Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Sebuah deretan kata : aku rindu kamu

by Alex Kusumajati


Lamunanku kabur dan pecah bagaikan buih-buih yang berserakan saat dihantamkan gelombang lautan pada tebing-tebing karang. Ikan-ikan kecil tampak berlarian dalam kelompok kecil, seakan tidak peduli denganku. Ah sahabatku, walau kita jauh, tapi aku rindu kamu. Titian yang telah kita lewati selama ini, seakan bergoyang-goyang dan hampir putus. Aku mengingat kembali pelukan kita, saat kita berpisah untuk sementara; aku rindu kamu sahabatku, cintaku yang pertama. Menari mega-mega tipis di langit saat dihembus angin. Dan aku memandang lautan yang tenang.. dan debur ombak yang terasa semilir menggelitik jiwaku. Hari ini 10 tahun yang lalu saat kita berpisah, dan kini kau telah memiliki kekasih lain, aku menangisi perpisahan itu. Tapi kini aku tersenyum sambil memandang buih-buih yang mulai menghilang terserap panas mentari. Kau adalah pencinta sejati, walau usia kita waktu itu sama, tapi kau begitu ahli dibanding aku dalam bercinta. Kekasihku, di balik senyummu saat ku pandang foto itu, aku mengucapkan terimakasih atas kesedihan yang kini sudah sirna, kesedihan dimana kita harus berpisah... dan yang tertinggal kini hanya saripati dari kesedihan itu sendiri: kebangganku bahwa aku perna merasakan berjalan berdua bersama di sisimu. Kau berikan segalanya... walau kita hanya sebentar untuk dikatakan menjadi sepasang kekasih. Aku menyandarkan diriku pada batang pohon kelapa di pantai itu, saat aku mengingat betapa cinta kita adalah cinta yang merupakan anugerah, dan aku melihat itu, dan aku mendengarkan rintihan gemuruh tangismu saat kita berpelukan terakhir kalinya. Basahnya tanah sehabis gerimis siang itu tidak dapat menjadi saksi bagi ketulusan cinta kita, cinta dua orang lelaki muda yang masih belum perna terjamah oleh racun kebohongan dunia. Kau hamparkan pernik-pernik ketulusan sucimu, yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, dan kau berikan semua itu, berpagut dalam erangan kita saat berdua di kamarku pertama kali. Kau adalah rembulan emas, kenikmatan pertama bagiku, dan aku baru tahu bahwa di balik itu semua.... walau aku tahu bahwa ini semua adalah salah, tapi aku mencium wangi keberanianmu untuk memelukku, dan aku menerima itu. Kekasihku, sahabatku... engkau memarahiku untuk kesalahanku menerima itu semua, engkau memarahiku karena aku tidak menolak saat engkau mengajak aku bermain cinta. Engkau tampar aku saat itu, dan engkau maki aku, dan aku hanya terdiam. Aku hanya memandangmu... kulihat sorot matamu. Ah sahabatku, mengapa engkau marahi aku setelah kita bersama menikmatinya. Mengapa? Aku masih tak berpakaian waktu itu saat aku terlena melihat kamu mengambil baju seragammu, dan memakai pakaianmu kembali, kau tinggalkan aku, walau aku tahu... bahwa kamu pasti akan menemuiku lagi. Dan kau banting pintu kamarku, duh.... aku pun terdiam. Saat itu, sahabatku, aku hanya bisa melongo melihat kepergianmu lewat jendela kamarku. Tapi aku tahu, kamu pasti akan kembali! Pasir pantai itu, dan masih terlihat jejak kaki nelayan yang baru terlintas saat aku masih mengingatmu, kembali tersapu air laut yang pasang, dan kemudian surut kembali... Aku menyanyikan bait demi bait lagu kesukaanmu... dan itu tidak akan bisa menghadirkan kamu lagi di depanku... karena selain kita berjauhan, juga karena kamu telah menikahi seorang wanita pilihan hatimu... Aku tersenyum kecut, dan mematikkan korek apiku, menyulut sebatang rokok, sebagai tanda salut bagimu. Dan ingatlah waktu itu saat kau kembali lagi untuk meminta maaf padaku, dua hari setelah aku melelehkan kekerasan hatimu, sebagaimana kau juga telah lakukan padaku... Kamu meminta maaf atas semua... apakah aku seorang pelarian darimu? atau apakah kau benar-benar mencintaiku? Aku tak mengharapkan itu, karena ml bukan hanya untuk pelarian cinta bagi nafsu mudamu... Aku juga menyukai itu, jujur! tapi aku menyukai kelelakianmu... keberanianmu untuk menaklukkan aku, karena aku, akulah sang penakluk hati wanita-wanita muda yang masih satu sekolah dengan kita. Dan saat itu kamu datang bagai elang muda yang sekarat... mencoba memberi bunga bagi aku, memberi seikat bunga kepada "sang pemberi bunga"??? Aku tersenyum, walau kita terlihat terdiam, saat kamu mengucapkan rasa penyesalanmu padaku... kamu menyesal karena telah memarahiku dan menamparku... dan saat itu kamu menangis... suatu hal yang paling dibenci oleh remaja-remaja pria. Tapi aku masih tersenyum dan menundukkan kepala saat kudengar permohonan cintamu padaku... keinginan dia karena kamu menginginkan aku sejak lama, dan tak ingin kehilanganku. Sahabatku.... aku benar-benar jadi terangsang saat di dekatmu... tapi aku masih belum berani melakukan lebih kepadamu, karena aku belum yakin apakah aku bisa mencintai sesama lelaki... Aku, saat itu berterimakasih atas keberanianmu untuk meminta maaf; kemudian aku memelukmu.... Dan kau merasakan betapa bidangnya dadaku saat itu sebagaimana aku pun merasakan hal yang sama... tapi kita sama-sama lelaki wahai sahabatku... Ah... aku waktu itu gak mengerti... orang-orang di luar mengatakan 'cintailah wanita', tapi aku malah merasakan cinta sejati pada seorang sahabatku yang notabene sama-sama berjenis kelamin yang sama. Aku menghirup kesegaran bau tubuhmu, dan aku mulai melayang lagi ketika kamu memulai untuk mencium tengkuk-tengkuk leherku.. Aku tak perna merasakan rangsangan seperti itu sahabatku.. dan aku tahu bahwa itu betapa membuatku "tergila2" padamu, dan aku terpejam saat saraf-sarafku mengantarkan rangsangan itu ke otakku.. Dan aku terpejam.. lemah... saat dengus napas cepatmu mulai menyentuh hidungku, saat bibirmu yang hangat dan tipis itu mulai melumat bibirku. Dan aku berbisik di telingamu : "jangan lakukan lagi". Tapi kau seakan tak peduli... nafsumu merajai dirimu, seperti halnya kau rajai aku saat itu. Kau kembali telah membuat tubuhku menjadi tak berdaya... seperti karang yang tak bisa berlari saat dipahat oleh deburan ombak silih berganti, kau telah menaklukkan aku.. Ah.. rembulanku... aku kini hanya bisa menyandarkan kepalaku pada pohon kelapa, dan menatap kosong ke batas lautan di depanku sana. Gemuruh di kedalaman lautan tak bisa mengalahkan gemuruh napas mudamu yang keras dan melenakanku. Deru gelombang yang berkejar-kejaran di dekat pantai tak bisa menggantikan geliat tubuhmu yang terus merengsekku, memojokkanku, menundukkanku.... Dan semilir angin yang lembut tak bisa menyanyikan bisikan seindah suaramu yang menusuk jantungku... Sahabatku, ketika kau buat aku terlentang pasrah saat lidahmu menjilati tubuhku... aku berbisik... aku berbisik pada langit-langit kamarku... bahwa aku juga mencintaimu. Kemudian saat kau sentuh simbol kejantananku yang berdiri tegak itu... aku menelan ludahku... dan menggeliat saat kau masukkan benda itu ke dalam mulutmu. Cintamu padaku telah mengantarkan kamu pada keinginanmu melakukan semua demi aku.... dan aku hanya bisa terduduk di tepi ranjang .... saat merasakan inci demi inci sapuan ujung lidahmu. Dan aku waktu itu masih terlalu lugu dan polos untuk bisa melakukan seperti halnya apa yang telah kau lakukan padaku... setidaknya kepada seorang lelaki. Dan kamu... kamu melakukan itu padaku sepertinya kau diciptakan untuk memberi pelajaran padaku: ini lah wajah dunia..... begitu banyak kehilangan seperti halnya yang kita dapatkan, begitu banyak perpisahan seperti halnya pertemuan... dan kau membuat tubuhku menggigil saat aliran-aliran darah di sekitar simbol kejantananku itu terasa berlarian mengejar titik puncak kenikmatan, dan aku hanya bisa meremas rambutmu, melenguh, menegadahkan kepalaku ke atas, dan aku hanya bisa merasakan betapa pintarnya kau menaklukanku. Kau pelajaran pertamaku saat aku berada pada masa-masa remaja ku yang cemerlang. Entahlah, mengapa aku begitu pasrah padamu, padahal secara postur tubuh kita hampir sama... dan kita sama-sama tumbuh sebagai remaja yang bertubuh padat dan seksi. Aku memandangmu yang tersenyum padaku detelah kau buat air kenikmatanku keluar... saat kau buat air itu muncrat memenuhi rongga mulutmu. Aku hanya bisa memandangmu lemah tak berdaya. Aku mencintaimu kekasihku, sahabatku. Ketika nelayan turun dari sampan-sampan kecilnya dan menarik sampan tersebut ke daratan..., waktu itu aku sedang memainkan guratan-guratan keras pada pasir dengan ranting kecil, betapa aku mengingat semua kenikmatan yang telah kita rasakan... betapa kita telah berbagi cerita dan ceria berdua, betapa kita bermain-main... berduaan kemana-mana, betapa baiknya engkau .. betapa baiknya engkau... melebihi kebaikan teman-teman wanita yang selama ini menjadi kekasihku. Dan engkau telah menjadi bukan hanya sekedar sahabat bagiku, kau telah menjadi kekasihku -walau waktu itu secara langsung kita tidak mengucapkan lewat bibir kita-, kekasihku yang sejati. Kita selalu berdua... seperti lautan dan asinnya yang tiada terpisah. Dan deretan kapal-kapal nelayan di ujung teluk itu tampak indah di mataku dengan bendera dan pernik warna-warninya... seakan menghias bahtera kita berdua yang kini sudah hilang entah kemana. Seperti semua yang telah kita jalani, aku tahu bahwa tidak selalu percintaan itu dihiasi dengan persetubuhan, karena cinta itu adalah bahtera kecil milik sepasang kekasih yang hatinya saling terpaut, yang penuh dengan warna-warni yang lain. Karena cinta adalah sejati adalah berbaginya kebahagiaan dan penderitaan, seperti engkau telah membagi penderitaan hidupmu, segala keluh kesahmu. Sahabatku, seperti dahulu, sampai kapanpun akan menerima deritamu seperti deritaku sendiri. Walau bagaimanapun, sahabatku, kita harus berpisah. Aku harus mengucapkannya pertama kali padamu saat aku harus berangkat ke pulau lain tuk melanjutkan sekolahku, aku harus berangkat meninggalkanmu. Dan aku tahu betapa beratnya itu semua, semua yang telah kita jalani hanya bisa menjadi kenangan. Kita harus berpisah badan walau tak harus berpisah hati. Untukmu, aku telah mempersembahkan cintaku yang tulus. Kepul asap di kejauhan menandakan senja mulai tiba... dan bocah-bocah kecil mengumpulkan batang demi batang kayu untuk dibuat api unggun, dan api unggun itu semakin membesar.. dan membesar. Aku sekarang harus pulang kembali... dan aku sudah menorehkan namamu pada pasir di dekat kakiku... Biarlah nama itu akan hilang tertelan gelombang pasang air atau tertiup angin. Untukmu aku merindukanmu... my baby. Untuk tanggapan kirim ke Alex (maximumsize2002@yahoo.com).

###

1 Gay Erotic Stories from Alex Kusumajati

Sebuah deretan kata : aku rindu kamu

Lamunanku kabur dan pecah bagaikan buih-buih yang berserakan saat dihantamkan gelombang lautan pada tebing-tebing karang. Ikan-ikan kecil tampak berlarian dalam kelompok kecil, seakan tidak peduli denganku. Ah sahabatku, walau kita jauh, tapi aku rindu kamu. Titian yang telah kita lewati selama ini, seakan bergoyang-goyang dan hampir putus. Aku mengingat kembali pelukan kita, saat kita

###

Web-01: vampire_2.0.3.07
_stories_story