebesaran itu.

Bayu nampak menelan ludah.

Ayah menyalakan sebatang rokok dan beranjak maju untuk menawarkan sebatang lagi untuk Bayu (sebelumnya aku tidak tahu bahwa Bayu perokok juga).

Ketika lighter sudah dinyalakan untuk Bayu, Ayah kembali bersandar pada sofa itu (dan dengan posisi mengangkang yang lebih lebar lagi) kepala jamur bundar itu kini tampak terkulai lemah di atas sebuah biji yang memang sudah gerah berada di dalam celana dalam itu. Aku yang berdiri di belakang sofa yang diduduki Bayu mengerling kepada Ayah.

Ayah memulai obrolan sehingga Bayu tidak setegang sebelumnya. Berbagai macam gaya pura-pura mengambil asbak atau ini dan itu terkadang membuat batang zakar Ayah bebas keluar masuk dari rongga bukaan kaki kanan celana dalamnya itu. Dan ketika Ayah maju untuk mengambil minuman dari meja sofa, posisi hampir berlututut itu dengan sempurna mengeluarkan batang keperkasaan (yang masih terkulai) itu dari sangkarnya.

Ayah pura-pura tidak menyadarinya dan Bayu nampaknya semakin grogi.

Sekali keluar semuanya begitu, penis itu tidak akan mau lagi masuk ke dalam celana dalam Ayah.

Kemudian Ayah memanggilku untuk duduk di sampingnya. Dengan meneruskan pembicaraan sebelumnya Ayah dengan santainya melingkarkan tangannya dari bawah ketiakku dan jemarinya bergerak bebas dari balik kaos kutangku meraba-raba dadaku yang polos itu. Putingku kemudian beliau ekspos ke alam bebas dan jemarinya bermain-main di sana.

Pembicaraan berlanjut dengan jawaban terpatah-patah dari pihak Bayu. Ayah kemudian menaikkan paha kiriku dan ia letakkan di atas paha kanannya. Aku semakin merebahkan diri di sofa besar itu. Kemudian Ayah mulai memijati betisku dan perlahan naik ke arah paha dalamku. Ia gosok-gosokkan telapak tangannya sampai tibalah di pusat selangkanganku. Tiba-tiba ia menggenggam penis dan biji-bijiku dengan telapak tangannya dan mengeluarkan mereka dari bukaan celana dalam kedodoranku itu.

"Uh, kalau panas-panas gini, Viktor paling seneng kalo dielus-elus kayak gini... iya kan Vik?"

"Iya Yah..." jawabku sok malu-malu (lagi) .

Aku semakin direbahkan dan selakanganku semakin ia ekspos ke hadapan Bayu. Tak lama kemudian ujung-ujung jarinya mulai mengusap-usap bibir anusku dan membuatnya berkeringat. Tangan kiriku mulai menggenggam dan mengelus-elus kepala penis Ayah.

Aku tidak mengerti bagaimana Ayah dapat bersandiwara begitu hebatnya seakan tidak ada hal aneh yang terjadi ketika beliau melanjutkan pembicaraan mereka begitu saja. Dengan wajah tetap memandangi Bayu, Ayah melucuti kaos kutang dan celana dalamku sehingga aku kini sudah bertelanjang bulat di hadapan kedua pria dewasa itu. Noda basah mulai terlihat melebar pada bagian depan celana jeans Bayu.

Kemudian dengan santainya aku berlutut di hadapan Ayah, melebarkan selangkangannya dan mulai menjilati kepala penisnya yang merangsang birahi itu. Ayah kemudian duduk tegak sehingga akses ke seluruh batang penisnya menjadi lebih mudah bagiku.

"Viktor... Viktor... kamu ini ngga perduli ada tamu apa ngga, kalo sudah kepingin harus aja dituruti... maklum aja Bay... anak ini emang Oom manjain banget dari kecil. Hampir semua yang dia mau pasti Oom turuti..."

Aku rebahkan tubuh Ayah pada sandaran sofa sehingga aku harus mendoyongkan tubuhku ke depan yang membuat seluruh pantat dan lubang anusku yang mulai berkeringat itu terpampang dengan jelas di hadapan Bayu.

"I... iya Oom..." Bayu semakin grogi saja.

Kemudian tanpa memperdulikan mereka, aku berdiri membelakangi Ayah. Lalu dengan kedua tanganku aku lebarkan buah-buah pantatku yang kenyal dan aku relakan benda tumpul keperkasaan Ayahku mulai mencoblos perlahan lubang anusku yang sempit itu. Aku beristirahat sejenak ketika telah berhasil menduduki semua tongkat kebesaran itu dan mulai menaik turukan tubuhku sehingga gesekan benda besar itu semakin terasa dalam rongga kenikmatan itu.

"Bay, kok kamu keringetan gitu... udah buka baju aja..." Ayah menawarkan sembari menghembuskan asap rokoknya.

"Sana Viktor... bukain kaos Kak bayu tuh, dia udah kepanasan juga..."

Aku menurut. Dengan perlahan dan bersusah-payah akhirnya aku berhasil melepaskan burung garuda ayah dari kotak hangat kecilku. Kemudian aku berjalan ke arah Bayu. Ia nampak blingsatan walaupun akhirnya pasrah juga.

Tubuhnya yang indah dan berwarna kecoklatan itu adalah sebuah contoh tubuh ideal bagi remaja pria pada zaman ini. Putingnya yang berwarna coklat tua itu sudah mengeras sejak tadi.

Ayah kemudian melanjutkan perbincangan sementara aku sibuk menyusu bergantian pada kedua puting Kak Bayu. Ia sudah tidak dapat berkonsentrasi pada pembicaraan Ayah.

"By the way Bayu... kamu sudah pernah mendapatkan pelayanan Viktor belum?"

"Belum ... Oom..." jawabnya lemas.

"Wah, kamu bakal ketagihan deh, Oom jamin... Coba Vik, udah buka deh celananya and do what you do best!!"

Dengan rakus aku menelanjangi Kak Bayu dan langsung menyantap burung indahnya dalam mulutku.

"Aaaaahhh...." ia mengerang dengan penuh nikmat ketika kontak pertama itu terbuat.

Dengan sigap Ayah kemudian berpindah tempat duduk dan membantuku. Kemudian ia menarik tubuh Bayu ke atas tubuhnya yang berkeringat dan menciumi leher Bayu dari belakang.

Bayu semakin terkejang-kejang. Ketiaknya yang mulai ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam legam itu kini basah kuyup setelah lidah nakal Ayah memandikannya dan beraksi di sana. Batang zakarnya semakin mengeras di mulutku.

Aku memutuskan bahwa jika aku teruskan kuluman dasyatku itu, ia akan segera meledak di dalam rongga mulutku. Maka aku dengan sigap berdiri dan menduduki penisnya yang keras penuh itu sembari memeluk dan mencumbu bibirnya dengan bibirku.

Hentakannya semakin dasyat dan semakin membara. Kemudian tiba-tiba ia berhenti dan melenguh panjang layaknya sapi betina.

Ternyata dari posisi kami, Ayah sudah berhasil memerawani lubangnya yang sebelumnya tak tersentuh itu. Dasar penis ayah yang penuh dengan bulu itu sudah hampir semuanya terkubur dalam liang anus Bayu yang tidak terlatih itu.

Dengan napsu birahi yang luar biasa Ayah memaju mundurkan posisinya. Seakan ia sedang memuaskan napsu kebinatangannya pada pelacur yang binal saja. Gesekan demi gesekan pada prostat Bayu membuat penisnya semakin membesar di dalam liang sempit ku. Kurasakan kepala penisnya semakin memenuhiku dan membuat rongga itu sesak. Nampaknya tidak lama lagi...

Ia meledak di dalam lubang kehangatanku. Tubuhnya terguncang-guncang dasyat. Kenikmatan duniawi itu akhirnya ia rasakan juga. Semuanya asli dan alami dari apa yang ia lalui, bukan sandiwara seperti dalam beberapa film biru.

Sepuluh menit kemudian Ayah masih setia memompa batang kejantanannya dari gerbang belakang Bayu. Ketika Bayu mencoba mengorali penis kecilku, segala kekakuan yang belum ia sadari membuatku luluh di dalam mulutnya tak lama kemudian. Aku terjatuh terlentang di sofa dengan kenikmatan indah itu.

Bayu merasa bingung melihat aku yang begitu menikmati permainan lidahnya kemudian tiba-tiba terhentak dan tidak sebuah semburan manipun ia rasakan dimulutnya. Hanya sedikit rasa logam dari cairan pelumas anak kecil yang tertinggal di sana.

Dengan ganas Ayah memperkosa Bayu (yang liangnya mulai pegal) hingga satu jam kemudian. Aku kasihan melihat Kakak Pramuka yang terlihat kelelahan itu sehingga aku membantunya meluluhkan senjata pamungkas Ayah.

Puting kiri Ayah aku permainkan dan usap-usap dengan jemari kiriku sementara puting kanannya dengan sadis aku gigit, aku susui dan aku jilati seperti seorang bayi yang kelaparan. Tambahan stimulasi itu membuat Ayahku tidak dapat lagi mengekang keperkasaannya. Sang dewa akhirnya tumbang dan runtuh dari langit.

Lubang perawan yang sangat sempit dan hangat itu telah membuat ia menyemburkan cairan kelelakian itu berkali-kali ke dalam liang Bayu. Sang penerima nampak terkejut dengan kehangatan likuid yang mulai memenuhi ruangan sempit di taman belakang itu.

Dengan memegang kuat padad pundak Bayu, Ayah meronta-ronta seakan siksaan itu tidak kunjung berakhir.

Setelah semuanya tuntas, Ayah membujuk Bayu untuk makan malam di apartemen kami. Dan malam itu semuanya terulang kembali tanpa rasa canggung sama sekali. Aku semakin dekat dengan kakak baruku. Dan Kak Bayupun merasa sangat senang mendapat kakak "bule" tampan yang baru.

Dengan kasih sayang mereka "menggilir" aku, kemudian Bayu berhasil menancapkan batangnya pada liang Ayah (yang tentu saja mendapatkan pembalasan yang lebih sadis dari beliau pada akhirnya). Setelah itu pertemuan kami semakin reguler selepas waktu pulang sekolah, setidaknya seminggu sekali kami semua bersama mengulangi keindahan dan kebersamaan itu.

(End of Part Two).

###

2 Gay Erotic Stories from Bellogetti

Viktor 01: Anak Kesayangan

Peringatan: Karangan ini tidak dibuat untuk semua pemirsa. Beberapa bagian di dalamnya dapat dibilang mengejutkan karena menggambarkan kegiatan seksual antara pria dewasa dengan Viktor, karakter yang masih berada dalam usia pra-remaja. Apabila hal ini bukan tulisan yang dapat Anda terima/ nikmati, silakan click back-button dan pilih ceritera lainnya. Penulis tidak mendorong atau menganjurkan

Viktor 02: Kakak Pramuka

Viktor 2: Kakak Pramuka Peringatan: Karangan ini tidak dibuat untuk semua pemirsa. Beberapa bagian di dalamnya dapat dibilang mengejutkan karena menggambarkan kegiatan seksual antara pria dewasa dengan Viktor, karakter yang masih berada dalam usia pra-remaja. Apabila hal ini bukan tulisan yang dapat Anda terima/ nikmati, silakan tekan back-button dan pilih ceritera lainnya.

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story