Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Oase Laut Utara, Part 2

by Juzoef@hotmail.com


LAUT BIRU Siang itu acara kami lanjutkan dengan mandi di laut. Bahar menyusulku yang sudah lebih dulu berlari ke garis pantai. Dalam kondisi sama-sama bertelanjang bulat dan dengan postur tubuh yang tergolong besar, kami berdua tampak seperti dua ekor kera besar yang tengah bermain-main air. Bahar sangat pandai berenang dan menyelam. Penyelam alami. Kadang tiba-tiba dia menghilang dan tak lama kemudian muncul lagi di tempat lain sambil berteriak-teriak memangil namaku. Aku sendiri paling hanya berenang bolak-balik saja dan sesekali menyelam, meskipun sebenarnya air laut agak tenang dan cukup jernih untuk dinikmati. Tapi aku memilih untuk menghemat energi saja. Aku tengah asyik mengambang sambil memutar-mutar kakiku di bawah air dan dia kulihat masih berenang ke tengah, dan beberapa saat kemudian tak kulihat lagi bayangannya. Aku lalu berusaha menepi, namun tiba-tiba di bawah air seperti ada yang memeluk pinggangku dan kurasakan sesuatu yang lembut menempel di tengah selangkanganku. Membuatku sedikit kaget. Pasti Bahar, pikirku. Dan benar juga, tangannya menyembul ke atas seolah ingin mengatakan bahwa yang ada di bawah adalah dirinya. Aku tertawa saja. Lalu kurasakan sesuatu mulai merayap di sekitar batang kemaluanku dan lalu melumatnya. Aku terangsang. Pelan-pelan kemaluanku bangkit dan tampaknya ia makin mempergencar serangannya. Baru kali ini aku merasakan oral sex di dalam air. Rasanya lebih licin dan geli. Apalagi lidah Bahar tak sekedar menjilat, tapi juga berkali-kali bergerak melilit-lilit. Gila ! kuat juga dia menahan nafas di dalam air. Penyelam alami !. Sampai akhirnya setelah kemaluanku benar-benar meradang, barulah dia muncul ke permukaan air. Nafasnya ngos-ngosan. Lalu dia mengajakku berenang ke tempat yang lebih dangkal dekat garis pantai. "Kita teruskan ya..." pintanya setelah kami tiba di kedalaman sekitar satu meter lebih. Tubuh kami hanya nampak sebatas pusar saja, sehingga dengan jelas aku bisa melihat bayangan kemaluannya di dalam air. Tanganku lalu terulur ke bawah untuk meremasnya. Baru setengah matang. "Bangkitkan dia .." katanya lucu. Aku sampai ketawa ngakak. Lalu aku menyelam dan menemukan batang kemaluannya menggantung di dalam air. Langsung kuisap dan kusedot-sedot. Tak peduli air asin kadang-kadang ikut masuk. Bagiku lebih nikmat 'air'nya dia. Dia memang sengaja membawaku ke tempat yang agak dangkal agar kami bisa melakukan oral seks di dalam air secara bergantian, karena aku memang tidak pandai menyelam. Makanya selama di air itulah kukerahkan segala caraku untuk memuaskan dia, karena aku paling hanya betah di air beberapa menit saja. Tapi untung dia memang gampang ‘panas’, jadi sekali dua kali isap saja batangnya sudah mengembang besar. Ketika aku muncul ke permukaan, kudapati wajahnya merah padam karena rangsangan birahi yang kuberikan. Memang, pengalaman oral seks di air ternyata lebih nikmat. Kami melakukannya bergantian, saling mengisap beberapa kali sebelum akhirnya tiba-tiba dia muncul ke permukaan air dari arah belakang dan memelukku, lalu menempelkan batang kemaluannya di antara kedua bukit pantatku. Pantatnya kemudian bergerak memutar dan kadang-kadang menekan ke depan. Tangannya lalu melingkar ke arah depan pinggangku dan mulai menggenggam milikku, kemudian meremas-remas dan mengocoknya, pelan-pelan. Ada beberapa menit kami dalam posisi seperti itu. Dia memelukku sambil memainkan kemaluanku dari belakang. Sambil begitu dia terus menggesek-gesekkan batang kemaluannya ke sela-sela pantatku. Kami hanya saling mendesis merasakan semua itu. Rasanya hanya suara kami dan desir daun kelapa saja yang terdengar siang itu. Sesekali suara kecipak air laut terdengar bersamaan dengan gerakan tubuh Bahar yang terus mendesak-desak dari belakang. Batang kemaluanku terus jadi sasaran. Dipilin, diremas dan dikocok-kocok. Aku mengimbanginya dengan menggoyangkan pantatku ke berbagai arah. Dengan begitu, aku seperti sedang meremas-remas kemaluannya dengan kedua bukit pantatku. Dan Bahar tampaknya menyukai aksiku itu. Berkali-kali ia membisikiku dan menuntunku untuk terus melakukan gerakan-gerakan yang merangsang miliknya itu. Memang, kurasakan batangnya makin mengeras dan menghangat. Bahar lalu mempergencar gerakan tangannya pada kemaluanku. Membuat gairahku berdesir-desir. Kurasakan desakan birahi yang makin menuntut untuk dikeluarkan. Rasa geli dan berdesir-desir makin kuat kurasakan di sekitar pangkal kemaluanku. Desah dan lenguhanku tak menyurutkan tangan Bahar untuk menghentikan rangsangannya. Kecipak air di sela selangkanganku terdengar makin ramai. Beradu dengan gerakan tangan Bahar yang makin liar. Oh, akhirnya ejakulasiku datang tak terkendali lagi. Muncrat jatuh ke air dan sebagian meleleh di tangan Bahar yang masih rajin meremas-remas batangku bahkan kini dengan gerakan yang makin kuat. Seolah ingin mengeluarkan semua cairan kenikmatanku. Aku hanya bisa melenguh dan melenguh.......memanggil namanya. Entah apa maknanya; menyuruhnya untuk terus begitu atau menyuruhnya untuk segera menghentikannya. Aku tak tahu lagi makna panggilanku padanya..... Belum tuntas aku menikmati puncak birahiku, suara Bahar terdengar mulai mengerang-erang di dekat kupingku. Disusul geraka-gerakan batang kemaluannya yang liar di celah bukit pantatku. Dan tak lama kemudian kurasakan cairan hangat menyemprot-nyemprot dan membasahi bagian belakang tubuhku. Dipeluknya aku erat-erat dari belakang dan bibirnya merayap ke telinga kananku dan mengulumnya dengan sangat bernafsu. Rasa geli kembali menjalari urat syarafku. Bibirnya kemudian bergeser mencari-cari bibirku dari samping. Dan ketika menemukannya, bibirku langsung dilumatnya dengan gemas. Sampai lama kami berciuman dengan posisi seperti itu, hingga akhirnya segalanya mereda. Kami berjalan perlahan berpelukan ke arah pantai. Bahar menuntunku hingga kami keluar dari air. Kami merasa sudah waktunya untuk pulang. Apalagi pakaian kami sudah kering. Sehari setelah acara di pantai itulah Bahar datang untuk menetap bersamaku di pondokan yang kukontrak selama setahun. Rumah pondokan kami terletak di bukit tak jauh dari pelabuhan. Dari atas sini pemandangan pantai dan laut terlihat lebih indah. Aku dan Bahar sering duduk berdua di beranda menikmati pemandangan itu, apalagi pada sore hari sepulang kerja. Senang rasanya dapat teman serumah. Sampai saat ini sudah ada sekitar tiga bulan aku tinggal bersama Bahar. Tentu saja hubungan kami menjadi semakin dekat. Memang kadang-kadang ada ribut-ribut kecil dengan dia, tapi lebih banyak menyangkut perasaan kami saja dan biasanya dapat kami selesaikan. Bahkan tak jarang keributan kami berujung dengan kemesraan di atas ranjang. Bahar memang orang yang baik. Dia sangat membantu sekali. Pekerjaan rumah apapun kami lakukan bersama-sama atau bergantian. Dari membersihkan rumah, mengisi air tawar untuk kamar mandi, mencuci pakaian bahkan memasak. Tentunya kami melakukan semua itu dengan kualitas sebatas yang bisa dilakukan oleh laki-laki pada umumnya. Pokoknya dia sudah aku anggap sebagai saudaraku saja. Atau mungkin lebih dari itu? sebagai sepasang kekasih?. Aku memang tak pernah memperlakukan Bahar sebagai orang yang yang kupekerjakan, meskipun status dia memang membantu aku selama ekspedisi ini : sebagai fasilitator merangkap asisten, merangkap pemandu merangkap kekasih ..... Tidak setiap hari kami bisa bertemu. Karena jadwal kami yang kadang-kadang berbeda. Aku memang memberi keleluasaan padanya untuk tetap bekerja di luar secara freelance. Karena kegiatanku sendiri tidak selalu memerlukan bantuannya. Rata-rata dalam seminggu kami dapat ketemu di rumah tiga atau empat hari. Hari-hari itulah biasanya kami habiskan dengan berbagai kegiatan bersama, belanja, nongkrong di teras menikmati pemandangan laut di bawah sana, dan tentu saja kami selalu menyempatkan diri untuk bermain cinta. Di mana saja. Kadang di ruang tamu, di kamar mandi, di gudang , bahkan pernah di balik semak-semak di halaman belakang. Sore itu aku pulang agak cepat tapi tak sempat mampir ke pasar ikan, karena sudah kesiangan. Sudah dua hari ini Bahar tak pulang ke rumah. Dia sedang mendapat order mengantar kapal ke pulau lain. Rencananya besok dia baru kembali. Sesampai di depan rumah aku agak tertegun karena lampu di ruang tamu sudah menyala. Tampaknya Bahar sudah datang. Di atas meja beranda kulihat segelas minuman kesukaannya yang tinggal setengah. Mungkin dia habis duduk-duduk santai di situ. Aku langsung masuk ke dalam dan memanggil namanya. Tak ada sahutan. Aku lalu ke belakang dan menjumpai dia sedang di kamar mandi. Telanjang bulat. Kami memang punya kebiasaan tak pernah menutup pintu kamar mandi. Karena kami pikir tak akan ada orang lain selain kami berdua. Dan gaya mandi demikian lama-lama menjadi kebiasaan kami, karena tak jarang kami mandi berdua bila kesempatan memungkinkan. "Hei Mas Har ! baru datang ?" teriaknya dari kamar mandi sambil menggosoki tubuhnya dengan sabun. "Katanya baru besok Abang mau pulang?" kataku menanyakan sambil mendekat dan bersandar di kusen pintu kamar mandi. Senang rasanya memandangi tubuh telanjangnya yang basah dan penuh dengan busa sabun. "Kenapa ? nggak suka aku pulang lebih awal?" sahutnya sambil tertawa "Bukan begitu. Aku sih suka-suka aja. Surprise gitu" "Ayo gabung" ajaknya sambil merentangkan kedua tangannya yang berlumuran busa sabun. "Sebentar dong" jawabku sambil memberinya tanda bahwa bajuku harus dilepas dulu. Aku lalu ke dalam sebentar, melepas pakaianku dan lalu dengan bertelanjang bulat langsung menuju kamar mandi bergabung dengan dia. Kami langsung berciuman karena dua hari tak jumpa. Diguyurkannya air ke tubuhku sampai merata. Segar rasanya. Bahar lalu memandikan aku seperti anak kecil. Kemudian gantian aku yang memandikan dia. Menyabuni dan menggosok seluruh tubuhnya. Ketika aku tengah sibuk menyabuni bahunya, tangan Bahar mulai memegang-megang daerah perut dan dadaku,"Hhmmm..." ujarnya sambil bergumam mengagumi tubuhku. Aku tak menggubris komentarnya. Tanganku terus saja sibuk memandikannya. "Bener lho Mas, badan Mas Har bagus, tegap, proprsional dan bulunya nggak terlalu lebat seperti punyaku" katanya melanjutkan. Dia memang sering bilang bahwa badannya gede kayak kuli. Padahal di mataku tubuh dia yang kekar dan penuh bulu itu sangat sexy. Aku sendiri memang punya tubuh yang cukup besar tapi bulu tubuhku hanya tumbuh di sekitar perut dan pusar ke bawah. Sedangkan bulu dadaku tak selebat miliknya. Tiba-tiba kurasakan tangan Bahar mulai merayap ke selangkanganku dan menyabuni daerah itu. Mulai nih, pikirku. Semula aku diam saja melihat kelakuannya itu. Tapi makin lama gerakan tangannya makin usil dan nakal. Beberapa kali aku berusaha menyingkirkan tangannya dari daerah itu. Tapi bukan Bahar namanya kalau langsung menyerah. Biasanya semakin dilarang malah semakin tertantang. Bandel juga nih orang!, pikirku. Tanganku yang sedari tadi sibuk menggosok bagian atas tubuhnya, segera kualihkan ke arah pangkal pahanya. Langsung kuremaskan busa sabun di tanganku ke otot pejalnya yang terasa sudah mulai membesar itu. Kuremas dan terus kuremas. Ia pura-pura meringis kesakitan. Aku tak peduli. "Pelan dong Mas..." rengeknya manja "Siapa yang mulai?" sahutku pura-pura kesal sambil kulakukan remasan yang agak kuat di kantung pelirnya yang tebal dan mengeras itu. Ia mengerang. Keenakan. "Ya udah, di situ saja ..." rengeknya. Banyak maunya nih orang, pikirku. Tapi kuturuti kemauannya. Kini kedua bola kecilnya gantian aku pijit-pijit dan kugelitik dengan kelima jari tanganku. Daerah itu penuh dengan bulu keriting yang agak kasar, tapi busa sabun yang licin memperlancar tanganku untuk melakukan gerakan-gerakan nakal dengan lebih leluasa. Bahar kini mulai mendesis-desis dan matanya memerah sayu menatapku. Genggaman tangannya pada batang kemaluanku sudah agak mengendur. Tampaknya ia lebih berkonsentrasi menikmati rangsangan yang tengah kulakukan. Kedua tangannya kini tengah memegangi kedua bahuku. Sedangkan kedua pahanya beberapa kali sempat meregang-regang, entah karena kegelian atau karena ingin memberi keleluasaan padaku untuk berbuat lebih jauh, atau barangkali karena kedua-duanya. Kuulurkan jari-jariku menuju daerah di bawah kantung zakarnya. Di sana kutemukan sebuah celah yang terjepit di antara lipatan pangkal paha dan pantatnya. Wilayah itu juga penuh dengan bulu, tapi tak sebanyak dan sekasar di daerah buah zakarnya. Kucoba menelusuri lipatan yang kutemukan dengan jari-jariku. "Pake jari tengah, Mas..." tiba-tiba Bahar mendesah Good idea! Ia menuntunku untuk melakukan rangsangan di bagian tubuhnya yang memang jarang 'kukunjungi' itu. Bahar tampaknya menyenangi permainan yang kulakukan. Berkali-kali matanya terpejam untuk kemudian terbuka lagi tapi dengan pandangan yang sayu dan meminta.... Tangannya yang semula masih bertenger di bahuku, kini mulai merosot ke bawah. Mengurut bongkahan dadaku, menelusur ke perut, ke pusarku, menggelitik sebentar di bagian bawah yang penuh bulu dan lalu bertenger di pangkal kemaluanku yang sudah menegang tegak. Mengurut dan memijit-mijit di sana, tanpa busa sabun, tapi justru lebih terasa gesekannya. Akhirnya acara mandi itu menjadi acara yang lebih seru. Suara nafas kami saling beradu menggema di dinding kamar mandi. Tak ada lagi suara lain. Hening tapi hikmat. Hikmat tapi nikmat. Kenikmatan yang sudah dua hari ini tertunda. Kami masih saling meremas dan melakukan gerakan memijat dan mengurut. Batang kemaluanku yang gede itu terasa menghangat dalam genggaman tangannya. Gerakan tangannya sengaja dilakukan secara bervariasi. Dari mengocok, meremas, memijit kemudian mengocok lagi dengan gerakan kadang lembut kadang keras. Sementara ujung jari tengahku yang sudah mulai jauh bergerak kadang-kadang kuselingi dengan meremas kedua bulatan di selangkangannya yang penuh bulu itu lalu menelusup kembali masuk ke sela-sela belahan pantatnya dan kembali bermain-main di situ. Mulutnya terus mendesis-desis menikmati permainanku. Nafasku pun mulai memburu merasakan gerakan tangan dia yang liar tapi berirama. Dia tak hanya mengerjai milikku yang sudah sangat tegang itu, tapi tangannya yang satu lagi mulai lagi merayap ke dadaku dan mempermainkan puting susuku, kali ini dengan menggunakan dengan air sabun. Jari-jarinya kadang memilin, meremas dan sesekali mencubit, sehingga membuatku menggelinjang kegelian. Selama ini bila sedang bermain seks, kami memang paling senang saling mempermainkan puting susu. Entah dengan diisap atau dipilin-pilin dengan ujung jari. Bila Bahar sudah mengisap puting susuku, ia seperti tak mau lepas. Seperti anak kecil sedang menetek karena kehausan. Aku sendiri senang diperlakukan seperti itu. Adegan di kamar mandi ini pun mulai memasuki tahap isap-mengisap itu. Sebelumnya Bahar membasuhkan air ke tubuhku sehingga bersih dari busa sabun. Lalu masih dalam posisi berdiri, ia mulai memeluk dan mengisap putingku. Lumat dan ganas. Aku sampai agak kewalahan. Sementara jari tanganku di bawah terus beraksi menusuk-nusuk celah pantatnya yang terasa mulai licin. Kadang-kadang Bahar mengerutkan otot-otot yang ada di celah itu sehingga membuat jari tengahku terjebak di sana. Bila sudah begitu, aku hanya bisa melakukan gerakan mengulir-ulir saja. Permainan ini akhirnya kami selesaikan karena kami sama-sama tak kuat lagi menahan puncak rangsangan yang ada. Bahar mulai mendekapku tubuhku kuat-kuat. Kami lalu saling berpelukan, saling menggeser dan mendesak-desakkan kemaluan kami sampai akhirnya cairan sperma kami saling muncrat dan meleleh di sekitar perut dan selangkangan kami berdua. "Oooohhhhhh ....." hampir bersamaan Bahar dan aku mendesah kepuasan sambil terus mempererat pelukan. Untuk beberapa saat kami terus berdekapan sambil berciuman. Ah! nikmat sekali mandi seperti ini. "Makanya, kalau aku pulang lebih cepat jangan curiga dulu" katanya sambil menciumi pipiku. "Siapa yang curiga ?" balasku masih terengah-engah. "Tadi ..." sahutnya "Lho, aku tadi kan cuma nanya. Habis tau-tau Abang udah di kamar mandi. Kirain lagi mandi basah" "Bukan begitu. Tadi aku sengaja mancing Mas supaya mau mandi bareng aku. Soalnya aku kangen banget" katanya menjelaskan,"Kalau sekarang baru mandi basah...." Tiba-tiba Bahar sudah mengambil gayung dan menyiramkan air ke sekujur tubuhku. Aku sempat gelagapan. Bahar ketawa keras-keras. Akhirnya kami saling mengguyurkan air ke tubuh masing-masing. Mandi bersama. Kali ini benar-benar mandi. Tidak pakai acara remas-remasan. (bersambung ke Bagian ke-3) Bagi rekans G yang ingin kontak langsung dengan penulis, silakan hubungi email : juzoef@hotmail.com

###

8 Gay Erotic Stories from Juzoef@hotmail.com

Oase Laut Utara, Part 2

LAUT BIRU Siang itu acara kami lanjutkan dengan mandi di laut. Bahar menyusulku yang sudah lebih dulu berlari ke garis pantai. Dalam kondisi sama-sama bertelanjang bulat dan dengan postur tubuh yang tergolong besar, kami berdua tampak seperti dua ekor kera besar yang tengah bermain-main air. Bahar sangat pandai berenang dan menyelam. Penyelam alami. Kadang tiba-tiba dia menghilang

Oase Laut Utara, Part 3

UJUNG SEBUAH HUJAN Sore itu kami makan malam lebih awal, disamping karena Bahar sudah menyiapkan masakan, kami berdua tampaknya kelaparan karena baru saja mengeluarkan energi yang cukup banyak selama ‘bermain-main’ di kamar mandi tadi. Rupanya sewaktu pulang tadi Bahar sempat membeli ikan dan udang segar di pasar pelabuhan dan sekarang kami sedang menikmati udang dan ikan hasil

Oase Laut Utara, Part 4

DAN HUJAN SEMAKIN DERAS Hujan di luar makin deras. Tetes airnya menimpa-nimpa atap seng dan menimbulkan bunyi agak berisik. Kami berdua masih di atas sofa. Berpelukan. Di TV sedang ditayangkan acara berita. Tapi kami tak punya konsentrasi lagi untuk menyimaknya. Bahar menatapku, lalu mengajak masuk ke kamar tidur. Tubuhnya yang sudah setengah telanjang itu langsung menuju ke kamar

Oase Laut Utara, Part 5

BAD NEWS BUT LOVE Tak selalu sebuah janji mendapat pemenuhannya. Pun tak setiap pemenuhan akan sesuai dengan pengharapannya. Aku tak tahu harus bersikap bagaimana ketika pagi itu seorang rekan kerja Bahar datang mengantarkan sebuah surat dari sebuah perusahaan galangan kapal. Galangan kapal? Sejak kapan di daerah Sangir ada galangan kapal? Ternyata memang bukan dari daerah

Oase Laut Utara, Part 6

KISS ME GOODBYE Bandara Sam Ratulangi, Senin siang, 11.09 WITA Jadual keberangkatan Bahar ke Surabaya akan menjelang beberapa jam lagi. Kesibukan di Bandara belum begitu padat, hanya beberapa orang petugas porter yang tampak bergerombol di beberapa sudut kedatangan, merayu para calon penumpang untuk dibantu membawakan barang bawaan. Tapi tampaknya mereka tak berani mendekati kami.

Oase Laut Utara, Part 7

BERMAIN API DI TENGAH AIR (Special for someone who call me ‘The Great Pretender’) Irama kehidupan di sebuah mess agak berbeda dengan irama keseharian di luar sana. Karena sebuah mess biasanya hanya digunakan sebagai persinggahan atau tempat tinggal sementara bagi keperluan yang berkaitan dengan program pendidikan. Keterangan di atas aku terima dari Kepala Mess, Pak Roy, ketika aku

Pak Iskandar

Jangankan bergaul dengan para tetangga, ngobrol dengan teman satu kost pun jarang sekali kulakukan. Bukan apa-apa, kegiatanku sehari-hari memang sangat padat dan sibuk. Hampir tiap hari aku berangkat kantor jam setengah tujuh pagi dan sampai rumah lagi paling cepat jam delapan malam. Lebih dari dua belas jam lebih waktuku habis di luar rumah. Baru hari Sabtu dan Minggu aku

Tamu dari Yogya

“Jangan lupa, Pakde-mu nanti dijemput,” pagi-pagi Ayah sudah mengingatkan aku untuk menjemput Pakde Wijoyo di bandara. Sebenarnya aku rada malas, karena hari ini aku ada rencana mau cari baju buat wawancara minggu depan. Tapi di rumah memang cuma ada aku dan Ayah saja. Ibu dan adikku sedang ke Bandung. Sementara si bungsu lagi ada acara opspek di kampusnya. Jadi akulah yang ‘ketiban’

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story